BENGKULU, BE - Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Pulau Baai yang dilakukan PT Pelindo II kembali dipersoalkan. Pasalnya, disinyalir BUMN tersebut belum mengantongi izin yang dikeluarkan Pemda setempat. Ini mengacu Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Dalam peraturan yang ditandatangani Presiden SBY pada 1 Februari 2010 tersebut disebutkan jelas pada pasal 112 jika Izin usaha bongkar muat barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf a diberikan oleh gubernur pada lokasi pelabuhan tempat kegiatan. Selain tertuang dalam PP nomor 20 tahun 2010 tersebut, izin bongkar muat juga tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2002 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan bongkar muat barang dari kapal dan ke kapal. Dalam KM tersebut pada Pasal 8 ayat 1 tersebut dijelaskan permohonan izin usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diajukan kepada Gubernur Propinsi setempat. Izin usaha diberikan oleh Gubernur Propinsi setempat atas nama Menteri Perhubungan sebagai pelaksanaan tugas dekonsentrasi setelah mendapat rekomendasi dari asosiasi bongkar muat dan Administrator Pelabuhan/Kepala Kantor Pelabuhan setempat. Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Bengkulu, Rahmat Doni mengungkapkan pihaknya telah mempelajari PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan tersebut. Dan, di dalam peraturan tersebut memang disebutkan jelas setiap usaha bongkar muat barang terkait dengan angkutan di perairan harus mendapatkan izin dari gubernur. Tentunya, Pelindo sebagai badan usaha juga harus mengantongi izin dari Gubernur Bengkulu. \"Tidak hanya usaha bongkar muat barang saja, termasuk juga jasa pengurusan transportasi, usaha angkutan perairan pelabuhan, depo peti kemas, pengelolaan kapal, dan lainnya harus mendapatkan izin dari Gubernur pada tempat perusahaan berdomisili,\" jelasnya. Ia pun menilai menilai aneh jika sampai Dishubkominfo Provinsi Bengkulu sampai tidak mengetahui apalagi tidak pernah membaca PP No 20 Tahun 2010 tersebut. Dan menganggap aktivitas Pelindo Bengkulu cukup dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 98 Tahun 2011 tentang Pemberian Usaha Kepada PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai Badan Usaha Pelabuhan. \"Kita justru bertanya-tanya kapasitas birokrat di Dishubkominfo jika sampai tidak mengetahui peraturan tersebut. Apalagi sampai mengungkapkan gubernur tidak memiliki kewenangan itu. Padahal aturannya sangat jelas menyebutkan bagaimana izin bongkar muat itu diperoleh dan siapa yang berhak mengeluarkannya,\" tandasnya. Aktivis berdarah Kepahiang ini pun menilai ada dua kemungkinan yang terjadi jika Dishubkominfo sampai tidak tahu atas PP No 20 Tahun 2010 tersebut. Pertama memang tidak pernah baca dan tidak paham. Kedua ada unsur kesengajaan membiarkan aktivitas bongkar muat tidak berizin.\"Kita tidak tahu yang mana, Dishubkominfo lah yang tahu jawabannya. Yang pasti jika dibaca, jelas Gubernur mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan izin tersebut. Bahkan mengevaluasi izin bongkar muat yang hanya berlaku 2 tahun,\" tukasnya. Bila merujuk Provinsi Kepulauan Babel, gubernur daerah tersebut juga mensyaratkan aktivitas bongkar muat mesti memiliki izin dari daerah. Sebagaimana dilansir website Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kepulauan Babel dengan alamat https://bpptpm.babelprov.go.id/content/izin-usaha-bongkar-muat. Di websitenya termuat jelas Izin Usaha Bongkar Muat diberikan oleh Gubernur pada lokasi pelabuhan tempat kegiatan (diatur Pasal 112 ayat (1) huruf PP 20 Tahun 2010). Selain itu di website itu pula dijelaskan tata aturan pengajuan dan syarat yang mesti dilengkapi.\"Jadi ini bisa menjadi perbandingan, jika daerah lain juga menjalankan aturan yang sama dengan dasar PP No 20 Tahun 2010 tersebut. Jadi kita merasa janggal kalau sampai Dishubkominfo Bengkulu tidak tahu,\" ucapnya lagi. Mengenai dalih Pelindo telah mengantongi izin melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 98 Tahun 2011 tentang Pemberian Usaha Kepada PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai Badan Usaha Pelabuhan, Doni menilai izin tersebut hanya sebagai induk usaha Pelindo sebagai badan usaha pelabuhan. Tentunya harus tetap mengurus perizinan lainnya. Kasus seperti ini, terang Doni, pernah terjadi di Dermaga Tanjung Emas Semarang. Pelindo juga tak mau mengurus izin bongkar muat dari pemda setempat. Alasannya, sama persis karena telah memiliki pegangan Surat Menteri Perhubungan tentang Badan Usaha Pelabuhan. Bedanya di Semarang, KSOP, Dishubkominfo bersama kepolisian setempat tegas. Mereka memberikan warning bagi Pelindo untuk secepatnya mengurus perizinan bongkar muat. Jika tidak aktivitasnya bisa dikategorikan ilegal.\"Kalau di sini justru KSOP diam, dan Dishubkominfo justru merasa tidak punya kewenangan,\" pungkasnya. Ia pun menyarankan agar dilakukan kajian bersama semua elemen yang terkait agar ditemukan titik terang persoalan perizinan tersebut. Harapannya tentu, ada penataan kembali sistem perizinan usaha, jangan sampai ada yang dirugikan. Sebab, jika daerah yang mengeluarkan perizinan, tentunya akan menambah pendapatan daerah. Pelindo juga jika sudah punya izin bisa beraktivitas dengan tenang. \"Terpenting ada kepastian hukum sehingga tidak ada persoalan yang terjadi di belakang hari,\" imbuhnya. Sebagaimana diketahui sebelumnya Kepala Bidang Perhubungan Laut Dishubkominfo Provinsi Bengkulu, Drs Ir Hasoloan Sormin MSi, izin aktivitas bongkar muat yang dilakukan PT Pelindo II dikeluarkan Menteri Perhubungan (Menhub) Republik Indonesia yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor: KP 98 Tahun 2011 Tentang Pemberian Usaha Kepada PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai badan usaha pelabuhan. Izin tersebut tertanda Menteri Perhubungan RI, Freddy Numberi yang ditandatangani oleh Kepala Hukum dan KSLN, Umar Aris SH MM MH, tanggal 21 Februari 2011 di Jakarta. Selain itu, izin aktivitas bongkar muat Pelindo itu juga disebutkan dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perhububungan Nomor: SE.6 Tahun 2002 tentang Penegasan Kegiatan Bongkar Muat oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, II, III dan IV. \"Pada diktum kedua huruf dalam keputusan menteri itu disebutkan, PT Pelindo II (Persero) sebagai badan usaha pelabuhan sebagaimana disebutkan dalam diktum pertama dapat melakukan kegiatan pengusahaan jasa pelabuhan; penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas,\" katanya. Menurutnya, berdasarkan izin yang dikeluarkan Menteri Perhubungan itu, maka pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Dishubkominfo tidak memiliki kewenangan mengeluarkan izin aktivitas bongkar muat di pelabuhan tersebut. Karena semua izin sudah inklud dalam keputusan Menteri Perhubungan itu. \"Artinya memang tidak ada pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Pelindo, karena semuanya sudah jelas bahwa ada kewenangan daerah mengeluarkan izinnya,\" tukasnya. (cw5)
PP No 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Di Perairan Pasal 112 (1) Izin usaha bongkar muat barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf a diberikan oleh gubernur pada lokasi pelabuhan tempat kegiatan. (2) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan: a. administrasi; dan b. teknis. (4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit memiliki peralatan bongkar muat berupa: a. forklift; b. pallet; c. ship side-net; d. rope sling; e. rope net; dan f. wire net. (3) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. memiliki akta pendirian perusahaan; b. memiliki nomor pokok wajib pajak perusahaan; c. memiliki modal usaha; d. memiliki penanggung jawab; e. menempati tempat usaha, baik berupa milik sendiri maupun sewa, berdasarkan surat keterangan domisili perusahaan dari instansi yang berwenang; f. memiliki tenaga ahli dengan kualifikasi ahli nautika atau ahli ketatalaksanaan pelayaran niaga; dan g. memiliki surat rekomendasi/pendapat tertulis dari Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan setempat terhadap keseimbangan penyediaan dan permintaan kegiatan usaha bongkar muat. (5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama perusahaan bongkar muat masih menjalankan kegiatan usahanya dan dievaluasi setiap 2 (dua) tahun sekali oleh gubernur. (6) Izin usaha bongkar muat barang yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilaporkan oleh gubernur secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri untuk dijadikan bahan penyusunan sistem informasi angkutan di perairan