BENGKULUEKSPRESS.COM - Banyak penderita kelainan seksual mungkin tidak menyadari bahwa dirinya mengalami kondisi tersebut. Padahal, jika tidak dikenali dan ditangani, kelainan seksual bisa berpotensi membahayakan keselamatan diri penderita atau orang lain yang menjadi pasangan seksualnya.
Dalam dunia kedokteran, kelainan seksual atau perilaku seksual menyimpang yang muncul secara berulang kali disebut parafilia. Perilaku seks bisa disebut menyimpang ketika hasrat dan perilaku seksual seseorang melibatkan suatu bentuk aktivitas, objek, baik orang atau benda, maupun situasi yang umumnya tidak menimbulkan rangsang erotis pada orang lain secara umum.
BACA JUGA:Masokis! Bentuk Penyimpangan Seksual yang Berbahaya
Penderita kelainan seksual mungkin ada yang merasa tidak nyaman dengan gangguan yang dimilikinya, tapi ia sering kali tidak berdaya untuk melawan atau mengubah hasrat tersebut. Bahkan, sebagian di antaranya tidak tahu bagaimana cara menghindari dan mengatasi kelainan seksualnya, sehingga bisa berdampak pada kualitas hidup dan kehidupan seksualnya dengan pasangan.
Mengenali Jenis-Jenis Kelainan Seksual
Jenis-jenis kelainan seksual parafilia ada beragam, di antaranya:
1. Pedofilia
Orang dengan pedofilia memiliki fantasi, ketertarikan, atau perilaku seksual menyimpang terhadap anak kecil, dengan usia kurang dari 13 tahun. Sementara itu, pelaku pedofilia yang memiliki ketertarikan seksual terhadap balita dengan usia kurang dari 5 tahun disebut dengan infantofilia.
Perilaku seksual menyimpang ini meliputi mengajak anak untuk melihat Si Pelaku melakukan masturbasi, mengajak anak untuk telanjang, menyentuh organ kelamin anak, atau bahkan melakukan aktivitas seksual, seperti oral seks atau penetrasi dengan anak-anak.
BACA JUGA:Tips Memilih Kontrasepsi yang Aman untuk Ibu Menyusui
2. Eksibisionisme
Eksibisionisme adalah perilaku ketika seseorang kerap mempertontonkan organ kelaminnya pada orang asing. Orang ini punya kecenderungan ingin membuat orang lain terkejut, takut, atau terkesan dengan perilakunya tersebut. Bahkan, orang yang memiliki kelainan seksual ini juga bisa saja sering bertelanjang di tempat umum.
Meski biasanya tidak diiringi dengan tindakan lebih lanjut, seperti penyerangan atau kekerasan seksual terhadap orang lain, tapi ada kalanya orang yang memiliki kelainan ini berani melakukan masturbasi di tempat umum sambil memperlihatkan kemaluannya.
3. Voyeurisme
Voyeurisme merupakan kelainan seksual ketika seseorang meraih kepuasan seksual dengan mengintip atau mengamati orang yang sedang berganti pakaian, mandi, atau melakukan aktivitas seksual. Orang yang memiliki kelainan ini biasanya tidak tertarik untuk menjalin kontak seksual dengan korban. Mereka pun biasanya akan mencapai orgasme dengan melakukan masturbasi sambil mengintip. Sebagian orang yang menderita kelainan seksual ini mungkin juga bisa sering melakukan stalking atau mengintai korban seksualnya.
BACA JUGA:Cegah Kehamilan secara Permanen dengan KB Steril
4. Froteurisme
Penderita froteurisme memiliki kecenderungan untuk menggesek organ kelaminnya pada tubuh orang asing, termasuk di tempat umum. Kelainan seksual ini paling sering ditemui pada pria dengan dengan rentang usia 15−25 tahun dengan kepribadian yang cenderung pemalu.
6. Fetisisme
Penderita fetisisme memilliki gairah seksual terhadap benda mati, seperti celana dalam atau sepatu wanita. Hasrat seksual orang dengan fetisisme bisa bangkit dengan hanya menyentuh atau menggunakan benda-benda tersebut. Benda ini terkadang juga digunakan ketika berhubungan seksual dengan orang lain. Bahkan, ada kalanya benda tersebut bisa menggantikan hubungan seksual yang sesungguhnya dengan orang lain.
Fetisisme sering dianggap sama dengan parsialsme. Padahal, keduanya adalah kondisi yang berbeda. Seperti yang telah disebutkan, fetisisme merupakan ketertarikan seksual pada benda mati. Sementara itu, parsialisme adalah ketertarikan seksual pada bagian tubuh tertentu, seperti dada, bokong, atau kaki orang lain.
BACA JUGA:Belum Mau Punya Momongan? Kenali 3 Metode KB Alami untuk Cegah Kehamilan
7. Transvestitisme
Transvestitisme adalah kelainan atau penyimpangan seksual di mana seseorang merasa bergairah dan terangsang secara seksual ketika ia berdandan atau mengenakan pakaian lawan jenisnya. Transvestitisme lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Agar tidak ketahuan, sebagian pria yang menderita kelainan ini akan menggunakan pakaian dalam wanita di balik pakaian yang digunakan sehari-hari.
8. Masokisme seksual
Penderita masokisme meraih kepuasan seksual ketika ia mendapat kekerasan, baik secara verbal atau nonverbal, seperti digigit, diikat, atau dipermalukan dengan kata-kata kasar dan merendahkan. Penderita masokisme bahkan dapat menyayat atau membuat luka bakar pada dirinya demi sebuah kepuasan.
Orang yang menderita kelainan masokisme sering kali mencari pasangan yang memiliki kepuasan seksual dengan melakukan sebuah kekerasan (sadisme). Perilaku seks yang demikian disebut sebagai sadomasokisme. Biasanya, pasangan sadomasokisme melakukan BDSM atau aktivitas seksual dengan jeratan atau ikatan (bondage), pemukulan pada bokong (spanking), atau simulasi seksual (scene), seperti penculikan atau pemerkosaan.
BACA JUGA:Pemkab Mukomuko Siapkan Tiga Pendamping untuk Calon Haji 2025
9. Sadisme seksual
Penderita sadisme seksual terus-menerus memiliki fantasi dan mendapatkan kepuasan seksual dari menyiksa pasangannya secara psikologis dan fisik, seperti memerkosa, menyiksa, atau menghina.Dengan melakukan perilaku ini, penderita merasa berkuasa terhadap korbannya. Pelaku sadisme yang terlalu ekstrim bisa saja melakukan kekerasan seksual dan fisik hingga melanggar hukum pidana. Penderita kelainan seksual ini umumnya perlu mendapatkan penanganan dan pemantauan dari psikiater.
10. Asfiksiofilia
Penderita asfiksiofilia atau asfiksia erotik akan merasa puas dan bisa mencapai orgasme ketika ia dicekik. Penderita kelainan seksual ini bisa melakukan pencekikan terhadap dirinya sendiri atau meminta pasangannya untuk mencekiknya.
Tindakan pencekikkan bisa dilakukan dengan tangan atau barang-barang tertentu, seperti syal dan pakaian. Bahkan, ada pula yang menutup kepalanya dengan kantong plastik untuk mencapai orgasme yang diinginkan. Asifiksifiolia terbilang berbahaya. Pasalnya, meski tidak bermaksud untuk bunuh diri, kegiatan seksual ini bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah di wajah, sesak napas, hingga kematian.
Selain yang disebutkan di atas, masih ada banyak kelainan seksual lain yang bisa terjadi, misalnya necrophilia atau ketertarikan secara seksual terhadap mayat dan coprophilia atau kelainan seksual di mana pelakunya merasa terangsang ketika melihat, menyentuh, atau bahkan mengonsumsi kotoran (feses) orang lain.
BACA JUGA:Astra Motor Bengkulu Mengadakan Skena Garage Bersama Media Partner
Penyebab dan Cara Menangani Kelainan Seksual
Parafilia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Meski penyebabnya belum diketahui, ada beberapa kondisi yang diduga bisa memicu parafilia, antara lain:
- Trauma pada masa kecil, misalnya pernah mengalami pelecehan seksual dari orang lain
- Kesulitan mengekspresikan perasaan dan sulit memulai hubungan dengan orang lain
- Gangguan kepribadian
- Berulang kali mendapatkan aktivitas seksual yang menyenangkan terhadap situasi dan objek tertentu, sehingga terbentuklah penyimpangan seksual pada situasi dan objek tersebut
Sayangnya, sebagian besar kasus kelainan seksual atau parafilia belum bisa disembuhkan secara total. Tujuan utama penanganan pasien parafilia adalah untuk membatasi dan mencegah perilaku seksual pasien agar tidak membahayakan dirinya dan orang lain, terutama pasangan seksualnya.
BACA JUGA:Bisakah Uang Haram, Hasil Judi atau Riba Dibersihkan, Berikut Penjelasan Ustaz Khalid Basalamah
Pada umumnya, orang yang memiliki parafilia perlu mendapat penanganan dari psikolog dan psikiater. Untuk menangani kelainan seksual, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:
- Konseling dan psikoterapi, untuk membantu pasien mengontrol dorongan atau impuls seksual
- Pemberian obat-obatan, misalnya obat antidepresan dan obat antiandrogen, untuk mengontrol hasrat seksual
- Terapi perilaku, untuk mengatasi perilaku seks yang menyimpang, atau untuk mengatasi masalah psikologis lain yang mungkin juga diderita oleh pasien, misalnya penyalahgunaan minuman beralkohol atau narkoba
Mengobati kelainan seksual sangat penting untuk dilakukan. Jika tidak terkontrol, hasrat seksual yang menyimpang bahkan bisa membuat pasien berisiko melakukan kekerasan atau pelecehan seksual terhadap orang lain di masyarakat.