BENGKULUEKSPRESS.COM - Asia merupakan benua terbesar di dunia. Karena memiliki wilayah yang amat luas, Asia pun dihuni oleh banyak negara. Sejumlah negara tersebut ada yang kini sudah tinggal nama karena sudah runtuh. Entah karena pecah menjadi negara-negara baru atau karena diserap oleh negara-negara tetangganya.
Manchukuo
Di masa Perang Dunia Kedua, Jepang pernah memiliki banyak wilayah jajahan di Asia. Supaya Jepang bisa mengelola wilayah-wilayah jajahannya yang begitu luas, Jepang pun mendirikan sejumlah negara boneka.
BACA JUGA:Puber Kedua, Benarkah Hanya Dialami Oleh Pria Saja?
Manchukuo atau Manchuria adalah salah satu negara tersebut. Negara ini didirikan oleh Jepang pada tahun 1932 di China utara. Negara ini merupakan daerah asal suku Manchu, suku minoritas China yang tokoh-tokohnya pernah menjadi kaisar China pada masa Dinasti Qing.
Manchukuo dipimpin oleh Kaisar Puyi, kaisar terakhir China sebelum negara tersebut berubah menjadi republik. Jepang sengaja membiarkan Puyi menjadi pemimpin Manchukuo supaya keberadaan Jepang di Manchukuo bisa diterima dengan lebih mudah oleh penduduk setempat.
Wilayah Manchukuo dimanfaatkan oleh Jepang sebagai markas supaya bisa lebih melakukan invasi lebih jauh ke wilayah China di pedalaman. Pada tahun 1939, pasukan Jepang dan Manchukuo juga sempat terlibat perang melawan pasukan Uni Soviet dan Mongolia.
BACA JUGA:Ternyata Arti Warna Urine Bisa Deteksi Kondisi Kesehatan Seseorang
Perang tersebut berakhir dengan kekalahan Jepang dan Manchukuo sehingga Jepang sesudah itu memutuskan untuk fokus melakukan perluasan wilayah ke arah selatan. Tepatnya ke wilayah China dan Asia Tenggara. Tahun 1945, Uni Soviet yang tadinya sedang sibuk melawan Jerman secara tiba-tiba menyatakan perang kepada Jepang. Kebetulan Jepang pada waktu itu juga sedang kewalahan meladeni perlawanan pasukan Amerika Serikat dan Inggris.
Pernyataan perang tersebut lalu diikuti dengan invasi pasukan Uni Soviet ke Manchukuo. Invasi tersebut sekaligus menandai runtuhnya negara Manchukuo. Sesudah itu, wilayah Manchukuo kembali menjadi wilayah milik China.
BACA JUGA:Ini Dia 6 Makanan Pemicu Jerawat yang Sebaiknya Dihindari
Vietnam Selatan
Vietnam di masa lampau pernah terbagi menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Jika Vietnam Utara merupakan negaa berhaluan komunis, maka Vietnam Selatan merupakan negara nonkomunis yang memiliki hubungan dengan Amerika Serikat. Vietnam Selatan didirikan pada tahun 1955 atas dukungan Amerika Serikat supaya seluruh wilayah Vietnam tidak sampai dikuasai oleh kubu komunis. Negara ini beribukota di Saigon, kota yang sekarang dikenal dengan nama Ho Chi Minh City.
Terbaginya Vietnam menjadi dua negara ternyata tidak bisa diterima oleh pemerintahan komunis Vietnam Utara. Maka, Vietnam Utara pun secara diam-diam mengirim pasukan Vietkong untuk melakukan perang gerilya dan melemahkan Vietnam Selatan dari dalam. Saat perang gerilya yang dilakukan Vietkong semakin menghebat, Amerika Serikat pun mengirimkan pasukannya untuk membantu Vietnam Selatan. Periode inilah yang sekarang kita kenal dengan nama Perang Vietnam.
Selama Perang Vietnam berlangsung, Vietnam Selatan digerogoti oleh masalah korupsi dan rentetan kudeta militer. Di lain pihak, Amerika Serikat merasa kesulitan untuk terus menempatkan pasukannya di Vietnam Selatan akibat makin kuatnya penolakan dari rakyat Amerika Serikat sendiri.
BACA JUGA:Bahaya! 6 Kebiasaan Penyebab Keputihan Ini Masih Sering Dilakukan
Atas sebab itulah, pada tahun 1975 Amerika Serikat menarik mundur pasukannya dari Vietnam Selatan. Dengan hilangnya pasukan Amerika Serikat, pasukan Vietnam Utara kini bisa semakin bebas beroperasi.
Pada tahun yang sama, pasukan Vietnam Utara berhasil mencapai ibukota Saigon. Peristiwa tersebut sekaligus menandai runtuhnya Vietnam Selatan dan bersatunya kembali Vietnam. Selama dan sesudah Perang Vietnam, banyak penduduk Vietnam Selatan yang mengungsi ke Amerika Serikat. Mereka masih sering mengibarkan bendera Vietnam Selatan di tempat mereka tinggal hingga sekarang.
Turkestan Timur
Xinjiang adalah wilayah China yang letaknya paling barat. Wilayah ini merupakan tanah asal suku Uighur, suku yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Xinjiang sendiri kebetulan di masa lampau memang pernah menjadi negara sendiri. Pada tahun 1944, wilayah Xinjiang bagian utara sempat memerdekakan diri sebagai Republik Turkestan Timur.
BACA JUGA:Longsor di Liku Sembilan Semakin Parah, Kendaraan Roda 6 Tak Diizinkan Melintas
Pendirian Turkestan Timur bermula ketika penduduk suku Uighur beramai-ramai memberontak. Berkat bantuan senjata dari Uni Soviet dan masih kacaunya situasi China akibat perang saudara di tempat lain, para pemberontak Uighur berhasil memerdekakan wilayahnya dari kekuasaan pemerintah pusat China.
Namun memasuki tahun 1945, pemerintah Uni Soviet setuju untuk berhenti mendukung Turkestan Timur setelah melakukan pertemuan dengan duta China. Di Xinjiang sendiri, ternyata tidak semua penduduk Uighur bersedia mendukung pemerintah Turkestan Timur karena mereka tidak menyukai keberadaan orang-orang Rusia di Xinjiang.
Kombinasi dari hal-hal tadi menyebabkan Turkestan Timur kini berada dalam kondisi lemah. Tahun 1949, Turkestan Timur akhirnya mengalami keruntuhan dan wilayah Xinjiang kembali berada di bawah kendali China.
BACA JUGA:Bikin Merinding! Inilah 5 Penyakit Saraf Langka Aneh yang Menyerang Manusia
Yaman Selatan
Selain Korea dan Vietnam, Yaman di masa lampau juga pernah terbelah menjadi negara utara dan selatan. Jika Yaman Utara adalah negara berhaluan nonkomunis, maka Yaman Selatan menganut aliran komunis. Yaman Selatan menjadikan kota pelabuhan Aden sebagai ibukotanya. Dibandingkan dengan Yaman Utara, Yaman Selatan memiliki wilayah yang jauh lebih luas.
Namun wilayah luas tersebut didominasi oleh hamparan gurun. Sebelum menjadi negara sendiri, Yaman Selatan tadinya dijajah oleh Inggris. Namun menyusul pemberontakan yang dilakukan oleh gerakan komunis NLF, Yaman Selatan berhasil melepaskan diri dari pengaruh Inggris pada tahun 1967.
Sejak menjadi negara sendiri, Yaman Selatan sempat beberapa kali terlibat perang perbatasan dengan negara tetangganya Yaman Utara. Karena Yaman Selatan tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, negara ini banyak menggantungkan ekonominya dari bantuan Uni Soviet. Tahun 1980-an, Uni Soviet memutuskan untuk menghentikan bantuannya ke Yaman Selatan supaya bisa fokus mengurusi urusan domestiknya.