BENGKULU, BE - Keberadaan transhipment batu bara di sekitar perairan Pulau Tikus harus dilihat sebagai potensi ekonomi. Sudah waktunya Pemprov Bengkulu membuat kebijakan yang bisa memberikan pemasukan bagi daerah dari kegiatan tersebut. Jika itu bisa diwujudkan tentunya pemasukan daerah yang didapati dari aktivitas tersebut akan besar. Demikian saran yang diungkapkan pengamat ekonomi Universitas Bengkulu, DR Syaiful Anwar AB, kepada Bengkulu Ekspress, kemarin. \"Semestinya pemerintah membuat suatu kebijakan atau Perda mengenai kegiatan tersebut, di mana dalam kebijakan tersebut bisa memberikan nilai lebih atau pendapatan kepada daerah,\" ungkap Syaiful. Pun begitu kegiatan transhipment memang akan lebih baik jika bisa dilakukan di dalam pelabuhan sehingga bisa mendapatkan pajak. Namun kenyataanya sekarang kondisi pelabuhan yang belum memungkinkan, sehingga Pelindo II selaku pengelola pelabuhan Pulau Baai mesti memperbaiki fasilitas agar kegiatan bongkar muat bisa dilakukan di dalam pelabuhan. \"Jika dilakukan di dalam pelabuhan mereka akan bisa membayar pajak. Pelindo kan milik negara sehingga keuntungannya akan kembali ke negara dan daerah. Sebelum semua itu bisa tentunya fasilitas pelabuhan juga harus disiapkan,\" tambah Syaiful. Lebih lanjut ia menjelaskan, jika fasilitas Pelindo sudah baik, maka tidak kemungkinan akan banyak sekali kapal yang masuk dan aktivitas pelabuhan akan semakin hidup. Namun jika fasilitas tidak memadai maka aktifitas pelabuhan juga tidak akan maksimal. Sebelum memperbaki atau menyiapkan fasilitas yang ada, Pelindo jangan mengajak banyak-banyak kapal untuk masuk dulu. Soalnya, terang dia, tanpa adanya fasilitas yang memadai maka akan percuma saja. \"Saat kegiatan di pelabuhan sudah lancar, maka dampak yang diberikan kepada Bengkulu akan sangat luas. Salah satunya lapangan pekerjaan dan kelancaran mobilitas barang dari dan keluar Bengkulu,\" tutupnya. Sekadar diketahui ada kesepakatan pungutan alur tersebut terjadi pada 18 April 2011 silam antara Dirut PT Pelindo RJ Lino dan 14 perusahaan batu bara yang diwadahi Asosiasi Pertambangan Batubara Bengkulu. Dalam kesepakatan itu, perusahaan batu bara yang melakukan aktivitas pemuatan batu bara di dermaga dibebankan pungutan alur sebesar 5,5 dollar AS per tonnya jika menggunakan kapal jenis mother vessel. Sedangkan yang menggunakan tongkang 1,5 dollar AS. Jumlah itu belum termasuk pajak-pajak yang berlaku. Bila merujuk volume ekspor batu bara melalui Pelabuhan Pulau Baai berdasarkan data resmi Bank Indonesia yang diperoleh Bengkulu Ekspress, tahun 2013 tercatat ada 3.359.236 ton. Melihat realitas di lapangan kemampuan kapal dengan kapasitas muatan 50 ribu ton yang hanya bisa diisi rata-rata 30 ribu di dalam pelabuhan, dan sisanya 20 ribu ton diangkut melalui tongkang untuk transhipment. Maka dari data Bank Indonesia tersebut diperkirakan ada 60 persen atau sekitar 2.015.541 ton volume batu bara tersebut dimuat di dalam pelabuhan, selebihnya 40 persen atau sekitar 1.343.695 ton transhipment dengan diangkut melalui tongkang. Dari angka tersebut jika diasumsikan nilai tukar rupiah rata-rata per dolar AS mencapai Rp 10 ribu, maka pungutan yang dibebankan di dalam pelabuhan mencapai Rp 110.854.755.000, sedangkan pungutan tongkang transhipment mencapai Rp 20.155.425.000. Dengan begitu diprediksi selama kurun waktu 2013 saja, pungutan alur yang dibebankan kepada pengusaha batu bara mencapai Rp 131.010.180.000. Ironisnya, tidak ada satu rupiah pun pungutan tersebut yang masuk sebagai pendapatan daerah. Pelindo Tak Konsekuen Sementara itu keengganan Pelindo untuk menadatangani berita acara hasil sounding yang dilakukan tim terpadu beberapa saat lalu dianggap sebagai bentuk ketidakkonsekuen Pelindo terhadap kondisi pelabuhan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Operasional PT Core Mineral Indonesia Wisuadas. \"Mereka tidak mau menandatangani berarti mereka tidak konsekuen dan tidak terbuka terkait konsdisi pelabuhan saat ini,\" jelasnya. Selain itu, Wisuadas juga mengatakan bahwa kenyataan tersebut juga mengungkapkan bahwa Pelindo tidak memiliki pendirian. Karena di satu sisi mereka mengatakan bahwa kedalaman pelabuhan baik alaur, kolam maupun dermaganya sudah mencapai 14 meter atau bisa untuk kapal dengan volume besar. Namun pada kenyataannya hanya bisa dengan bobot 30 ribu ton. Selain itu ia juga mengatakan Pelindo hanya bisa berbicara saja tanpa berani bertanggung jawab jika kapal kandas. \"Mereka cuman ngomong bisa untuk kapal dengan volume besar namun saat kita minta tanggung jawab jika nanti kandas mereka tidak mau,\" tambah Wisuadas. Sebenarnya tidak ada alasan Pelindo untuk menadatangani hasil Sounding tersebut karena dilakukan oleh tim yang berasal dari berbagai instansi terkait. Ia juga mengatakan bahwa jelas Pelindo hanya mencari kepentingan sepihak saja tanpa bisa mencarikan solusi yang terbaik untuk pelabuhan di Bengkulu tersebut. \"Pelindo harus transparan lah, kalau memang hanya bisa 30 ribu ton, ya jelaskan saja dan kita bisa melakukan transhipment. Jika hal semacam ini berlarut-larut tentunya berdampak pada ekspor kita. Selain alur fasilitas lainnya juga harus dibenahi seperti dolphin dan conveyer yang sering macet dan mengganggu aktifitas muat dan tentunya berpengaruh terhadap jadwal ekspor kita,\" papar Wisuadas.(251)
Pemprov Harus Manfaatkan Transhipment
Kamis 20-03-2014,10:30 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :