BENGKULUEKSPRESS.COM – Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui kuasa hukumnya menyatakan akan melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan.
Hal ini disampaikan oleh Tim Hukum Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Rohidin-Meriani (Romer), Jecky Haryanto SH didampingi tim kuasa hukumnya yang lain.
Jecky menegaskan, pihaknya akan segera mengajukan permohonan praperadilan atas status tersangka yang disematkan pada Rohidin Mersyah ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mengingat domisili kantor KPK berada di wilayah tersebut.
"Upaya hukum yang kita lakukan dengan mengajukan praperadilan," ujar Jecky.
Pengajuan praperadilan ini direncanakan akan dilakukan setelah proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlangsung pada 27 November 2024. Tim hukum juga tengah mempersiapkan sejumlah alat bukti untuk memperkuat argumen mereka agar status tersangka Rohidin bisa dibatalkan oleh pengadilan.
"Kita siapkan semua materi untuk mengajukan permohonan praperadilan dalam waktu dekat," tambah Jecky.
Jecky menjelaskan, pihaknya memiliki sejumlah alasan untuk mengajukan praperadilan, salah satunya terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan informasi yang diperoleh, rangkaian kegiatan OTT ini telah dimulai sejak Mei 2024, namun tindakan tangkap tangan baru dilaksanakan pada 23 November 2024, mendekati masa pemilihan Pilkada.
"Semestinya proses terhadap laporan masyarakat ini dapat dilakukan dengan prosedur normal, bukan dengan metode tangkap tangan," jelasnya.
Jecky juga menegaskan bahwa peristiwa hukum yang melibatkan Rohidin Mersyah dan beberapa pejabat Pemprov Bengkulu bukan merupakan tangkap tangan, mengingat penangkapan tersebut tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan bahwa tangkap tangan harus dilakukan ketika pelaku tertangkap sedang melakukan atau segera setelah melakukan tindak pidana.
Selanjutnya, Jecky mengkritik penetapan status tersangka terhadap Rohidin, yang menurutnya belum didukung oleh dua alat bukti yang relevan secara hukum. Tim hukum Romer juga menganggap bahwa keterlibatan langsung Rohidin dalam dugaan pemerasan yang dituduhkan oleh KPK belum tergambar dengan jelas.
Selain itu, Jecky menyoroti kewenangan KPK dalam menangani tindak pidana korupsi pada masa Pilkada, yang berkaitan dengan ASN dan politik uang.
Menurutnya, hal ini juga bersinggungan dengan kewenangan Bawaslu serta Gakkumdu yang mengatur pidana pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu, ia menyarankan agar proses hukum dan penetapan tersangka terhadap Rohidin ditunda sampai Pilkada selesai demi memberikan ruang bagi proses demokrasi yang berjalan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
"Kewenangan Bawaslu dan Gakkumdu harus dihormati, dan proses hukum seharusnya ditunda sampai Pilkada selesai," pungkas Jecky.