BENGKULU, BE - Pengusaha tambang batu bara di Provinsi Bengkulu pada intinya tidak menolak pemberlakukan kebijakan pemerintah terhadap penggunaan BBM bersubsidi yang berlaku secara nasional. Namun akibat nilai jual batu bara yang saat ini sedang mengalami kemerosotan di pasaran dunia sekitar 38 dolar per ton, membuat pengusaha batu bara belum sepenuhnya melaksanakan kebijakan tersebut.
\"Sedangkan untuk biaya operasional yang mesti dikeluarkan pelaku tambang setiap kali produksi hingga menuju ke pelabuhan Pulau Baai Bengkulu mencapai 55 dolar,\" kata Ketua Dewan Pembina sekaligus Penasehat Asosiasi Pengusaha Batu Bara (APBB) Bengkulu, Sutarman, kemarin.
Apabila kebijakan pemerintah tersebut tetap dipaksakan untuk diberlakukan, secara tidak langsung akan berimbas kepada kerugian bagi perusahaan pertambangan. Pelaku usaha tambang batu bara di Provinsi Bengkulu telah sepakat meminta perpanjangan waktu kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu, dalam pemberlakukan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi, sebelum harga batu bara bernilai jual baik di pasaran.
\"Semestinya Pemerintah Daerah tidak cenderung untuk memaksakan pemberlakukan kebijakan pemerintah ini. Apalagi setelah pihaknya berkonsultasi ke pusat, kebijakan ini bisa diberlakukan apabila daerahnya telah benar-benar dinyatakan siap,\" katanya.
Bahkan dikatakan Sutarman, akibat pemaksaan pemberlakukan kebijakan pemerintah di Bengkulu ini, secara tidak langsung juga berdampak beberapa pelaku usaha tambang batu bara khususnya di Bengkulu Utara, untuk sementara waktu berhenti beroperasi. \"Sehingga ada kesan kata Sutarman, Pemerintah Provinsi ingin mencari muka dengan pemerintah pusat,\" katanya. (100)