JAKARTA -- Perampokan BRI cabang Panongan, Kabupaten Tangerang, Banten, memiliki rangkaian keterkaitan yang kuat dengan temuan bom yang tertinggal di sebuah warung tegal, Selasa, 24 Desember 2013.
Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan, dari hasil pemeriksaan Anton alias Septi - tersangka yang ditangkap di Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (31/12)- bom itu merupakan milik Nurul Haq.
Nurul merupakan salah satu tersangka teroris yang ditembak mati saat penggerebekan di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (31/12).
\"Itu punyanya dia (Nurul Haq) dari hasil pemeriksaan Anton yang kita tangkap di Jawa Tengah, Banyumas,\" kata Sutarman di sela-sela menjenguk Anggota Densus 88 Besar Polri di sebuah rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (2/1).
Menurut Sutarman, bom itu tidak sengaja ditinggal di warteg setelah merampok. Namun, lanjut dia, bom itu tertinggal karena Nurul panik lalu kabur karena takut ditangkap warga usai merampok.
Menurutnya, kemungkinan saat makan di warteg itu bom dilepas dari badan. Karena dalam kondisi terdesak, katanya, pelaku buru-buru meninggalkan warteg dan bom tertinggal.
Ia menjelaskan bom itu memang dibawa saat merampok. Jika pelaku dipergok saat merampok, maka bom itu akan diledakkan. \"Dia memang seperti itu, bom itu nempel terus di badannya,\" kata dia.
Pada bagian lain, Sutarman mengaku kelompok ini juga memiliki keterkaitan dengan Abu Roban. Menurutnya, Abu memiliki beberapa jaringan di timur dan barat.
Bahkan, jaringan itu memiliki rangkaian termasuk gembong teroris Poso, Sulawesi Tengah, Santoso yang merupakan anak buah Abu Roban. Santoso diduga mengendalikan pelatihan-pelatihan teroris di wilayah timur maupun barat.
\"Dan sel ini seolah memiliki kemampuan, mereka bergerak sendiri-sendiri bahkan ada doktrinasi,\" katanya.
Sutarman mengimbau kepada alim ulama maupun tokoh masyarakat untuk menyampaikan ke masyarakat bahwa melakukan perampokan untuk membiayai operasional teroris itu tidak benar. \"Saya kira di agama manapun tidak dibenarkan. Oleh karenanya ita juga harus bisa menyampaikan,\" ungkapnya.
Sutarman mengatakan kelompok teroris di Indonesia dulu memang dibantu dana-dana dari kelompok teroris internasional. \"Itu sudah bisa kita kurangi,\" katanya.
Namun, katanya, karena melakukan aksi teror membutuhkan anggaran maka mereka mendapatkannya dengan cara merampok.
Awalnya, lanjut Sutarman, kelompok teroris itu ragu-ragu merampok. Namun, lanjutnya, setelah ada buku Tadzkirah karya Abu Bakar Baasyir maka kelompok itu tidak ragu-ragu.
\"Supaya merampok itu mendapat legalisir dan ada bukunya Abu Bakar Ba\'asyir yang berjudul Tadzkirah yang mengatakan bahwa merampok untuk kepentingan itu dihalalkan. Itu ajaran dari mana? Itu yang harus kita pertanyakan. Saya kira seluruh bangsa Indonesia harus mempertanyakan,\" imbuh Sutarman. (boy/jpnn)