Sering Dengar Istilah PPh? ini Pengertian dan Cara Membayarnya

Sabtu 20-05-2023,13:15 WIB
Reporter : Jamal Maarif
Editor : Jamal Maarif

PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang biasanya tercantum dalam SPT Tahunan. Perlu diingat, pajak penghasilan ini tak berlaku untuk badan perwakilan asing, pejabat diplomatik, organisasi internasional, dan pejabat perwakilan organisasi internasional. 

BACA JUGA:Mau Jual Beli Tanah? Pahami Seluk Beluk Surat Perjanjiannya!

Cara Menghitung PPh

Pajak penghasilan dibebankan kepada seseorang yang sudah memiliki penghasilan yang diatur dalam undang-undang tentang pajak. Penghasilan yang dimaksud adalah termasuk upah, gaji, tunjangan, honorarium, atau pembayaran lain yang berhubungan dengan jasa, kegiatan, jabatan atau pekerjaan. 

Perhitungan pajak penghasilan sendiri dihitung berdasarkan besaran upah yang diterima. Semakin besar upah maka semakin tinggi pajak yang dikenakan. Terkait perhitungannya, antara wajib pajak orang pribadi dan badan usaha tentu memiliki perbedaan. 

Berikut ini perincian terkait cara menghitung PPh terutang untuk wajib pajak orang pribadi dan untuk wajib pajak badan.

Cara Menghitung PPh Perseorangan 

Cara menghitung PPh perseorangan atau pribadi didasarkan atas jumlah penghasilan yang didapatkan. Penentuan tarifnya diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Adapun, tarif yang dikenakan, adalah sebagai berikut:

  • 5% bagi penghasilan 0-Rp 50.000 per tahun 
  • 15% bagi penghasilan Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 per tahun 
  • 25% bagi penghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 per tahun 
  • 30% bagi penghasilan Rp 500.000.000 sampai Rp 5.000.000.000 per tahun 
  • 35% bagi penghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000 per tahun

Sebagai informasi, bagi wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan wajib pajak yang memiliki NPWP. Selain tarif yang telah disebutkan, wajib pajak orang pribadi juga dikenakan PPh terutang lain di luar penghasilan dari pekerjaan. 

BACA JUGA:Hati-hati! Rezeki Seperti ini Justru Mendatangkan Azab

Penghasilan yang diterima seorang wajib pajak di luar pendapatan dari kegiatan pekerjaan, juga dikenakan PPh. Hal ini karena penghasilan diartikan sebagai objek pajak itu sendiri, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. 

Baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Misalnya, tambahan uang yang diterima ketika seorang wajib pajak menerima pesangon kala terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Meski demikian, pengenaan tarif pajak atas uang pensiun ini tidak seperti tarif PPh pada umumnya. Terhadap uang pesangon, tarif PPh terutang yang dibebankan adalah bersifat final. Hal ini telah diatur dalam PMK 16/PMK.03/2010. Sedangkan, untuk uang pesangon diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010 menyebutkan tarif PPh ditetapkan sebesar:

  • 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta. 
  • 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta. 
  • 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta. 
  • 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500 juta.

Aturan besaran tarif PPh terutang ini juga berlaku terhadap tambahan penghasilan berupa uang pensiun. Selain itu, apabila wajib pajak berhenti kerja dan memutuskan untuk menarik uang jaminan hari tua (JHT) yang terdapat dalam Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, juga dikenakan PPh. 

BACA JUGA:Motor Bebek Bermesin Matic Ber-fitur Sensor Roll Over, Harganya Cuma Rp 9 Juta?

Terkait uang manfaat JHT, besaran tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan, tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010. Dalam pasal tersebut, tarif PPh Pasal 21 untuk JHT dibagi menjadi dua, sesuai penghasilan bruto (manfaat JHT) yang diterima. Atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta, tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah sebesar 0%. 

Kategori :