Biaya Naik Kereta Sembilan Hari Separo Ongkos Sekali Naik Taksi
Jika transportasi publik di sini tidak dilirik karena gencarnya pengembangan mobil pribadi, hal sebaliknya terjadi di Jepang. Teknologi digunakan sebesar-besarnya untuk kenyamanan penumpang. Wartawan Jawa Pos Yudi Hananta selama seminggu lebih di Tokyo merasakan betul manfaatnya.
= = = = =
\"TANTANGAN kita sekarang adalah membuat mobil yang fun to drive dan mendorong anak muda untuk merasakan sensasi bermobil. Sebab, sistem transportasi Jepang ini sudah terlalu bagus sehingga mereka lebih memilih menggunakan transportasi umum daripada membeli mobil,\" ucap Masamichi Kogai, CEO Mazda Motor Corp, di Tokyo Motor Show 2013 beberapa waktu lalu.
Setelah sembilan hari beraktivitas di Tokyo, Jawa Pos mengakui, yang dikatakan Kogai benar. Mobilitas liputan dari satu distrik ke distrik lain paling nyaman dan murah jika dilakukan dengan kereta bawah tanah.
Pertengahan tahun lalu ada survei yang membuat pemeringkatan stasiun kereta tersibuk di dunia. Di antara 51 stasiun kereta yang disurvei dari seluruh dunia, hanya enam yang di luar Jepang
Sisanya, sebanyak 45 stasiun tersibuk di dunia, berada di seantero Jepang. Bahkan, yang menempati tiga stasiun tersibuk di dunia ada di Tokyo, yakni Stasiun Shinjuku (dilewati 1,3 juta orang per tahun), Shibuya (1,1 juta), dan terakhir adalah Ikebukuro (910 ribu).
Tak heran jika Shinjuku menjadi lalu lintas orang paling banyak melalui train station ini. Pasalnya, di suburb (kota satelit) itu banyak daerah wisata dan toko merek terkemuka maupun pusat bisnis.
Begitu juga halnya dengan Shibuya yang merupakan suburb \"paling muda\". Sebab, di daerah ini sulit ditemukan orang dengan usia lebih dari 40 tahun. Hampir semuanya anak muda di kota satelit ini.
Di Shibuya banyak sekali fashion outlet, salah satu yang terkenal dan terbesar adalah Shibuya 109, tempat dugem maupun tempat main game. Memang semuanya ditujukan untuk anak muda.
Perempatan Shibuya juga paling terkenal di dunia karena merupakan perempatan paling ramai sedunia, diseberangi sekitar dua miliar orang per tahun! Sampai-sampai dijadikan salah satu latar film franchise kebut-kebutan mobil The Fast and the Furious: Tokyo Drift, film Lost in Translation, dan Resident Evil: Afterlife.
Enaknya di Tokyo, kita tidak perlu takut tersasar karena menggunakan aplikasi Google Maps. Aplikasi penunjuk arah itu menunjukkan rute lengkap dan detail harus naik kereta jalur apa dengan tujuan mana, lalu harus ganti kereta di mana. Begitu pula jarak tempuh antarkereta dalam menit, juga tercantum dengan detail.
Apabila harus jalan kaki pun, tertulis berapa menit jalan kaki dan seberapa jauh jalannya. Begitu juga halnya apabila harus menggunakan bus. Itulah hebatnya negara yang penuh dengan teknologi.
Kebetulan, selama sembilan hari, saya sangat mengandalkan transportasi train ini dan saya bisa menjangkau hampir seluruh Tokyo. Dari pusat Kota Tokyo saya harus ke Machida, pabrik sepeda Cherubim yang jaraknya total 1,5 jam menggunakan train, juga mudah saya jalani.
Begitu pula halnya saat saya harus ke Yokohama yang jaraknya sekitar satu jam dari pusat Kota Tokyo, juga mudah saya jangkau. Semuanya hanya dengan panduan peta train dari Google Maps di iPhone.
Saat ada kawan yang memberi tahu bahwa di Distrik Aoyama ada sebuah jalan yang dipenuhi pohon ginkgo dan pada saat musim gugur seperti sekarang ini dedaunnya akan rontok, saking banyaknya sampai menutup jalan persis seperti karpet warna kuning, saya mencapai Aoyama pun dengan menggunakan kereta sekitar 30 menit dari pusat Kota Tokyo.
Dengan kereta ini pula saya bisa sampai ke salah satu pusat elektronik di Tokyo, yakni Akihabara. Ternyata, kota satelit ini adalah basis girlband AKB48 yang terkenal itu. AKB merupakan singkatan dari Akihabara atau bisa juga Akiba. Dan memang tepat di depan central exit Stasiun Akihabara terdapat AKB48 Cafe & Shop yang menjual banyak merchandise AKB48 sekaligus sebagai restoran maupun miniteater untuk konser AKB48.
Total selama sembilan hari saya di Tokyo, biaya transportasi mencapai 12 ribu yen (sekitar Rp 1,4 juta), terhitung sangat murah jika dibandingkan dengan menggunakan taksi. Saya kaget sekali saat diberi tahu bahwa menggunakan taksi dari Bandara Narita terminal 2 menuju hotel saya di kawasan Odaiba, dekat Tokyo Big Sight, menelan biaya sebesar 26 ribu yen (sekitar Rp 2,8 juta)! (*/c9/kim)