Ichwan Yunus Mencari Cinta (6)

Rabu 10-04-2013,11:04 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Menemukan Pasangan Hidup Seperti halnya cinta pertama, kegagalan cinta kedua di Medan bagi Ichwan Yunus tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas kesehariannya. Apalagi sampai mengganggu konsentrasi dalam bekerja. Kegagalan cinta bagi Ichwan Yunus, tidak lebih dari sekedar dinamika kehidupan yang akan menjadi bagian dari masa lalu. Bedanya adalah, jika kegagalan cinta pertamanya sempat menggulung layar cintanya untuk beberapa tahun lamanya, maka kegagalan cinta kedua ini tidak membuat surut keinginannya yang kuat untuk segera mempunyai pendamping hidup. Mungkin karena faktor usianya yang semakin matang dan kondisi kehidupan pribadinya yang relatif sudah cukup dan mampu untuk membangun mahligai keluarga. Sampai suatu saat bulan puasa tahun 1967, ketika itu Ichwan masih dalam tugas belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Keuangan Negara (STIKEN) Jakarta, libur cukup panjang.  Ichwan Yunus memanfaatkan liburan itu untuk berlebaran di kampung halamannya, karena rasa rindu yang tak tertahankan kepada Ibu, saudara, kerabat dan handai taulan. Ia juga sudah sangat merindukan suasana kampung halaman tempat ia menghabiskan masa kecilnya dengan bermain dan bersendau gurau bersama teman-ternan sebayanya. Tidak lama setelah ia berada di kampung halamannya, ia mulai mencari informasi tentang gadis desanya melalui teman-teman terdekatnya semasa kecil. Suatu saat, ketika bertandang dan berkumpul bersama beberapa temannya. Mereka saling bertukar cerita, kisah dan informasi, Ichwan Yunus  bercerita banyak tentang pengalamannya dalam berjuang meraih cita-cita, dari kisah lucu menggelikan, kisah sedih memilukan sampai pada kisah percintaan yang kandas karena Gestapu dan tidak mendapat restu orang tua. Begitu pula dengan teman-temannya, yang bercerita tentang lika-liku perjalanan dan perjuangan hidup dikampung halamannya semenjak ditinggal Ichwan. Banyak diantara teman-teman dekatnya semasa kecil, kini sudah berumah tangga dan mempunyai anak, sehingga pergaulannya pun sudah tidak seakrab mereka yang masih bujangan. Di sela-sela obrolan tersebut, Ichwan lantas mengutarakan keinginannya untuk segera mengakhiri masa lajangnya dan ia berharap ada gadis di desanya yang cocok dan mau menerimanya sebagai suami. Terhadap keinginan Ichwan untuk segera menikah, sama sekali tidak aneh bagi kawan-kawannya, karena baik dari segi umur maupun kemapanan hidup Ichwan sudah pantas seharusnya memikirkan hal itu. Akan tetapi terhadap harapan Ichwan Yunus untuk mempersunting gadis desanya, terasa aneh bagi mereka, karena mereka tahu persis bahwa sahabat mereka yang bernama Ichwan Yunus ini sejak tamat Sekolah Rakyat (SD) merantau ke kota. Melanjutkan sekolah sampai bekerja di kota, mereka juga tahu persis bahwa teman sepermainan mereka semasa kecil ini adalah sosok periang, enerjik dan pandai bergaul serta setia terhadap teman-temannya.  Mereka juga menyaksikan Ichwan kecil tidak hanya disenangi oleh kawan-kawan sejenis, tapi teman-teman wanita juga “lengket” kepadanya. Mereka tahu bahwa sahabat lama yang berada di depan mereka ini sekarang berpendidikan tinggi dan sudah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Mereka membayangkan tidak akan mungkin seorang Ichwan kesulitan dalam mencari pasangan hidupnya di kota. Sehingga ungkapan Ichwan yang berharap mendapatkan jodoh dikampung halamannya itu ditanggapi dingin oleh teman-temannya. Mereka menganggap Ichwan hanya bercanda. Namun setelah melihat betapa gigihnya Ichwan Yunus meyakinkan mereka. Terlebih ketika ia memohon kepada mereka untuk memberikan informasi dan referensi tentang gadis desanya yang kira-kira cocok untuknya, barulah kawan-kawannya percaya akan keseriusan Ichwan. Lalu dengan perlahan tapi pasti, teman-teman terdekat Ichwan menggambarkan satu persatu tentang kepribadian, latar belakang pendidikan dan keluarga beberapa gadis desanya, yang kira-kira cocok dengan Ichwan. Sampailah kepada giliran gadis bernama Rosna yang menurut teman-temannya berpenampilan menarik, berpendidikan cukup, berprofesi sebagai guru Taman Kanak-Kanak di desanya dan mempunyai latar belakang keluarga yang baik-baik. Entah mengapa, Ichwan seketika tergetar, merasa penasaran ingin cepat-cepat melihat dan mengenal lebih dekat yang satu ini, tapi ia segera sadar bahwa masyarakat kampung halamannya itu masih memegang teguh adat istiadat, termasuk tata krama pergaulan muda mudi, salah sedikit saja bisa berakibat fatal.  Ia dan keluarganya akan menjadi pembicaraan orang, bahkan mungkin dihujat dan dicaci oleh masyarakat desanya.(bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait