MAGELANG, BENGKULUEKSPRESS.COM - "Bumi gonjang-ganjing, langit kelap-kelap". Begitulah ungkapan populer dalang ketika mengantar masuk ke babak gara-gara dalam pertunjukan wayang.
Penggalan ungkapan yang dalam jagat pedalangan dikenal sebagai "ada-ada" itu, bisa pula ditujukan untuk menunjuk situasi Bumi sedang terguncang hebat dengan angkasa berkelebat-kelebat cahaya kuat. Atas suasana itu, kengerian melingkupi segala makhluk Bumi.
Yang mungkin paradoks, guncangan tempat berpijak dan kelebatan pedang cahaya yang tajam menyambar-nyambar di angkasa itu, justru mengiringi para punakawan --Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong-- hadir di panggung kelir.
Mereka dianggap titisan makhluk kayangan turun ke Bumi. Kehadiran mereka dalam rupa rakyat kebanyakan, namun perannya tak boleh diingkari sebagai penuntun moral bendaranya yang elite, agar melangkah tepat dan bijaksana bagi kepentingan dan kemaslahatan umum.
Begitulah kiranya boleh diceritakan bahwa dunia sekarang sedang terguncang oleh ancaman krisis global. Banyak penyebabnya, antara lain, dampak pagebluk COVID-19, perubahan iklim, dan perang Ukraina-Rusia yang menyeret keterlibatan banyak negara.
Selain itu, kondisi keuangan dan perekonomian internasional, kenaikan harga bahan bakar minyak, persediaan pangan dunia, dan disrupsi disebabkan kemajuan teknologi informasi.
Kalau Presiden Joko Widodo menyampaikan pentingnya seluruh elemen dan kekuatan bangsa menjaga stabilitas politik dan keamanan karena situasi global tidak menentu, terutama menyangkut perekonomian dunia, tentu ihwal tersebut sebagai pepeling atau peringatan penting bagi seluruh elemen negeri, supaya Bumi Indonesia tidak terjadi gonjang-ganjing.
Cukup banyak negara saat ini kondisinya sedang terpuruk sebagai salah satu dampak pandemi COVID-19. Untuk mencontohkan situasi sulit, rumit, dan ketidakpastian global, Presiden Jokowi menggunakan diksi "antre" terhadap 28 negara yang sekarang ini sedang membutuhkan uluran bantuan Dana Moneter Internasional.
Dengan mengutip lembaga-lembaga internasional, disebutkan pula adanya 66 negara rentan ambruk dan 345 juta orang di 82 negara menghadapi krisis pangan.
Oleh karenanya, Presiden Jokowi menyampaikan pesan tentang pentingnya stabilitas politik dan keamanan agar tetap dijaga, antara lain, melalui pertemuan dengan para pimpinan partai politik, termasuk dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Batutulis, Bogor, pada 8 Oktober lalu.
Selain itu, melalui pengarahan kepada para petinggi dan perwira Polri dalam berbagai kesempatan penting terkait lainnya yang dijalani Presiden. Secara khusus di hadapan petinggi Polri, Presiden minta mereka mempertajam kepekaan terhadap ancaman krisis, salah satu tidak menjalani kehidupan sehari-hari yang hedonistik.
Tentu saja laku hedonisme juga bukan jalan yang baik untuk kalangan masyarakat lainnya, terlebih di tengah ancaman gonjang-ganjing global sekarang ini.
Bahkan, untuk menjaga stabilitas politik pun, salah satu senjata pamungkas berupa perombakan kabinet bukan hal yang muskil ditempuh oleh Jokowi.
Guncangan besar setidaknya terjadi di dalam negeri beberapa waktu terakhir, seperti dalam kasus penembakan melibatkan jenderal polisi, penangkapan perwira tinggi polisi dalam dugaan kasus narkoba, tragedi Kanjuruhan yang menelan 132 jiwa dan ratusan lainnya terluka, serta munculnya pencalonan bakal calon presiden oleh partai politik pendukung pemerintahan dengan figur yang dianggap berseberangan dengan kepemimpinan Jokowi.