Outlook Hukum Bengkulu 2014
Oleh Dr. Yanto Supriadi, SH.,M.Hum
Tahun 2013 segera berakhir. Tidak sedikit kasus hukum yang terjadi dan telah mewarnai pemberitaan media massa Bengkulu selama tahun 2013; mulai dari kasus hukum “biasa” seperti : pencurian, perampokan, penggelapan, penipuan, pemerkosaan, pelecehan seksual, penganiayaan, penyalahgunaan narkotika dan korupsi; sampai pada kasus hukum “politis”, yang ditandai oleh munculnya “kekuatan-kekuatan non hukum” yang diarahkan untuk menekan aparat penegak hukum dalam pengusutan perkaranya. Tanpa terasa tahun 2013 tersebut segera berakhir dan kita akan mulai memasuki tahun 2014.
Kasus-kasus hukum yang muncul dalam pemberitaan media massa pada tahun 2013 tersebut, belum semuanya berakhir, dan diperkirakan masih akan terus berlanjut mewarnai pemberitaan media masa selama tahun 2014, terutama kasus-kasus hukum yang berkelindan dengan persoalan politik.
Selama tahun 2014 mendatang, selain kasus-kasus hukum yang belum selesai dalam tahun 2013 dan munculnya kasus-kasus baru yang serupa dengan kasus hukum selama tahun 2013, diprediksi akan diwarnai pula oleh rmunculnya kasus-kasus jenis baru, yang terjadi akibat pelanggaran hukum dalam kegiatan politik pada penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Badan Legislatif, dan akibat pelanggaran hukum dalam pelaksanaan pembangunan desa pasca di undangkannya UU Desa.
Penyelesaian Kasus 2013
Seperti yang dirilis oleh Kapolda Bengkulu pada 9 Oktober 2013, bahwa sejak Januari sampai dengan Oktober 2013, terdapat 3.211 kasus kejahatan yang diaporkan terjadi di Provinsi Bengkulu, dan baru sebanyak 1.524 kasus yang sudah ditangani oleh Kepolisian. Berdasarkan data tersebut, rata-rata kasus yang dapat ditangani Kepolsian dalam setiap bulannya sekitar 507 kasus, sehingga diperkirakan sampai berakhirnya tahun 2013, masih terdapat sekitar 1.180 kasus yang belum tertangani oleh Kepolisian. Apa yang dirilis oleh Kapolda Bengkulu tersebut, tidak termasuk sejumlah kasus Tindak Pidana Korupsi yang disidik oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu dan KPK.
Ribuan Kasus hukum yang belum dapat dituntaskan selama tahun 2013 itu, seperti pengusutan Kasus RSMY, Kasus DPRD Seluma, Kasus Lampu Jalan, Kasus Mesin Triplek, dan sejumlah Kasus Korupsi lainnya, akan tetap menjadi agenda penting bagi aparat penegak hukum selama tahun 2014. Diantara kasus-kasus ini terdapat kasus yang akan menarik perhatian media massa, terutama ketika dikaitkan dengan agenda politik 2014 dan 2015, sehingga diprediksi masih akan tetap mewarnai pemberitaan media massa selama tahun 2014 ini.
Munculnya Kasus Baru Serupa Kasus 2013
Selain kasus-kasus hukum yang belum terselesikan selama tahun 2013, kasus-kasus hukum baru yang muncul dengan jenis yang serupa dengan tahun 2013, juga masih akan banyak terjadi di Provinsi Bengkulu, dan diprediksi cenderung meningkat pada tahun 2014 ini. Seperti yang dirilis oleh BPS, bahwa pada Maret tahun 2013 lalu, angka kemiskinan di Provinsi Bengkulu meningkat dari 17,5 % pada tahun sebelumnya, menjadi 18,34 % pada Maret tahun 2013. Peningkatan angka kemiskinan ini, berdasarkan data dari Kemensos pada Juni 2013, telah menempatkan Provinsi Bengkulu menjadi Provinsi termiskin kedua di Sumatera, setelah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Peningkatan jumlah penduduk miskin ini, berpotensi meningkatkan kejahatan terhadap harta, seperti : Pencurian, perampokan, penipuan, penggelapan, penyerobotan lahan pertanian, dan secara psikologis, kemiskinan juga berpotensi menimbulkan tindak pidana kekerasan terhadap fisik berupa penganiayaan dan bahkan pembunuhan.
Kasus Hukum Pemilu
Selain jumlah penduduk miskin Provinsi Bengkulu yang meningkat, seperti yang juga dirilis oleh Tempo pada Juni 2013, dari 1.356 Desa di Provinsi Bengkulu, sebanyak 670 Desa termasuk kategori Desa tertinggal (terletak di daerah perbatasan, terisolir dan jauh dari akses pusat perkotaan). Desa tertinggal tersebut, tersebar Di Kabupaten Kaur 117 Desa, di Rejang Lebong 25 Desa, Bengkulu Selatan 65 Desa, Bengkulu Utara 99 Desa, Seluma 92 Desa, Muko-Muko 31 Desa, Lebong 62 Desa, Kepahiang 75 Desa, dan Bengkulu Tengah 104 Desa.
Peningkatan jumlah penduduk miskin dan masih banyaknya Desa yang termasuk kategori tertinggal tersebut, sangat berpotensi menyuburkan praktek money politik dan praktek curang lainnya dalam perebutan dan perhitungan suara pada Pemilu Legislatif 2014. Karena itu, apabila kurang diantisipasi, maka kasus-kasus hukum pada 2014, akan diwarnai oleh kasus-kasus hukum terkait penyelenggaraan pemilu 2014.
Kasus Korupsi Perangkat Desa
Dipenghujung tahun 2013, Undang-Undang (UU) Desa telah disahkan oleh DPR. Berdasarkan UU ini, tiap desa akan mendapatkan anggaran dari APBN yang besarnya paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan kabupaten atau kota dalam APBD. Angka tersebut dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Jika diangkakan, satu desa diperkirakan mendapat tambahan dana kurang lebih Rp 1 miliar setiap tahunnya.
Dana sebesar ini mesti ada pertanggungjawabannya secara administratif. Ketidak mampuan Kepala Desa dan aparat Desa dalam mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut, berpotensi mengakibatkan kepala desa dan perangkatnya akan tersandung kasus tindak pidana korupsi.
Sampai akhir tahun 2013 ini, masih ada aparat penegak hukum yang sangat formalistik, yang berpandangan bahwa kekeliruan administratif yang merugikan keuangan negara secara serta merta dianggap sebagai tindak pidana korupsi; sekalipun sesungguhnya dalam hukum administrasi negara terdapat cara yang dibenarkan untuk memperbaiki kekeliruan, dan mengembalikan (memulihkan) kerugian negara yang terjadi akibat kekeliruan tersebut.
Apabila pandangan aparat penegak hukum yang formalistik itu masih terus berlangsung, maka pada tahun 2014 ini, diprediksi akan banyak aparat Desa yang tersandung tindak pidana korupsi.
Potensi aparat Desa sebagai pelaku tindak Pidana Korupsi ini, akan menjadikan pelaku tindak pidana korupsi tahun 2014, tidak hanya melibatkan pejabat tinggi dan menengah perkotaan di Daerah ini, tetapi juga akan melibatkan pejabat rendahan di Pedesaan.
Penting pula diperhatikan, bahwa tahun 2014 ini merupakan tahun persiapan menghadapi pertarungan politik Pilkada tahun 2015. Kalangan politisi yang ambisius untuk ikut dalam persaingan Pilkada 2015, diprediksi akan berupaya membongkar kesalahan dan kekeliruan calon pesaing politiknya, untuk menurunkan derajat kepercayaan publik terhadap pesaingnya, bahkan bukan tidak mungkin mengarah pada upaya penjegalan terhadap lawan politiknya, melalui pembongkaran kasus kesalahan pesaing politiknya, terutama yang terarah pada tindak pidana korupsi.
Kualitas Vonis Pengadilan 2014.
Vonis pengadilan terutama terhadap kasus tindak pidana korupsi, sangat dituntut untuk dapat berkesesuaian dengan rasa keadilan rakyat, yang selama ini menghendaki agar pelaku tindak pidana korupsi divonis dengan hukuman yang lebih berat.
Pada paruh kedua tahun 2013, tuntutan rasa keadilan rakyat itu terlihat mulai direspon oleh pengadilan, dengan menjatuhkan vonis “tengah” , bukan hukuman minimal atau maksimal. Pada tahun 2014, diprediksi akan lebih banyak lagi hakim-hakim yang “berani” menjatuhkan vonis terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan hukuman yang semakin berat.
Tindakan Antisipasi
Prediksi meningkatnya jumlah kasus hukum pada tahun 2014 tentulah sangat tidak diharapkan benar-benar menjadi kenyataan. Karena itu diperlukan adanya sejumlah tindakan antisipasi, agar peningkatan kasus hukum itu dapat dicegah atau paling tidak dapat diminimalisir.
Guna meminimalisir kasus hukum yang umumnya muncul dari kemiskinan; seperti : pencurian, perampokan, penipuan dan penggelapan, Pemerintah daerah perlu melakukan paket kebijakan untuk memperbaiki kondisi perekonomian pada kelompok masyarakat miskin perkotaan maupun pedesaan. Pada saat yang sama, peningkatan kewaspadaan masyarakat dalam menjaga harta bendanya, serta uapaya menciptakan keamanan lingkungan, akan sangat membantu upaya memininalisir munculnya kasus hukum jenis ini.
Kasus hukum pelanggaran pemilu, seperti praktek money politik di level masyarakat, dapat juga diminimalisir melalui kegiatan pencitaan keamanan lingkungan.
Sementara pencegahan munculnya kasus hukum tindak pidana korupsi; terutama di kalangan aparat desa, dapat dilakukan melalui upaya diklat administrasi keuangan, agar mereka memiliki kemampuan dalam mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan negara.
Kemudian, aparat penegak hukum diharapkan tetap bekerja secara profesional dan obyektif berdasarkan fakta yang berhasil ditemukan, serta tidak terjebak oleh kekuatan-kekuatan non-hukum yang mungkin akan bermunculan, untuk memaksa aparat dalam melakukan penegakan hukum.(**)
Penulis adalah Direktur Pascasarjana Unihaz dan Ketua DPD ISHI Provinsi Bengkulu