Ichwan-Rosna Menikah, Jalani Hidup Sederhana (3)

Senin 29-04-2013,15:15 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Sungguh pun Ichwan sejak pertama kali meninggalkan kampung halamannya, sudah hidup di kota. Mulai dari sekolah di Bengkulu, Palembang, Bandung, kemudian bekerja di Jakarta, Medan dan kembali lagi ke Jakarta.  Namun  ia selalu menjaga diri untuk tidak terlalu terpengaruh dan tergoda dengan kemilau kemewahan hidup di perkotaan.

Bila terpengaruh dan larut dalam gaya hidup di kota, sedangkan keberadaannya sendiri pegawai negeri yang penghasilannya sudah sangat terukur, maka hanya ada 2 kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya. Pertama, ia akan melakukan berbagai macam cara, termasuk hal-hal yang tidak terpuji, seperti korupsi, manipulasi dan sebagainya.  Cara tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan kehidupan mewah yang sesungguhnya belum mampu ia dapatkan dan belum pantas ia miliki.

Kemungkinan kedua, ia akan mengalami gangguan mental dan emosional (stres) karena tidak mampu memenuhi hasratnya yang terlalu tinggi. Membiasakan hidup sederhana adalah jawaban yang tepat dari persoalan tersebut.

Sadar akan keprihatinan hidupnya, turut memotivasi kesederhanaan hidup Ichwan.  Tidak sedikit orang yang tadinya hidup prihatin, kemudian dengan kegigihannya memperoleh keberhasilan.  Kekayaan yang melimpah ruah, ia akan mudah memperoleh apa yang diinginkannya, lantas lupa diri, sombong, angkuh seolah tidak lagi membutuhkan orang lain. Ia sudah lupa bagaimana dulu pernah hidup susah, sehingga tidak ada hasrat untuk berbagi kepada sesama yang sangat membutuhkan. Contoh tidak baik seperti ini sedapat mungkin dihindari oleh Ichwan dengan menerapkan pola hidup sederhana di tengah-tengah keluarganya.

Kesederhanaan keluarga Ichwan dapat pula terlihat pada aktivitas isterinya yang tidak terlalu gemar memanjakan diri dengan bersolek dan berhias berlebihan layaknya isteri pejabat.  Sekali pun ia terbiasa hidup di kota, bahkan pernah tinggal selama lebih dari dua tahun di Amerika. Tidak pernah ada perasaan gengsi, malu atau rendah diri ketika ia berusaha mengimbangi kerja keras suaminya dengan berjualan (membuka warung) di pasar, membuka salon di rumahnya, dan membuka usaha menjahit.

Untuk usaha yang disebutkan terakhir ini, pernah mengalami kemajuan yang cukup pesat, usaha menjahitnya pernah memiliki karyawan mencapai 30 orang.  Sampai ia harus mendampingi Ichwan sebagai Ibu Bupati, usaha ini masih berjalan.

Di luar rumah, pola hidup sederhana akan membuat pergaulan menjadi supel, dan elastis. Ia akan lebih mudah diterima dan menyesuaikan diri di berbagai kalangan; tua, muda, anak-anak, laki dan perempuan; kalangan pengusaha, pejabat, petani, pedagang, buruh sampai gembel sekali pun.

Paling tidak inilah yang selama ini dirasakan oleh Ichwan, seumur hidupnya belum pernah menemukan kesulitan dalam bergaul. Apa lagi setelah menjadi Bupati Mukomuko, yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat pedesaan, manfaat pola hidup sederhana lebih terasa olehnya.

Berbeda dengan orang yang terbiasa hidup perlente dan/atau mewah, mereka akan kesulitan bergaul dengan masyarakat yang bukan kelasnya.Kesulitan tersebut terutama datang dari dirinya sendiri, karena tidak terbiasa, maka pasti akan kaku. Begitu pula terhadap orang lain yang biasanya selalu menjaga jarak, karena merasa segan dan sungkan.(bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait