NEWORY--Sebuah penelitian Pusat Infeksi dan Imunitas di Universitas Columbia di AS terhadap binatang menunjukkan hasil yang mencengangkan. Bagaimana tidak, ternyata diduga setidaknya terdapat 320 ribu virus beredar pada sejumlah hewan.
\"Penelitian diperlukan guna mengidentifikasi virus penyebab penyakit terutama yang dapat menyebar ke manusia guna mencegah pandemi di masa depan,\" ujar Prof Ian Lipkin , direktur Pusat Infeksi dan Imunitas di Universitas Columbia di AS, seperti dilansir BBC (3/9).
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini bisa menghabiskan biaya lebih dari USD 6 miliar atau sekira Rp 60 triliun, tetapi ini hanya sebagian kecil dari biaya yang digunakan untuk menyelidiki virus yang berpotensi menjadi pandemi utama pada manusia.
\"Apa yang kita bicarakan adalah mendefinisikan berbagai macam keragaman virus dalam mamalia. Dan niat kami adalah ketika kita mendapatkan informasi lebih lanjut, kita akan dapat memahami prinsip-prinsip yang mendasari faktor penentu risiko,\" tambahnya.
Dijelaskannya, hampir 70 persen dari virus yang menulari manusia , seperti HIV , Ebola dan Respiratory Syndrome baru di Arab ( Mers) , berasal dari satwa liar. Untuk meneliti, saat ini para peneliti di AS dan Bangladesh tengah meneliti spesies kelelawar yang disebut flying fox .
Hewan ini membawa virus Nipah, yang jika menyebar ke manusia bisa membunuh. Dengan mempelajari 1.897 sampel yang dikumpulkan dari kelelawar, ilmuwan mampu menilai berapa banyak patogen lainnya.
Mereka menemukan hampir 60 jenis virus, sebagian besar belum pernah terlihat sebelumnya.Tim peneliti kemudian melakukan ekstrapolasi angka ini untuk semua mamalia yang dikenal, dan menyimpulkan setidaknya ada 320.000 virus yang belum terdeteksi.
Para peneliti mengatakan, identifikasi semua ini akan menjadi sangat penting untuk menjaga selangkah lebih maju dari penyakit yang bisa menjadi ancaman bagi kesehatan manusia .\"Jelas kita tidak bisa meneliti setiap binatang di planet ini , tapi kita bisa mencoba dan memetakan sebaik kita dapat menggunakan konsep disebut sebagai hotspot,\" pungkasnya.(esy/jpnn)