JAKARTA – Upaya menggenjot pembangunan infrastruktur ternyata mendongkrak utang luar negeri dari sektor pemerintahan.
Namun, utang sektor swasta justru menurun, terutama dari bisnis pengolahan, pertambangan, dan keuangan.
Berdasar data Bank Indonesia, hingga Februari lalu, posisi utang luar negeri Indonesia tumbuh 3,7 persen. Nilainya mencapai USD 311,5 miliar.
Karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur, utang luar negeri didominasi utang jangka panjang. Februari lalu, nilainya mencapai USD 273,2 miliar.
”Porsinya mencapai 87,7 persen dari total utang luar negeri,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara kemarin (18/4).
Berdasar kelompok peminjam, swasta mendominasi posisi utang luar negeri dengan nilai USD 164,6 miliar. Utang tersebut diserap bidang usaha keuangan, industri pengolahan, pertambangan, listrik, gas, dan air bersih.
Artinya, industri keuangan mengalami kontraksi dengan posisi utang pada Januari. ”Jika dibandingkan dengan tahun lalu, sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan mengalami penurunan,” jelasnya.
Secara keseluruhan, BI menilai utang luar negeri masih sehat. Meski demikian, bank sentral mewaspadai risiko utang luar negeri swasta terhadap stabilitas makroekonomi. (dee/c5/noe)