Pasrah, Hanya Menunggu Belas Kasihan Tetangga
Sekitar 14 orang istri nelayan asal Kelurahan Sumber Jaya, Kecamatan Kampung Melayu, kemarin mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu. Mereka mengeluhkan sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena suami mereka sebagai tulang punggung keluarga ditahan oleh Polairut Polda Bengkulu dan Polres Bengkulu sejak Januari lalu. Bagaimana penderitaan para istri nelayan tersebut? Simak laporan berikut;
DENDI SUPRIADI, Kota Bengkulu
KEPUTUSAN Polairut Polda Bengkulu dan Polres Bengkulu menahan dan memproses sedikitnya 12 nelayan yang tertangkap menggunakan alat tangkap ikan pukat harimau (trawl) asal Kelurahan Sumber Jaya Pulau Baai Bengkulu beberapa waktu, ternyata membawa petaka bagi para istri dan anak-anak nelayan tersebut.
Bagaimana tidak, kini para istri nelayan tersebut menggantungkan hidupnya dengan cara berhutang sana-sini. Jika tidak ada yang bersedia memberikan pinjaman, mereka pun pasrah dengan mengharapkan belas kasihan para tetangganya.
Ini terungkap saat mereka mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu sekitar pukul 09.00 pagi kemarin. Dengan tujuan ingin meminta bantuan gubernur agar suami mereka dilepaskan sehingga bisa mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.
Dari 14 nelayan yang masih ditahan itu terdiri dari 4 orang tahanan Polair yang sudah dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Malabero Bengkulu. Mereka adalah Operius (30), Roni (33), Bitang Panjaitan (32) dan Sandro Marbun (35). Sedangkan 10 nelayan yang ditahan tertangkap di Bengkulu Utara dan diproses oleh Polres BU adalah Amirudin, Hasanudin, Bustan, Muhammadong, Dadang, Tahang, Riswan, Agusri, Jainudin dan Ajicipto. Mereka yang merupakan keluarga besar ini ditahan sejak 23 Januari lalu, dan saat ini sudah divonis oleh Pengadilan Negeri Argamakmur dengan hukuman masing-masing 13 bulan kurungan.
Didampingi Lurah Sumber Jaya, Elli Misliana SE dan Ketua RT 11 Kel Sumber Jaya, Ahmad Herdi, 4 orang perwakilan istri nelayan ini pun hanya berhasil bertemu dengan Pelaksana tugas (Plt) Sekda Provinsi Bengkulu, Drs H Sumardi MM sekitar pukul 12.00 WIB siang kemarin.
Dihadapan Sumardi, salah seorang istri nelayan, Sintauli (25) sempat meneteskan airmata memohon agar Plt Sekda bisa membantu suaminya. Mengingat ia sendiri saat ini tengah mengandung anak keduanya dengan usia kandungan 8 bulan. Sedangkan anak pertamanya baru berumur 2 tahun sehingga membutuhkan banyak uang untuk memenuhi kebutuhannya.
\"Tolonglah keluarkan suami saya Pak Sekda, saya 1 bulan lagi mau melahirkan dan anak yang pertama minta makan terus. Bisa mati saya kalau seperti ini caranya, karena saya sama sekali tidak ada penghasilan lain, untuk bayar sewa kos pun saya tidak punya uang,\" keluh Sintauli.
Ia juga mengaku selama suaminya ditahan oleh Polair pada 13 Februari lalu, hingga saat ini ia mengandalkan pinjaman dari tetangganya dan mengharapkan belas kasihan kepada tetangga yang lain, ketua RT dan Lurah.
\"Kami hampir setiap pagi mendatangi rumah Ibu Lurah, selain meminta agar suami kami bisa dibebaskan, kami juga minta bantuan untuk beli beras agar kami tidak mati kelaparan,\" terangnya.
Istri nelayan lainnya, Rosdiana (30) mengaku penegak hukum tidak adil atas kasus yang menimpa suami berikut 9 anggota keluarganya, karena nelayan yang ditahan oleh Lanal Bengkulu sudah dibebaskan, sedangkan suami mereka diproses hingga ke pengadilan di Bengkulu Utara.
\"Perlu juga bapak ketahui, bahwa kami sudah membayar uang damai sebesar Rp 53 juta kepada masyarakat Lais yang menangkap suami dan adik-adik saya. Waktu Polisi dari Polres Argamakmur mengatakan, jika kami mau berdamai maka akan dilepas, tapi kenyataannya malah sudah divonis di pengadilan,\" sampainya.
Diakuinya, untuk membayar uang damai tersebut mereka pun terpaksa mencari pinjaman kepada sanak saudaranya dengan janji akan segera dibayar setelah suaminya bebas dan bisa menangkap ikan kembali.
\"Jangankan untuk bayar utang, untuk makan dan biaya anak kami sekolah saja kami tidak mampu memenuhinya. Ditambah lagi pemilik kapal menagih kredit kapal setiap bulannya, karena kapal yang ditangkap dan ditahan polisi itu masih kredit,\" urainya.
Sulitnya kehidupan istri nelayan itu dibenarkan Lurah Sumber Jaya, Elli Misliana SE. Ia bahkan mengaku hampir setiap pagi didatangi oleh para istri nelayan tersebut untuk meminta dibebaskan suaminya dan mengharapkan bantuannya untuk membeli beras.
\"Setiap mereka datang selalu saya bantu, namun karena kemampuan saya juga terbatas karena jumlah mereka berikut anak-anaknya cukup banyak,\" akunya.
Elli pun mengaku sudah berusaha mendatangi Polair meminta keringanan dengan tahanan luar, namun tidak digubris bahkan pihak kepolisian menjanjikan ketemu di pengadilan saja.
\"Kami bersama Ketua RT dan keluarga nelayan sudah mengajukan penangguhan, tapi ditolak Polair,\" imbuhnya.
Sementara itu, Plt Sekda Sumardi mengatakan, pihaknya tidak bisa mengintervensi penegak hukum, sehingga ia pun menyarankan untuk kembali mengajukan permohonan bagi nelayan yang belum divonis.
\"Bagi yang belum divonis silakan ajukan penangguhannya ke Polres atau Polda Bengkulu. Sedangkan bagi yang sudah vonis seperti nelayan yang di Bengkulu Utara, tidak ada jalan lain lagi kecuali mengharapkan pemotongan masa kurungannya jika mereka berperilaku baik saat dalam Lapas,\" tukasnya. (**)