Melangkah Menuju Kemandirian Pangan Beras di Perbatasan

Selasa 25-11-2025,14:35 WIB
Reporter : ANTARA
Editor : Rajman Azhar

BACA JUGA:Dua Tersangka Baru Korupsi Tambang Dilimpahkan ke Kejari Bengkulu

BACA JUGA:Presiden Minta KKP Buat Seribu Kampung Nelayan Merah Putih tahun 2026

Pilar kedaulatan

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (KPP) Natuna Wan Syazali menegaskan peningkatan produksi prtanian membuktikan lahan sawah padi di daerah itu berpotensi untuk menghasilkan lebih, hanya saja perlu digarap maksimal, dengan bantuan berkelanjutan.

Keberhasilan awal ini penting untuk ketahanan pangan daerah dan kepentingan nasional. Sebagai wilayah perbatasan, Natuna berperan strategis menghadapi tantangan global, termasuk ancaman terhadap jalur distribusi pangan.

Langkah Natuna menuju kemandirian pangan memiliki arti lebih dari sekadar peningkatan produksi. Di tengah situasi geopolitik yang tidak pasti, kemampuan daerah memenuhi kebutuhan sendiri merupakan bagian dari upaya pertahanan negara.

Meski produksi masih jauh dari kebutuhan ideal, namun keberhasilan meningkatkan panen membuktikan Natuna mampu dan kita juga tidak boleh menampik bahwa perjalanan menuju kemandirian memang panjang, namun arah yang ditempuh sudah tepat dan terukur.

Natuna, kini tidak hanya menunggu beras dari luar. Daerah itu sedang menanam masa depan, masa depan ketika warga perbatasan dapat makan dari hasil tanah sendiri dan memperkuat kedaulatan bangsa dari titik terluar Indonesia.

Keberpihakan pemimpin

Di tengah langkah daerah perbatasan, seperti Natuna, mengejar kemandirian pangan, pemerintah pusat terus memberi dorongan baru yang terasa langsung oleh daerah.

Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan besar, menurunkan harga pupuk bersubsidi hingga 20 persen. Kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa negara hadir mendukung petani, terutama mereka yang berada di wilayah paling luar Indonesia.

Bagi petani Natuna yang sedang giat meningkatkan produksi padi, turunnya harga pupuk menjadi angin segar. Selama ini, tingginya biaya produksi menjadi batu sandungan. Pupuk adalah komponen biaya terbesar, dan penurunan harga memberi ruang lebih baik bagi petani untuk mengelola lahan dengan optimal.

Harga sejumlah pupuk subsidi, kini lebih terjangkau. Urea turun dari Rp2.250 per kilogram menjadi Rp1.800. Pupuk NPK dari Rp2.300 per kilogram menjadi Rp1.840. Bagi petani skala kecil, setiap selisih harga berarti tambahan napas untuk terus menanam.

Menurut Perwakilan PT Pupuk Indonesia Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Yandika Dwi Reganata, pemerintah resmi menurunkan harga eceran tertinggi (HET) seluruh jenis pupuk bersubsidi sejak 22 Oktober 2025. Kebijakan ini langsung berlaku di seluruh daerah penyaluran.

Pupuk yang disalurkan setelah tanggal tersebut, namun masih menggunakan harga lama akan disesuaikan. Selisih harga akan dikembalikan kepada petani, sesuai HET terbaru, sehingga tidak ada petani yang dirugikan selama masa transisi perubahan harga.

Selain membantu menekan biaya, kebijakan ini memperkuat pesan penting bahwa ada keberpihakan pemimpin terhadap petani dan keseriusan terhadap ketahanan pangan nasional.(ANTARA)

Kategori :