\"Sejak 2013 hingga saat ini depresiasi rupiah mencapai 25%. Sedangkan harga obat generik tidak naik. Ini bisa mengancam kinerja bisnis para pemain obat generik nasional. Harga yang stagnan tentunya bakal menggerus margin para pemasok obat generik. Saya harap pemerintah mau menampung aspirasi para pemain farmasi nasional dengan menaikan harga obat generik,\" ujar Direktur Eksekutif GP Farmasi Darodjatun Sanusi, Sabtu (22/8).
Menurut Darodjatun, dampak depresiasi rupiah yang berkepanjangan terasa menekan industri farmasi nasional saat ini. Alhasil, industri farmasi memilih menaikkan harga jual secara bertahap untuk obat resep dan obat bebas over the counter (OTC). Kenaikan harga jual, kata dia, tergantung kebijakan masing-masing perusahaan. Mereka mempertimbangkan margin dan daya beli masyarakat dalam menentukan besaran kenaikan harga.
Berdasarkan catatan Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia per Juni 2015, penjualan industri farmasi nasional diprediksi naik 9-11% menjadi Rp 30-32 triliun. Salah satu kenaikan penjualan adalah terus bertambahnya peserta BPJS Kesehatan. \"Saya kira hingga kini harga obat rata-rata naik 3-5% dan akan terus berlanjut hingga akhir tahun mengingat rupiah terus tertekan. Hingga akhir tahun, besaran kenaikan harga diprediksi sekitar 10%,\" ungkap Darodjatun.
Sementara, Direktur Utama Kimia Farma (KF) Rusdi Rosman mengatakan bahwa lemahnya industri farmasi nasional saat ini karena belum memiliki industri bahan baku obat yang dapat mensubstitusi impor. Sejatinya, para pelaku investor hanya siap membangun pabrik bahan baku jika tercapai skala ekonomi.
\"Pembangunan pabrik ini kemungkinan dilakukan akhir tahun ini,\"kata Rusdi. KF, kata dia, juga agresif berekspansi dengan membangun pabrik baru di kawasan industri Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pabrik berkapasitas produk 3,6 miliar tablet per tahun ini menelan investasi Rp 978 miliar.
\"Kapasitas pabrik baru ini tiga kali lipat lebih besar dari kapasitas produksi perseroan saat ini sebanyak 1,1 miliar tablet per tahun. Pabrik baru ini merupakan hasil relokasi pabrik lama yang berada di tengah kota Bandung,\" ujar Rusdi.
Menurut dia, konstruksi pabrik yang berdiri di atas lahan seluas lima hektare (ha) ini ditargetkan rampung dalam dua tahun. Setelah pabrik ini beroperasi, total kapasitas produksi obat Kimia Farma akan naik menjadi 4,6 miliar tablet per tahun. Jumlah itu belum termasuk obat herbal yang juga dibangun di pabrik baru. (wsm)