Setoran Pajak Rp 8,5 T Mengalir ke Daerah
]MEMASUKI Tahun 2014, pemerintah siap mengalihkan 100 persen pengelolaan PBB ke pemerintah daerah. PBB dari perseroan besar seperti pertambangan dan kehutanan memang masih akan dipungut pusat. Namun, PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) langsung dikelola pemerintah kabupaten/kota. PBB-P2 adalah pajak yang dikenal selama ini. Yakni, pajak yang disetorkan masyarakat umum atas kepemilikan tanah dan bangunan.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Pajak Kismantoro Petrus menyatakan, seiring dengan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, mulai 1 Januari 2014, semua daerah wajib mengelola PBB-nya. \"Dengan adanya pengalihan ini, kegiatan pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan, serta pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan kabupaten atau kota,\" paparnya akhir pekan lalu.
Sebagaimana diketahui, pengalihan pengelolaan PBB merupakan implementasi Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Setelah melalui persiapan, Kota Surabaya menjadi daerah pertama yang mengelola PBB-nya pada 2011. Kemudian, 17 kabupaten/kota lain pada 2012. Lalu, 105 kabupaten/kota pada 2013. Terakhir, 369 kabupaten/kota pada 2014 nanti.
Sebelumnya, ketika masih dikelola Ditjen Pajak, kabupaten/kota hanya mendapat 64,8 persen dari total setoran PBB di wilayahnya. \"Namun, jika dikelola sendiri, seratus persen hasil PBB akan masuk ke kas daerah,\" jelasnya.
Lalu, berapa potensi seluruh setoran PBB yang akan masuk ke kas daerah pada 2014? Berdasar laporan Ditjen Pajak, potensi penerimaan PBB di 492 kabupaten/kota seluruh Indonesia mencapai Rp 8,5 triliun. Artinya, dana sebesar itulah yang akan mengalir ke kas daerah pada 2014. Terdapat 18 kabupaten/kota yang sudah memungut di 2011 dan 2012. Penerimaan pajak di seluruh wilayah tersebut diperkirakan mencapai Rp 2,5 triliun. Lalu, 105 kabupaten/kota yang memungut pada 2013 diperkirakan memperoleh Rp 4,5 triliun. Selanjutnya, potensi PBB di 369 kabupaten/kota mencapai Rp 1,5 triliun. Potensi di wilayah-wilayah tersebut relatif sedikit karena mayoritas memang merupakan daerah kecil sehingga pajaknya tidak terlalu besar. Kismantoro menerangkan, dengan mengelola PBB sendiri, kabupaten/kota juga berwenang untuk memperluas basis pajak, termasuk menentukan tarif pajak. Kewenangan tersebut tertuang dalam pasal 80 UU PDRD. \"Tapi, harus diingat bahwa besaran tarif PBB adalah maksimal 0,3 persen,\" ujarnya. (owi/c18/sof)