Mira Liem, Produsen Boneka Pelepah Pisang
Boneka pelepah pisang mulai mendapatkan pasarnya di Surabaya. Siapa sangka, ide membuat boneka yang dibanderol cukup mahal tersebut berasal dari sebuah artikel di Facebook. Kini, Mira Liem, pencipta sekaligus produsen boneka tersebut, menikmati hasil kreativitas dan keuletannya.
***
MELIHAT deretan boneka-boneka itu, orang akan sulit menalar bahannya. Terkesan kukuh sekaligus lembut dengan varian yang sangat banyak. Ada yang dibentuk menyerupai si Unyil, ada yang seperti orang menabuh beduk, ada pula yang semacam action figure. Banderolnya pun tergolong tak murah, Rp 75 ribu–Rp 150 ribu.
Boneka-boneka itu kini mulai marak di pasar Surabaya dan menjadi alternatif hiasan maupun pajangan. Padahal, bahan pembuat boneka tersebut adalah pelepah pisang yang tak terpakai. ’’Iya, bahannya memang itu. Selebihnya kreativitas,’’ kata Mira Liem, produsen boneka itu, dengan nada bangga. Mira sukses memberikan nilai tambah pada sesuatu yang semula dianggap sampah.
Mira menuturkan, semua bermula dari ketidaksengajaan. Pada 2005, dia tidak sengaja membaca sebuah artikel di internet. Isinya, bila dikelola dengan baik, sampah akan memberikan penghasilan yang tak kecil. Artikel tersebut juga menyebutkan sejumlah contoh sampah yang bisa dikreasi. Tapi, yang paling menarik minat Mira adalah pelepah pisang. Sebab, dia kerap melihat banyak pelepah pisang yang dibuang di tempat sampah maupun di jalan.
Perempuan 29 tahun itu memulai dengan memanfaatkan waktu senggang sebagai salah seorang staf administrasi sebuah pabrik di kawasan Rungkut. Awalnya, Mira hanya mencoba-coba. Mulai bunga, kertas hias, hingga sejumlah aksesori lain. ’’Saya melihat aneka bunga yang dibuat dari daun kering,’’ kata perempuan yang memiliki hobi berenang itu. Uji coba membuat bunga tergolong sukses. Namun, ada ketidakpuasan dari diri Mira. ’’Bentuknya monoton,’’ imbuhnya.
Perempuan kelahiran Surabaya tersebut lantas mencari inovasi baru dengan bentuk lain. Dia menambah rangka dari kawat. Awalnya, dibuatlah pohon sehingga terlihat lebih indah. Rancangan itu berhasil. ’’Saya mencoba membuat rangka binatang dan manusia,’’ katanya.
Dia mengalami kesulitan. Membuat rangka manusia memang tidak mudah. Antara satu organ dengan organ lain harus sesuai. Terkadang bagian tangan lebih besar daripada perut. Namun, perlahan Mira mulai bisa menyesuaikan. Dia mengungkapkan, rasa penasaran yang tinggi membuatnya berhasil mewujudkan rangka manusia. Setelah itu, dia tempelkan pelepah ke boneka tersebut. ’’Saya sangat puas saat berhasil membuat boneka dari pelepah untuk kali pertama,’’ ucapnya.
Rasa ketagihan pun muncul. Mira membuat banyak boneka dengan ragam bentuk. Awalnya, boneka itu dibuat untuk koleksi pribadi. Lama-kelamaan, ada rekan yang melihat. ’’Saya mulai mendapat pesanan untuk ucapan terima kasih pesta pernikahan,’’ ujarnya.
Waktu itu, kata Mira, sulit menentukan harga boneka tersebut. Sebab, bahan-bahannya diperoleh dari kebun. Kawat dan lem juga didapat dengan harga yang murah. Setelah meminta pendapat dari rekan-rekan, Mira pun memutuskan menjual boneka itu seharga Rp 75 ribu hingga Rp 150 ribu. ’’Dengan harga tersebut, tetap banyak yang berminat,’’ katanya.
Mira juga menjelaskan cara berburu bahan baku hingga proses pembuatan. Pelepah pisang bisa didapatkan dari para pengepul, bisa juga dengan berkeliling sendiri. Setelah terkumpul, pelepah itu dibelah dan direndam dengan air. Tidak sampai sejam, pelepah tersebut diangin-anginkan. Tujuannya, pelepah lemas dan bisa dibentuk. Selesai direndam, pelepah itu dikeringkan. ’’Semua bahan bisa didapat dengan mudah,’’ ungkapnya.
Mira menjelaskan, pelepah tersebut yang akan menjadi penutup rangkaian kawat boneka. Dia lalu menunjuk rangkaian kawat yang sudah membentuk manusia bercaping. Rangkaian kawat itulah yang nanti ditempeli pelepah pisang tersebut. Banyak ragam yang dipersiapkan Mira untuk karyanya. Misalnya, petani bercaping, penjual jamu, dan petani mencari kayu. Model itu didapat dari pandangan kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika berjalan-jalan bertemu perempuan menggendong anak. Mira pun tertarik membuat boneka dengan model tersebut.
Setelah dua jam, Mira mengambil pelepah yang baru saja dikeringkan. Dia lalu memotong sesuai pola yang diinginkan seperti pakaian atau celana. Pelepah yang sudah dipotong itu ditempelkan ke kawat tersebut. Mira menggunakan lem tembak untuk merekatkan pelepah itu ke kawat. Setelah tertempel, dilakukan pengeringan.
Tidak lebih dari dua jam, boneka dari pelepah pisang itu sudah berbentuk. Tahap terakhir, Mira menempelkan pernak-pernik seperti mata atau rambut. ’’Finis. Boneka siap dipasarkan,’’ ujarnya. Menurut dia, kunci utama usaha tersebut adalah kreativitas. Batasnya tidak ada. ’’Batasnya yakreativitas itu sendiri,’’ tambahnya.
Karena itu, hasil karya Mira lebih unik dan berbeda dengan yang lain. Banyak yang suka, termasuk Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. ’’Sering datang pesanan untuk kenang-kenangan tamu wali kota,’’ ujarnya.
Omzetnya pun cukup besar. Tiap kali order minimal 100 hingga 200 biji. Bila dibanderol dengan harga Rp 100 ribu saja, omzet per order Rp 10 juta–Rp 20 juta. Padahal, dalam sebulan ada tiga hingga empat orderan. Jadi, tinggal dikalikan saja. Bahan pun tidak terlalu mahal. Pelepah pisang sangat murah, bahkan gratis. Total pendapatan dari sisi bisnis melebihi gaji pekerjaannya sebagai staf administrasi.
Dalam sehari, Mira bisa membuat minimal tiga boneka. Hingga saat ini, dia belum memiliki karyawan tetap. Ketika datang pesanan, Mira hanya melibatkan rekan-rekannya. ’’Mereka saya ajari memilih bahan, merajut kawat, dan membuat boneka,’’ katanya. Mira bertekad menekuni aktivitas membuat boneka itu. Salah satu alasannya, boneka dibuat dengan bahan yang murah, tapi harga pasarnya mahal. Selain itu, siapa pun bisa belajar membuat produk tersebut. ’’Asal, ada kreativitas dan semangat untuk bekerja keras,’’ ungkapnya. (*/c17/ano)