BENGKULU, BE - Pasca pemagaran gerbang SDN 62 Kota Bengkulu oleh ahli waris yang mengaku sebagai pemilik sah tanah sekolah tersebut, siswa di sekolah tersebut terlantar dan tidak bisa masuk. Sejak pukul 07.00 WIB, 493 siswa dan 26 dewan guru beserta staff TU sudah memadati jalan yang ada di depan sekolah. Namun, usaha mereka untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar terhalang karena sekolah yang berada di Jalan Rukun Sawah Lebar ini tertutup rapat oleh pagar seng. Pun demikian, dewan guru tetap menyemangati para siswa untuk tetap tegar dan menganggap hal itu sebagai kado Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) yang tepat jatuh, kemarin. Sekitar pukul 07.30 WIB, para siswa dijejerkan di halaman warga untuk melaksanakan upacara peringatan Hardiknas ini. Suasana haru dan khidmat begitu kental menyelimuti upacara yang penuh dengan keterbatasan tersebut. Halaman warga yang sangat sempit seolah tak mampu memasok ratusan orang untuk melakukan upacara. Bahkan, tak ada bendera yang dikibarkan pada upacara tersebut. \"Sebenarnya saya pengen nangis. Tapi gimana lagi, kalau saya nangis, takutnya anak-anak ikutan,\" kata Kepala SDN 62,Tutik Sunarsih SPd. Dalam pengarahannya, berkali-kali Tutik mengajak para siswa untuk semangat. Para siswa semua, katanya, walaupun dalam keadaan darurat dan penuh tantangan untuk mengenyam pendidikan, kita harus tetap semangat. Siswa semua, lanjutnya, harus tetap rajin belajar, semangat menempuh pendidikan. \"Kita harus tetap berjuang untuk menempuh pendidikan, terutama yang kelas VI, harus tetap semangat karena tak lama lagi ujian nasional,\" sampainya serak. Kepada Bengkulu Ekspress, Tutik mengatakan, proses belajar mengajar tetap akan dilaksanakan. Meskipun tidak ada ruangan dan sekolah mereka masih terpagar. \"Saat ini, kita sangat menunggu kehadiran Pemkot untuk bisa bernegosiasi dengan pihak ahli waris. Harapan kita masalah ini segera tuntas,\" pungkasnya.
Dzikir Massal Sebelum upacara ditutup, para siswa juga menggelar dzikir massal. Puluhan doa disampaikan para siswa secara serentak dipandu oleh guru agama SDN 62. Beberapa guru dan siswa semakin larut dalam keharuan, hingga mata para guru pun berkaca-kaca sambil melantunkan doa. \"Semoga masalah ini cepat selesai,\" ucap guru agama diamini oleh peserta upacara. Tak hanya para guru yang emosi. Wali murid yang mengantarkan anaknya juga tampak kesal. Yasri Budaya misalnya, dia berharap masalah tersebut segera cepat selesai. Sehingga proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bisa kembali terlaksana tanpa hambatan. \"Menurut saya yang salah yang punya tanah, kenapa baru sekarang digugat. Kenapa tidak dari dulu,\" ketus lelaki paruh baya ini. Senada disampaikan Riski Oktario, penyegelan tersebut membuatnya kesal dan marah. Bahkan, siswa kelas VI ini menyampaikan, takut jika tidak lulus ujian akibat proses belajar mengajar yang tidak maksimal. \"Kesal, orang mau belajar tapi dihalangi, apalagi bentar lagi ujian nasional,\" ungkapnya. Usai upacara, proses belajar mengajar dilaksanakan. Tampak para guru memerintahkan para murid untuk mengerjakan soal atau sekedar membaca materi. Tutik Sunarsih menerangkan, proses belajar mengajar tidak akan pernah terhambat meskipun dalam kondisi apapun. \"Belajar ini kan kewajiban kita,\" sampainya. Sekira pukul 10.00 WIB, para siswa pulang karena memang jam belajar mengajar sudah habis. Namun beberapa siswa banyak yang tidak memilih langsung pulang. Malah, ada yang sempat mengintip-intip sekolah mereka melalui bolongan seng yang terpagar di sekolah tersebut. Sekitar pukul 10.30 WIB, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan (Kabid Dikdas Diknas) Kota Bengkulu, Gunawan PB, hadir di lokasi. Disampaikannya, kedatangannya bukan untuk mengurusi masalah sengketa tanah, namun untuk mengurusi para siswa. \"Kalau tanah itu bukan urusan saya, kami ini hanya pemakai bukan pemilik,\" jelasnya. Dikatakan Gunawan, para siswa SDN 62 akan direlokasi tempat belajar mengajarnya ke sekolah terdekat untuk sementara. Kemungkinan, lanjutnya, para siswa tersebut akan ditempatkan di SDN 19 atau SDN 42. \"Untuk waktunya belum tahu, ini baru akan kita wacanakan saja,\" pungkasnya.
Tak punya Niat Baik? Salah seorang ahli waris, Fishari, menegaskan Pemerintah Kota Bengkulu tak punya niat baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bahkan, menurutnya, masalah tersebut sengaja dibuat berlarut-larut. Hal inilah yang membuatnya geram hingga akhirnya melakukan aksi pemagaran. \"Pada penyegelan terakhir Februari lalu, Pemda Kota berjanji akan memprioritaskan pembayaran SD 62 ini, tapi realisasinya mana,\" ujarnya. Menanggapi jika tanah seluas 5,6 hektare tersebut sudah pernah dihibahkan, dia menantang pihak Pemerintah Kota Bengkulu untuk menunjukkan surat tersebut. Karena itu, dia mengaku, tidak gentar menghadapi Pemkot yang melaporkannya ke Polres Bengkulu. \"Tanah ini kan milik saya jadi hak kami untuk memagari atau mau berbuat apa saja atas tanah ini, kalau tidak percaya ini tanah kami, ini sertifikatnya,\" tuturnya. Menanggapi Pemkot yang berharap pihaknya mencabut laporan dari Polda Bengkulu, dia mengatakan selagi belum ada jaminan tanah tersebut dibayarkan, laporan tersebut masih tetap akan bertahan. Bahkan, saat ini menurutnya laporan tersebut bisa dikesampingkan dulu. \"Kalau tanah ini sudah dibayarkan, otomatis laporan itu kami cabut. Tapi kalau kami cabut sekarang, apakah ada garansi kalau ini akan dibayarkan,\" jelasnya. Fishari kembali menegaskan bahwa tanah tersebut sah milik keluarganya. Ia juga menunjukkan surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu dengan nomor 122/600.2-17.71/IV/2014 perihal penjelasan Sertifikat Hak Milik (SHM). \"Jadi mau bukti apa lagi, sertifikat saya punya,\" tegasnya. Menanggapi statement Pemkot yang mengatakan ahli waris tidak memiliki hubungan darah langsung dengan pemilik yang sah. Pasalnya Pemkot menganggap tanah tersebut milik Sarinah (orangtua Atiyah atau nenek dari Fishari). Disampaikannya, tanah tersebut merupakan milik ayahnya yang bernama Hasinuddin. \"Pada waktu itu, tidak boleh satu orang memiliki tanah seluas lima hektar, makanya tanah itu dibagi-bagi oleh bapak saya itu,\" tambahnya. Karena yang sudah berumur, lanjutnya, diantaranya nenek dan ibunya, makanya terbitah sertifikat atas nama ibunya tersebut. Namun, tanah tersebut dirampas oleh pemerintah pada tahun 1984 untuk dibangun sekolah. Sejak awal, keluarganya tidak sepakat untuk memberikan tanah tersebut kepada pemerintah. \"Jadi bukan hanya sekarang kami ini menggugat, sudah sejak lama, dari tahun 80an. Bahkan pada saat itu, kita sempat mengadu ke Pangdam Sriwijaya, karena bapak saya kan mantan anggota DPR sekaligus juga pahlawan,\" sambungnya. Dikatakan Sadikin, salah seorang kerabat dari Fishari, kemungkinan untuk membuka pagar seng tersebut ada. Disampaikannya juga, pada dasarnya, pihak ahli waris tidak mau melakukan hal tersebut karena mengganggu aktifitas pendidikan. Namun, ia menganggap, pemagaran itu sebagai bentuk aksi dari kebosanan keluarganya menunggu kepastian dari Pemkot untuk mengganti rugi tanah tersebut. \"Dari aksi ini semoga ada reaksi dari pemerintah,\" sampainya. Pihak ahli waris juga berjanji akan membuka pagar seng tersebut jika sudah ada kepastian ganti rugi. Setidaknya, lanjutnya, ada pernyataan tertulis dari Pemkot untuk mengganti tanah tersebut. \"Kalau pasti diganti dan ada pernyataan hitam diatas putih, kita pasti buka pagar seng ini,\" pungkasnya.
Belum Ada Solusi Menyikapi persoalan itu, Sekretaris Daerah Kota Bengkulu, Drs Yadi saat dikonfirmasi menegaskan telah membahas persoalan ini berulang kali. \"Namun jika mereka (ahli waris) menghendaki penyegelan seperti itu ya silahkan. Dan terkait persoalan ini kita sudah menyerahkan ke penegak hukum,\" ucapnya. Dijelaskan mantan Disnakerpora itu, proses hukum pun saat ini masih terus berjalan. Yadi membantah jika dikatakan Pemkot lamban dalam memproses persoalan ini, bentuk serius itu, pemkot telah membentuk tim dan melakukan pengkajian besaran ganti rugi tersebut. Dan Pemkot siap membayar sesuai dengan aturan yang berlaku. Besaran harga sudah ditentukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan berdasarkan keputusan bersama. \"Pemda tidak lamban, dan mampu membayarnya. Tapi pembayaranya sesuai dengan keputusan tim dan sesuai aturan, itu yang akan dibayarkan,\" ujarnya dengan nada tinggi. Pemkot, kata Yadi masih menunggu proses dari penegak hukum, makanya belum membayarkanya.\"Kitapun tidak bisa menargetkan persoalan ini selesai, karena proses hukum itu ada di kepolisian dan merekalah yang melaksanakan,\" tegasnya. Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Bengkulu, Drs Gianto saat dikonfirmasi selalu menghindar dari kejaran jurnalis. Ia tak berani mengambil tindakan karena ini murni menjadi kebijakan Pemkot, sedangkan Dispendik hanya sebagai pelaksana saja. Dan mereka tetap akan belajar ditempat yang layak. Namun ia juga tidak membantah jika sekolah ini akan meminjam lokasi belajar pada sekolah terdekat. \"Sampai saat ini belum ada solusi, yang penting anak-anak tetap akan belajar pada tempat yang layak,\" tukasnya. (247/609)