TUNIS - Presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi mengambil sikap tegas pascaserangan militan Islam yang menewaskan 38 warga asing di sebuah hotel tepi pantai Tunisia yang menyita perhatian dunia.
Ia juga telah mengumumkan negaranya kini dalam keadaan darurat di seluruh wilayahnya. Sang presiden juga menyatakan pascaseranga-serangan tersebut menyebabkan Tunisia kini diambang perang.
Undang-undang Sementara Darurat Tunisia memberikan kuasa kepada pemerintah untuk menggerakkan tentara dan polisi. Seluruh aktivitas yang mencoba mengadakan rapat-rapat umum dan bersifat rahasia akan ditangkap.
\"Terkait risiko terorisme dan dalam konteks keamanan kawasan, kami mengumumkan perintah darurat negara,\" kata Essebsi dalam satu siaran televisi.
\"Kami akan terus menangani ancaman yang dapat membawa peperangan dalam negara dengan menggunakan semua tindakan yang sesuai,\" katanya.
Serangan berdarah minggu lalu, yakni tiga bulan setelah serangan di Museum Bardo di Tunis, mengejutkan negara Utara Afrika itu, yang sedang melaksanakan demokrasi setelah insiden \"Arab Spring\" pada 2011 lalu.
Seorang lelaki bersenjata Tunisia yang dilaporkan pernah berlatih di kem jihad di Libya, melepaskan tembakan ke arah pelancong asing yang kebanyakannya warga Inggris di sebuah resort di Sousse pada 26 Juni lalu.
Aksi penembakan ini langsung merusak imej industri pariwisata Tunisia. Ribuan turis langsung meninggalkan negara itu. Hal ini menyebabkan negara menelan kerugian sebesar 500 juta dolar AS.
Sektor industri pariwista diketahui menyumbang pendapatan tujuh persen kepada ekonomi Tunisia. Pihak pemerintah sebelum ini juga bertindak menutup 80 masjid yang dituding menyebarkan pengaruh ekstrim dan membantu merekrut anak muda menjadi militan.
Seperti dikutip dari laman Reuters, Tunisia pernah mengumumkan keadaan darurat pada 2011 ketika munculnya pemerintahan autokrat Presiden Zine el-Abidine Ben Ali yang menimbulkan pemberontakan rakyat. (ray/jpnn)