BENGKULU, BE - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan KPU daerah dinilai tidak bertanggung terhadap anggota dewan hasil Pemilu. Hal tersebut terlihat KPU tidak berperan saat anggota dewan atau kepala daerah yang melakukan pelanggaran, seperti korupsi, amoral dan tindak pidana lainnya. Ini disampaikan, Yulita Simajuntak, salah seorang peserta diskusi \"KPU To Campus\" yang digelar di laboratorium Sosiologi Uversitas Bengkulu, kemarin.
Menurut Yulita, selama ini KPU hanya bisa menyelenggarakan pemilihan umum dan menghasilkan anggota dewan. Setelah itu, KPU terkesan tak berfungsi dan tak mampu menjaga orang yang dihasilkannya itu. \"Kami melihat KPU ii hanya bekerja melepaskan kewajiban saja, setelah pemilu maka selesailah sudah tugas KPU dan menunggu pemilihan selanjutnya. Dimana KPU jika orang yang dihasilkannya itu bermasalah, apakah KPU hanya pekerja musiman saja selanjutnya memakan gaji buta,\" ungkap Yulita berapi-api.
Selain itu, KPU juga dinilai tidak berfungsi dan tidak memiliki kewenangan memberikan sanksi kepada anggota dean atau kepala daerah yang dihasilkannya. Sehingga KPU bagaikan macan ompong, hanya punya suara yang keras tapi tidak menakutkan.
\"Jika KPU terus seperti ini, maka dipastikan demokrasi di Indonesia ini tidak akan berjalan dengan sempurna,\" ucapnya.
Kedepan, katanya, mahasiswi Sosiologi ini berharap KPU mampu merubah aturan yang ada. Sehingga KPU tidak lagi berfungsi sebagai penyelenggara, namun juga sebagai juri yang bisa memantau dan memberikan sanksi terhadap uotputnya.
Mendapati kritikan itu, Anggota KPU RI Divisi Teknis Penyelenggaraan sekaligus Koordinator Wilayah (Korwil) Bengkulu, Juri Ardiantoro MSi tak memberikan komentar banyak. Menurutnya, KPU hanya diberikan tugas oleh Undang-undang untuk menyelenggarakan Pemilu, sedangkan hasilnya sama sekali tidak berkaitan dengan KPU. \"Sebenarnya kami ingin memiliki power seperti itu, tapi apa boleh buat kami bekerja di kerangkeng oleh undang-undang dan peraturan,\" ujarnya.
Juri mengaku, yang lebih berwenang menjatuhkan sanksi kepada anggota dewan yang bermasalah adalah partai pengusungnya. Karena KPU hanya bertindak sebagai panitia pemilih, sedangkan para caleg tersebut direkrut dan diusung oleh partai politik. (400)