JAYAPURA--Kabar menyedihkan datang dari pedalaman Papua Barat. Sedikitnya 95 anak di tiga kampung kawasan Distrik Kwor, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, dikabarkan meninggal gara-gara busung lapar dan wabah penyakit.
Kabar itu disampaikan Ketua Badan Pengurus LSM Belantara, seorang penginjil, dan seorang tokoh masyarakat setempat. Ketua LSM Belantara Papua Barat Abner Korwa mengatakan, kematian sebanyak itu terjadi pada Oktober 2012 hingga Maret 2013.
\"Kami ada tim yang turun bersama dengan kodim. Kami mau tahu situasi di lapangan,\" katanya.
Berdasar data yang dikumpulkan LSM Belantara, di salah satu kampung, yakni Kampung Bakti, sekitar 15 anak meninggal berturut turut dalam waktu dua minggu. \"Setelah kami cek, Kadis Kesehatan Tambrauw hanya menjawab karena tidak ada petugas kesehatan dan tidak ada obat-obatan di daerah itu,\" ujar Abner.
Sakit yang diderita adalah keluhan gatal-gatal yang kemudian timbul bengkak, bisul, lalu panas tinggi, dan karena tidak tertolong meninggal dunia. \"Kebanyakan anak kecil, balita. Ada yang berumur 10 tahun dan 2\"3 orang dewasa,\" ucap Abner.
Warga yang kampungnya terserang wabah penyakit, lanjut Abner, sudah mengungsi ke kampung lain. \"Tidak ada orang lagi di tempat itu (kampung yang terserang wabah, Red). Itu sudah menjadi tradisi mereka. Kalau ada wabah, mereka mengungsi,\" paparnya.
Distrik Kwor bisa dijangkau dengan menggunakan perahu selama satu hari dari Sorong. Kemudian, untuk mencapai kampung yang dimaksud, dapat ditempuh 3-5 hari dengan berjalan kaki.
\"Yang dibutuhkan adalah selimut, makanan, makanan kemasan, susu, dan gula. Mungkin kekurangan darah. Dan begitu kena panas, gatal, dan daya tubuh rendah, akhirnya tidak bisa tertolong,\" ungkap Abner.
Kesulitan lainnya, masyarakat di sana sulit berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Karena itu, pihak yang datang dan ingin memberikan pertolongan harus mencari penerjemah bahasa lokal untuk menggali keterangan dari penduduk.
\"Pemda mengganggap ini bukan kejadian luar biasa. Terbukti, di arena kejadian tidak ada petugas kesehatan dan suplai obat tidak lancar. Persoalan kematian tidak ada yang diurus oleh pemda. Pemda bilang bukan wabah atau busung lapar penyebab kematian mereka,\" ujar Abner.
Informasi juga disampaikan seorang penginjil di kampung Bikar bernama Hans Mambrasar dan seorang tokoh masyarakat Kosyefo bernama Lukas Yesnat. Dua kampung tersebut berdekatan dengan kampung yang terserang wabah. Menurut mereka, rata-rata yang meninggal adalah anak-anak yang masih minum ASI dan baru bisa berjalan.
\"Jenis bantuan yang dibutuhkan, selimut, makanan nutrisi kemasan, antibiotik, malaria, tetes mata, kasa, kapas, alkohol, kapas perban, plester rol, betadine, dan garam beryodium,\" ujar Hans.
Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dr Cipto mengatakan, informasi yang sudah beredar harus diluruskan. \"Besok tim Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat turun. Sedangkan, petugas kesehatan Tambrauw sudah mengecek. Data terakhir dari lokasi yang kita ketahui, khusus bayi dan balita hanya kekurangan gizi,\" tuturnya.
Informasi awal dari Kabupaten Tambrauw, kata Cipto, tidak benar ada wabah penyakit maupun terjadi kematian dan kesakitan dalam waktu yang singkat. \"Itu semua tidak benar. Hanya memang ada kesakitan dan beberapa kematian. Hanya itu, bukan karena wabah penyakit dan masih kami kumpulkan datanya,\" paparnya.
Menurut dia, tim dari provinsi Rabu (3/4) berangkat untuk mengumpulkan data dan melihat langsung ke lapangan. Namun, lanjut dia, hal itu bukan kejadian luar biasa. \"Laporan awal, bukan wabah. Kalau terjadi kesakitan dan kematian, itu terjadi sejak Oktober lalu hingga Februari. Ada beberapa saja dan ini kematian wajar karena penyakit biasa,\" tegasnya.(jpnn)