BENGKULU, BE - Seorang pedagang Pasar Kaget yang membuka lapak di Jalan KZ Abidin I, Susilawati (34), mengeluhkan besarnya pungutan yang ditarik oleh oknum Pemerintah Kota guna membayar retribusi lapak Pasar Kaget yang ia tempati. Ia mengaku membayar hingga Rp 500 ribu perbulan untuk itu.
\"Kami hanya berjualan minum-minuman ringan masak harus bayar segitu juga. Berapa lagi keuntungan yang bisa kami peroleh kalau sebesar itu,\" sampai penjual es buah dan cendol ini saat dijumpai, kemarin.
Sementara Rahmat Zein, warga Kebun Dahri, mengeluhkan macetnya jalanan akibat Pasar Kaget yang ada di beberapa titik Kota Bengkulu. \"Kelihatannya dalam hal ini Pemkot tidak mempunyai rencana yang matang. Kalau direncanakan dengan matang, seharusnya tidak sampai timbul kemacetan dimana-mana,\" tukas dia.
Diminta pendapatnya mengenai hal ini, anggota DPRD Kota Sofyan Hardi mengatakan, pada dasarnya keberadaan Pasar Kaget tidak bisa dihindari adanya. Menurut dia, Pasar Kaget Ramadhan ini sangat dibutuhkan warga untuk mencari makanan berbuka. \"Ramadhan lebih semarak dengan adanya Pasar Kaget itu. Ini sudah menjadi ciri khas,\" bebernya.
Hanya saja, lanjut Sofyan, Pemerintah Kota selayaknya melakukan evaluasi atas keberadaan beberapa Pasar Kaget yang sampai menimbulkan kemacetan. \"Seharusnya kemacetan ini dapat diantisipasi kalau seandainya Pemerintah Kota merencanakannya dengan matang. Setiap tahun ini hampir terjadi. Seharusnya tahun ini Pemerintah Kota bisa menyiapkan tempat berjualan khusus untuk para pedagang. Bisa saja di lapangan luar dekat stadion misalnya. Hal ini penting untuk membuat pedagang berdagang dengan tenang dan untung, pembeli nyaman namun pengguna jalan umum tidak terganngu,\" tandasnya.
Sofyan juga mengkritisi Rp 500 ribu dana retribusi yang dipungut oknum Pemerintah Kota untuk pasar kaget ini. Menurutnya jumlah ini terlalu tinggi, tidak sesuai dengan fasilitas yang disediakan. \"Seharusnya standar retribusinya cukup Rp 150 sampai Rp 250 ribu. Karena kalau Rp 500 ribu, berarti perhari sekitar Rp 17 ribu. Sangat memberatkan. Karena pedagang pasti juga harus dibebankan dana operasional, biaya angkut. Belum lagi upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak, lebaran dan lain-lain. Pemerintah sebaiknya dapat melindungi kesejahteraan mereka dengan cara menarik retribusi yang tidak terlalu tinggi,\" pungkasnya.
PAD Tak Jelas
Di sisi lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bengkulu, Drs H Ronny Elfian MSi, ditanyakan seputar pasar kaget tak dapat menjelaskan banyak. Selain belum mengetahui berapa lokasi titik digelarnya pasar kaget, juga tak diketahui berapa kontribusi berupa PAD yang disumbangkan pasar kaget itu.
Dikatakan mantan pejabat Bengkulu Selatan itu, banyaknya pasar kaget yang digelar masyarakat tidak semuanya dilaporkan ke Disperindag. Sehingga pasar kaget yang bisa memberikan kontribusi ke daerah hanya pada titik-titik di kawasan pasar tradisional seperti Barukoto dan Panorama. Sedangkan titik-titik pasar kaget yang digelar di sepanjang jalan protokol sebagian besar dikelola pihak kelurahan dan organisasi pemuda dan masyarakat.
Namun menurut Kadisperindag, itu bukan ilegal, tetapi keberadaan pasar kaget dengan menggunakan median jalan raya itu biasanya melapor ke Dinas Perhubungan meminta izin, dan pengaturan lalu lintasnya. \"Disperindag tidak mengetahui berapa banyak titik lokasi pasar kaget, di luar pengelolaan UPTD pasar, karena banyak pasar kaget yang tidak melaporkan ke Disperindag, \" ungkap Tonny.
Bahkan menurut Tonny, persentase PAD yang disumbangkan dari PAD, hampir setiap tahun tidak ada. \'\'Kemarin memang diusulkan bisa memberikan kontribusi terhadap daerah sebesar 10 persen dari titik lapak yang ada, namun saat rapat digelar, usulan itu belum mendapatkan keputusan, dengan demikian keputusan PAD sendiri belum jelas,\" tukasnya. (009/247)