BENGKULU, BE – Kapolres Seluma AKBP Parhorian Lumban Gaol SIK dilaporkan oleh anggota Dit Narkoba Bengkulu ke Presiden, Kapolri, Kapolda, KPK, dan ditembuskan ke sejumlah instansi, termasuk ke pengacara di Jakarta, terkait dugaan pemerasan.
Hal ini disampaikan anggota Dit Narkoba Polda Bengkulu Brigpol Kumala Tua Aritonang beserta istrinya Junita Mardaleni AmdKeb yang sekaligus pemilik PT Sinar Mentari yang bergerak dalam bidang bisnis perumahan saat melakukan jumpa pers di Kantor Pemasaran PT Sinar Mentari yang terletak di Jalan Kapuas Raya Kelurahan Lingkar Barat Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, kemarin.
Dalam jumpa pers tersebut, Kumala Tua Aritonang mengungkapkan di depan para wartawan bahwa diriya telah diperas dan diancam oleh Lumban Gaol.
Sementara Junita Mardaleni mengungkapkan kronologis kejadian tersebut. Peristiwa itu berawal pada tahun 2009-2010 ketika Lumban Gaol yang sekarang menjabat sebagai Kapolres Seluma tersebut baru menyelesaikan Sespim Polri dan ditempatkan di Polda Bengkulu dengan jabatan Kasat I, Dit Narkoba Polda Bengkulu bertemu dengan suami Junita, Brigpol Kumala Tua Aritonang yang kebetulan saat itu menjadi bawahan Lumban.
Setelah beberapa minggu kemudian pelaku mendengar kabar kalau Junita (istri Kumala Tua Aritonang) memiliki usaha supplier material bernama CV.TCA Bengkulu. Sehingga Lumban memanggil suami Junita ke ruangannya untuk mengajak bekerjasama bisnis supplier material yang dijalankan oleh Kumala dengan sistem bagi hasil.
Setelah itu, Lumban memberikan modal dana kepada korban sebesar Rp 30 juta melalui Kumala. Setelah usaha tersebut berkembang Lumban kembali menawarkan modal kepada Kumala, namun hal tersebut tidak direspon oleh Kumala. Akhirnya, Lumban minta tolong kepada Kumala untuk mengenalkan dirinya dengan pengusaha di Bengkulu.
Kumala waktu itu mengenalkan Lumban dengan kakak istrinya yakni Tozi Supriadi SE seorang pengusaha property yang kebetulan membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya dengan ketentuan sistem yang sama yakni bagi hasil.
Kesepakatan telah terjadi, setelah itu kakak korban juga diberikan modal sebesar Rp 800 juta untuk mengembangkan usaha. Akan tetapi setelah uang tersebut telah terpakai, pengusaha mengalami kendala sehingga bagi hasil menjadi tersendat. Menanggapi hal itu Lumban memaksa untuk membayar fee kepadanya sebesar 10-15 persen dari modal perbulannya. Namun pengusaha tidak sanggup. Tak hanya sampai disana, korban yang menyadari hal tersebut meminta tempo pembayaran kepada Lumban, menunggu rumah mewah miliknya terjual. Namun Lumban yang tidak terima dengan sikap penguasaha yang tidak membayar fee tersebut, sehingga menekan suami Junita atau adik ipar pengusaha terkait.
\"Saat kakak saya tidak sanggup membayar fee tersebut, yang menjadi korban balik ke suami saya. Dia menekan dan memeras serta diancam, padahal 1 rupiah pun suami saya tidak dapat bagian dari bisnis mereka. Karena merasa suami saya yang mengenalkan mereka, suami saya berusaha untuk membayar fee tersebut yang ia minta selama 17 bulan. Sejak itu suami saya mulai kerja keras dan meminjam uang kemana-mana bahkan rumah peninggalan orang tua dan gaji saya ikut diagunkan ke bank,\" ungkap Junita.
Ia menambahkan, uang fee tersebut dibayarkan oleh suaminya secara transfer ke rekening BCA atas nama Indra dan Ika Sumiarsih (istri pelaku) dan ada juga yang ditransfer ke rekening pelaku. \"Bukannya membuat utang selesai tetapi malah menambah utang kami sehingga menumpuk dimana-mana akibat kejadian ini,\" tambahnya.
Tahun 2011 Kapolres kembali lagi dikenalkan oleh pengusaha di Provinsi Bengkulu yakni Koko Beny Diktus di kantor pemasaran miliknya di Jalan Kapuas Raya. Saat itu hal serupa juga terjadi, Koko Beny Diktus meminjam modal sebesar Rp 500 juta kepada kapolres untuk pengembangan usaha namun usaha tersebut juga macet sehingga Kapolres meminta fee sebesar 10-20 persen selama 3 tahun kepada pengusaha, namun pengusaha tersebut juga tidak sanggup dan masalah berbalik lagi kepada suami korban yang mendapat tekanan dari Kapolres Seluma itu yang terus mengancam suami korban.
Akhirnya fee dibayarkan oleh suami korban dan Koko Beny Diktus dengan jumalah yang bervariasi setiap bulannya. Yang menjadikan kesabaran dari korban habis yakni ketika korban diberikan pinjaman modal oleh Kapolres tersebut sebesar Rp 300 juta untuk usaha turun temurun keluarganya, dan hal yang sama diberlakukan oleh kapolres tersebut yakni dengan ketentuan bagi hasil. Kali ini kapolres tersebut meminta bagi hasil yang dilakukan yakni penjualan dari 1 unit rumah, hasilnya di bagi 2 jika tidak dilakukan maka akan membayar fee sebesar 10-20 persen. Namun korban mengaku tidak sanggup. “Kalau seperti itu berarti hampir semua keuntungan dari penjualan perumahan diambil olehnya,\" sampai korban.
Saat ini pihak korban yang telah merasa dirugikan dengan sikap Kapolres Seluma tersebut, akan menempuh jalur hukum terkait permasalahan yang membuat suami dan keluarganya itu merasa diperas dan diancam oleh Kapolres Seluma tersebut.
Kapolres Membantah
Terpisah, Kapolres Seluma AKBP PL Gaol SIK membantah laporan bekas anak buahnya di Polda Bengkulu tersebut. “Apa yang dilaporkan istri dari anak buah saya dahulu tersebut tidak benar dan hal tersebut mengada-ada saja,” tegas Kapolres Seluma AKBP PL Gaol SIK, kepada BE
Dijelaskan Kapolres, bahwa ia dengan Junita Mardaleni yang merupakan istri dari bawahaannya kala menjabat Kasat 1 Narkoba Polda Bengkulu beberapa tahun lalu, hanya memiliki hubungan kerja. Ia memang mempertemukan dengan mitra kerja dari suami pelapor ke salah satu rekannya yang berdomisili di Surabaya. “Saya hanya mempertemukan rekan saya dengan Aritonang dan tidak ada saya memerasnya dalam waktu 4 tahun terakhir dan ditambah lagi mengintimidasi mereka,” sampainya
Hanya saja, ketika ditanya lebih lanjut, Kapolres masih enggan untuk berbicara banyak mengingat apa yang dilakukannya selama ini menjadi bumerang baginya. “Saya tidak sangka anak buah saya dahulu melaporkan saya sebagai pemeras. Justru yang bersangkutan tidak mampu membayar uang dalam jumlah besar tersebutlah,” sampainya.(333/cw4)