62 Juta Data Pemilih Masih Bermasalah

Senin 04-11-2013,18:00 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BE – Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) mencatat perbaikan daftar pemilih untuk pemilu 2014 yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), masih menyisakan persoalan. Diperkirakan, 62 juta pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sebelumnya telah ditetapkan KPU Kabupaten/Kota, masih bermasalah. Direktur LIMA, Ray Rangkuti, merinci angka 62 juta data pemilih diduga masih bermasalah antara lain berasal dari 10,4 juta pemilih yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri, Irman, Jumat (1/11) lalu. Menurutnya, dari total 20,3 juta data pemilih temuan PDI Perjuangan yang menyebabkan KPU akhirnya menunda DPT nasional pada 23 Oktober lalu, hanya sebagian yang telah dapat diselesaikan baik oleh KPU maupun Kemendagri.  Selain itu, Kemendagri menurut Ray, beberapa waktu lalu juga menyebut ada sekitar 30-an juta pemilih yang ditetapkan dalam daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), tidak ditemukan datanya dalam daftar Pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP). Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan terdapat 10,8 juta pemilih yang bermasalah.“Jadi jika ditambahkan jumlah DPT yang bermasalah mencapai 62 juta pemilih,” katanya di Jakarta, Minggu (3/11). Melihat kondisi ini, Ray menyarankan KPU sebaiknya kembali menunda penetapan DPT nasional untuk yang kedua kalinya. Karena dengan total jumlah pemilih bermasalah mencapai 62 jiwa, jelas tidak ada argumen yang tepat untuk memaksakan penetapan DPT yang menurut rencana akan dilaksanakan Senin (4/11) hari ini. “Sekalipun kita mengurangi jumlah pemilih yang bermasalah tersebut hingga misalnya konsentrasi hanya pada jumlah sekitar 10,4 juta pemilih tanpa NIK, jumlah ini pun lebih dari cukup untuk mendesak KPU menunda penetapan DPT,” katanya. Ray menilai, alasan memaksakan penetapan DPT hanya karena persiapan penyediaan logistik sangat mendesak, jelas sangat tidak dapat diterima. Sebab logistik pemilu merupakan fasilitas Pemilu. Sementara pemenuhan hak pemilih, merupakan kewajiban utama penyelenggara Pemilu.  “Jadi tidak ada pemilu yang jujur dan adil jika terdapat puluhan juta pemilih kehilangan hak pilihnya karena tidak dapat diakomodasi oleh penyelenggara,” katanya. Menurut Ray, tujuan pemilu dilaksanakan bukan untuk mencetak dan mendistribusikan logistik pemilu. Tetapi dalam rangka memfasilitasi hak warga negara memilih pemimpin. (jpnn)

Tags :
Kategori :

Terkait