“Allahumma hawâlaynâ wa lâ ‘alainâ” (Ya Allah, [tunrunkanlah hujan] di sekeliling kami, bukan [azab] atas kami).”
Anas berkata: “Demi Allah, kami tidak melihat awan mendung, gumpalan awan, dan sesuatu pun di langit, lalu muncullah awan mendung hitam dari belakang bukit Sala’ seperti lingkaran bergigi. Ketika awan hitam sampai di tengah dan menyebar, hujan turun sampai hari Jumat.
Kemudian laki-laki (yang sama) berkata: “Wahai Rasulullah, harta benda telah hancur, dan jalanan terputus (karena banjir), maka berdoalah kepada Allah agar menghentikan hujan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangannya dan berdoa: “Allahumma hawâlaynâ wa lâ ‘alainâ” (Ya Allah, [tunrunkanlah hujan] di sekeliling kami, bukan [azab] atas kami).” Kemudian awan mendung (mendadak) hilang dari (langit) Madinah sehingga (hanya) mengelilinginya seperti mahkota.” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi, al-Du’â al-Ma’tsûrât wa Âdâbuhu wa Mâ Yajibu ‘alâ al-Dâ’î Ittibâ’uhu wa Ijtinâbuhu, h. 173)
BACA JUGA:Begini Caranya Bayar Virtual Account Mandiri yang Mudah dan Aman
Dalam riwayat di atas, seorang laki-laki mengeluh kepada Rasulullah tentang banyaknya ternak yang mati dan memintanya untuk berdoa. Namun, ia hanya meminta diturunkannya hujan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya, seperti banjir dan lain sebagainya.
Karena kekurangannya akan sesuatu, membuatnya fokus akan sesuatu itu saja, dalam hal ini adalah air hujan. Sehingga ketika bencana lain muncul akibat hujan yang tak kunjung reda, ia kembali meminta Rasulullah untuk berdoa. Dan dengan senang hati Rasulullah berdoa kepada Allah meminta hujan dihentikan.
Dari dua riwayat di atas, kita sedang diajari bahwa doa sebaiknya disertai dengan kesabaran, agar kita dapat memahami pentingnya keseimbangan dalam segala sesuatu. Dalam arti, tidak mengeluh berlebihan sampai marah, dan tidak senang berlebihan sampai lalai.
BACA JUGA:Penuhi Kebutuhan Pendidikan di Pinjol DanaBagus, Aplikasi Pinjaman Khusus Mahasiswa
Agar pikiran kita masih bisa memandang luas, sehingga fokus kita tidak hanya pada kekurangan yang sedang menimpa kita saja, tapi bagaimana caranya agar pemenuhan kekurangan kita dilakukan dengan cara yang baik dan tidak menyebabkan munculnya sisi buruk lain. Karena itu, kesabaran dan kepasrahan harus selalu menjadi pijakan dalam berdoa dan usaha dalam mencari solusi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan riwayat di atas, sedang mengingatkan kita bahwa keluhan tanpa kesabaran bisa menjadi bencana. Kita tahu, manusia selalu mengharapkan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. Ketika hari sangat panas, mereka meminta mendung; ketika jemuran tak kunjung kering, mereka meminta panas, dan seterusnya.
Padahal, keberlebihan akan sesuatu memiliki konsekuensinya sendiri. Konsekuensi yang harus ditanggung dari hujan yang terus-menerus turun adalah banjir. Artinya, kelebihan maupun kekurangan air sama-sama bisa menjadi bencana. Bahkan di titik tertentu, kelebihan lebih berbahaya dari kekurangan.
BACA JUGA:Plafond Hingga Rp 500 Juta Pembiayaan Umrah BCA Syariah, Tak Perlu Menunggu Lama
Karena itu, Rasulullah mengingatkan kita bahwa bencana atau paceklik bukan melulu soal tidak adanya hujan, tapi ketidak-mampuan kita mengelola air juga bencana. Artinya, di saat persediaan air melimpah, kita lalai, dan di saat persediaan air menipis, kita mengeluh. Pertanyaannya, sudahkah keluhan kita berubah menjadi doa dan usaha?(**)