OPINI - Setiap langkah kaki yang melintasi koridor kampus Muhammadiyah membawa makna yang dalam bagi saya. Sebagai seorang dosen pada Universitas Muhammadiyah Bengkulu, saya bukan hanya mengemban tugas mengajar, tetapi juga mewarisi amanah mulia yang telah diperjuangkan KH Ahmad Dahlan sejak 113 tahun silam.
Bekerja di lingkungan Muhammadiyah bukan sekedar profesi, melainkan panggilan jiwa untuk menjadi bagian dari gerakan pencerahan yang terus menyalakan obor ilmu pengetahuan di tengah masyarakat.
Setiap semester yang berlalu, setiap mata kuliah yang saya ampu, dan setiap mahasiswa yang saya bimbing menjadi bukti nyata bahwa cita-cita pembaruan yang digagas pendiri persyarikatan ini masih terus berdetak dengan kuat.
Muhammadiyah telah mengajarkan saya bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer pengetahuan, tetapi transformasi karakter. Di ruang kelas, saya tidak hanya berbagi teori dan konsep akademis, tetapi juga menanamkan nilai-nilai Islam yang progresif, semangat kewirausahaan, dan kepedulian sosial yang menjadi roh Muhammadiyah.
BACA JUGA:Menjaga Nilai di Era Digital Perpustakaan
Setiap diskusi dengan mahasiswa menjadi medan dakwah intelektual, dimana kami bersama-sama mengkaji bagaimana ilmu yang dipelajari dapat menjadi solusi bagi permasalahan umat. Inilah esensi dari tajdid yang selalu didengungkan Muhammadiyah,pembaruan yang berlandaskan pada al-Qur'an dan as-Sunnah, namun responsif terhadap perkembangan zaman.
Menjadi bagian dari keluarga besar Muhammadiyah memberikan saya perspektif yang luas tentang arti pengabdian. Di institusi ini, saya belajar bahwa dosen bukan hanya pendidik di kelas, tetapi juga menjadi agen perubahan di masyarakat. Melalui kegiatan pengabdian masyarakat, penelitian yang berorientasi pada pemecahan masalah sosial, dan keterlibatan dalam berbagai program persyarikatan, saya merasakan bagaimana Muhammadiyah menghubungkan dunia kampus dengan realitas kehidupan umat.
Setiap program yang kami jalankan, mulai dari pelatihan yang membawa kebermanfaatan untuk masyarakat, pendampingan, hingga kampanye literasi digital, adalah wujud nyata dari misi Muhammadiyah untuk memajukan kesejahteraan bangsa.
Perayaan Milad Muhammadiyah ke-113 ini menjadi momen refleksi yang sangat berharga bagi saya. Saya merenungkan perjalanan panjang persyarikatan yang telah melampaui satu abad lebih, dengan ribuan amal usaha yang tersebar diseluruh nusantara. Dari sekolah, rumah sakit, panti asuhan, hingga perguruan tinggi - semua adalah manifestasi dari semangat "berkemajuan" yang tidak pernah padam.
Sebagai dosen disalah satu amal usaha Muhammadiyah, saya merasa menjadi mata rantai yang menghubungkan masa lalu penuh perjuangan dengan masa depan yang penuh harapan. Setiap mahasiswa yang lulus dari kampus kami adalah benih-benih perubahan yang akan terus menyebarkan nilai-nilai Muhammadiyah ke berbagai penjuru negeri.
BACA JUGA:Dari Ornamen Rumah Adat Ke Kain Batik Les Plank
Tema Milad tahun ini, "Memajukan Kesejahteraan Bangsa," sangat sejalan dengan pengalaman saya sebagai pendidik. Saya menyaksikan langsung bagaimana pendidikan Muhammadiyah telah mengubah nasib banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga sederhana menjadi sarjana yang kompeten dan berakhlak mulia. Mereka tidak hanya sukses secara akademis, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi hal ini sebuah karakter khas yang ditanamkan melalui sistem pendidikan Muhammadiyah.
Kesuksesan para alumni yang kini berkontribusi di berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, dunia usaha, hingga organisasi sosial, adalah bukti bahwa Muhammadiyah berhasil mencetak generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga memiliki integritas dan komitmen untuk membangun bangsa.
Di tengah dinamika kehidupan kampus yang kadang penuh tantangan, nilai-nilai Muhammadiyah menjadi kompas yang menuntun setiap keputusan dan tindakan saya. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, kerja keras, inovasi, dan keikhlasan bukan sekadar slogan yang terpampang di dinding ataupun sebuah slogan, tetapi menjadi ruh yang menghidupi setiap aktivitas keseharian.
Ketika menghadapi mahasiswa yang mengalami kesulitan finansial, saya teringat pada semangat Muhammadiyah yang selalu mengutamakan kepedulian terhadap yang lemah. Ketika merancang kurikulum, saya terinspirasi oleh visi Muhammadiyah untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman. Inilah yang membuat profesi saya sebagai dosen menjadi lebih bermakna karena ia adalah bagian dari gerakan yang lebih besar untuk mencerdaskan bangsa.