M Sari, Tukang Urut Patah
Ia mengaku keterampilan mengobati pasien patah tulang tersebut ia dapatkan dari turunan. ‘’Saya bermimpi ada Ibu saya datang. Kemudian Ibu mengajari bacaan untuk mengurut. Saat itu juga dijelaskan bahwa saya akan diuji, dan diminta untuk mengamalkan bacaan yang diberikan,’’ ujarnya. Sebelum ini, ia memiliki Paman yang juga bisa mengurut patah, dan keahliannya juga diturunkan melalui mimpi.
Tidak lama setelah mimpi itu, anaknya yang bungsunya Priana Putra mengalami kecelakaan di pantai. Tubuh anak laki-lakinya itu digulung ombak, saat muncul kepermukaan, tubuhnya ditimpa kayu. Kejadian itu membuat putra mengalami patah kaki dan tangan. Selain itu, putrinya yang ketiga, Elnawati juga mengalami kecelakaan lalulintas. Motor yang dikendarai kawan putrinya tersebut menabrak mobil di Gunung Selan Argamakmur. Kecelakaan lalulintas tersebut membuat putrinya mengalami patah di tulang paha.
‘’Pada saat itulah, saya mencoba mengobati anak-anak saya. Alhamdulillah, berkat usaha yang sungguh-sungguh, keduanya bisa kembali pulih. Informasi bahwa saya bisa mengobati patah tulang tersebut kemudian menyebar. Saya kemudian dikenal sebagai tukang urut patah tulang,’’ ujar suami Hj Mariana yang tahun 2011 lalu pensiun sebagai PNS di Universitas Bengkulu.
Selama ini, ia akui mengobati pasien yang datang apa adanya. Pekerjaannya sebagai Sopir Rektor Universitas Bengkulu yang sudah bertugas selama 14 tahun sebenarnya menuntut dirinya untuk selalu mendampingi sang pimpinan.
Namun atas pengertian Rektor Unib, Prof. Zainal Muktamar, PhD, ia diberi kelonggaran. ‘’Bila Bapak Rektor ada acara malam hari, setelah mengantar beliau, saya dipersilahkan pulang untuk mengobati pasien. Saat akan pulang, saya dihubungi, untuk menjemput beliau pulang. Kelonggaran tersebut, membuat saya bisa lebih maksimal dalam membantu mereka yang patah tulang,’’ ujar Pak Sari, demikian ia akrab disapa.
Menurut Pak Sari, dari membantu mengurut pasien, ia tidak pernah menetapkan tarif. ‘’Itu pantangan. Saya membantu mengobati itu ikhlas karena Allah. Biarlah Allah yang mengatur kesembuhan dan juga rezeki saya. Alhamdulillah, sejauh ini anak-anak sudah tamat sekolah, semuanya sudah sarjana dan menjadi PNS. Selain itu, saya dan istri juga sudah memenuhi panggilan Allah melaksanakan rukun Islam yang ke-5, naik haji tahun 2011 lalu,’’ ujarnya.
Saat ini setiap sore bada Maghrib, Pak Sari melayani pasien urut hingga malam hari, yang berlokasi di Jalan Enggano No 39 RT 1 Kelurahan Pasar Bengkulu. Rumah ini ditinggali putra bungsunya. Selain melayani pasien, rumah ini juga menjadi tempat rawat inap. ‘’Kami menyediakan tempat tinggal bagi pasien yang kondisi patahnya parah, seperti patah di pinggang, pinggul dan paha.
Kalau patahnya sudah tidak bisa digerakkan lagi, sebagian pasien dan keluarganya memilih menginap disini. Selain itu ada yang memilih menginap karena berasal dari luar kota seperti Lubuk Linggau, Ketahun, Lais dan lainnya. Mereka memilih tinggal di rumah ini guna memudahkan mendapatkan pengobatan,’’ ujarnya.
Pak Sari sendiri, saat ini tinggal di Jalan Semarak Raya RT 18 (Depan Masjid Annisa) Kelurahan Bentiring Permai. ‘’Untuk pasien dengan kondisi darurat, silahkan datang ke rumah saya ke Bentiring. Untuk rawat jalannya, silahkan ke Pasar Bengkulu setiap malamnya,’’ ungkap ayah dari Elisakartini, Elmida Yanti, SPd, Elnawati, STP dan Priana Putra, SE.
Beberapa pasien mengaku kondisinya semakin membaik setelah mengikuti pengobatan patah di Pasar Bengkulu. ‘’Saya patah di tulang paha, karena saya menabrak mobil yang tiba-tiba berbelok di Pasar Pedati. Kejadian itu sudah 4 bulan lalu. Selama 3 bulan saya tinggal di rumah Pak Sari. Rumah saya di Pasar Palik, repot keluarga kalau harus bolak-balik, sehingga saya putuskan tinggal disini. Alhamdulillah, tulang paha kiri saya yang patah sekarang sudah berangsur pulih,’’ ujar Andi Mareta (28 tahun).
Sudarso, bujangan 26 tahun tersebut mengaku sudah akan dioperasi di rumah sakit. Namun karena peralatannya belum siap, ia dan keluarga memilih untuk ke urut patah. ‘’Saat kejadian saya sedang naik motor, tiba-tiba dipepet mobil pabrik. Dari serempetan itu, motor saya oleng dan langsung masuk ke kolong mobil. Kaki kanan saya patah tiga, yakni di pinggul, paha dan di betis.
Karena tidak bisa bergerak dan tidak punya keluarga di Bengkulu, saya memilih tinggal di rumah Pak Sari. Saya sudah 3 bulan disini. Sekarang saya masih pakai kruk, tapi kaki kanan saya sudah bisa digerakkan, dan dilatih berjalan tanpa kruk,’’ ujarnya. Untuk mengurusi Sudarso, ibunya ikut tinggal di rumah tersebut.
Wajah Muhjuremi, guru SD di Ketahun nampak lelah. Ia sudah 16 hari tinggal di rumah M Sari. Anak sulungnya Hari Nurdin Hidayat Sakti (22 tahun), mengalami patah di patah kiri. Mahasiswa Unihaz tersebut terlibat tabrakan di Tanjung Agung belum lama ini. ‘’Saya ini PNS, sebenarnya selama ini tidak pernah izin tidak masuk kerja.
Namun karena kondisi, anak saya sedang dalam pengobatan, saya dan istri mengurusinya di sini. Alhamdulillah, sekarang anak saya sudah mulai latihan jalan pakai kruk. Sepanjang pengamatan saya, Pak Sari tulus mengobati semua pasien yang datang. Kalau yang patahnya ringan, bisa cepat pulih,’’ ujar pria asal D5 Ketahun ini.(**)