Menyusun Standardisasi Penanganan Karhutla

Selasa 23-08-2022,14:05 WIB
Editor : Rajman Azhar

Melalui Strategi Penanggulangan Kebakaran Hutan Terpadu (Integrated Fire Management/ IFM), kini perusahaan-perusahaan mitra APP sudah menggunakan tiga drone UAV Fixed Wing Flying Dragon untuk memantau lokasi-lokasi yang sulit dijangkau hingga radius 10 kilometer dari stasiun pemantau.

Sebanyak tiga drone ini juga diterbangkan setiap hari layaknya helikopter patroli tapi dikhususkan untuk menjangkau wilayah tertentu yang tidak terawasi oleh helikopter patroli.

Perusahaan yang menjadi mitra APP Sinar Mas diwajibkan menerapkan strategi deteksi dini dengan memanfaatkan beragam sumber daya, di antaranya satelit dan perangkat Authomatic Weather System (AWS), menara api, pos pantau dan pos taktis, dan Regu Pemadam Kebakaran (RPK) untuk satgas darat dan udara.

Respons positif

Peneliti lembaga nonprofit World Agroforestry (Icraf) merespons positif rencana pemerintah untuk melahirkan standardisasi penanganan karhutla.

Saat ini dunia sedang dihadapkan pada tantangan perubahan iklim yakni krisis lingkungan dan krisis pangan, tak terkecuali Sumatera Selatan yang memiliki areal gambut dengan luas mencapai satu juta hektare.

Perubahan yang terjadi, seperti pengalihan fungsi gambut lindung menjadi gambut budi daya tentunya akan berpengaruh bagi lingkungan.

Alih fungsi itu terjadi di Sumsel sehingga daerah ini dipastikan menghadapi tantangan perubahan iklim akibat penurunan daya dukung lingkungan.

Oleh karena itu, Icraf yang memiliki sejumlah program di Sumsel “Land4lives” mendorong para pengambil kebijakan menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) yang ditargetkan selesai pada 2022.

Unit Drone UAV Fixed Wing Flying Dragon ditampilkan pada gelar sarana dan prasarana persiapan menghadapi bencana karhutla 2022 di Griya Agung, Palembang, Rabu (21/6/2022). (ANTARA/Dolly Rosana)

Selain itu, Icraf juga turut ambil bagian dalam memberikan masukan kepada pemerintah yang saat ini mulai merevisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah.

Gambut dengan potensi kontribusi pada target pemerintah untuk mencapai FoLU Net Carbon Sink di 2030 harus dikelola dengan bijak.

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan mencatat hingga kini 67 persen wilayah setempat kategori kerawanan tinggi karhutla dari total luas daerah 91 ribu kilometer persegi.

Kepala Bidang Perlindungan Konservasi SDM Ekosistem Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan yang juga Ketua Forum DAS Sumsel Safrul Yunardy mengatakan salah satu penyebab utama karhutla di daerah itu karena Sumsel memiliki setidaknya satu juta hektare gambut. 

Pemadaman kebakaran lahan gambut lebih sulit ketimbang areal lainnya. Sebelumnya, Sumsel mengalami karhutla hebat pada 2015 yang menghanguskan sekitar 700 ribu hektare.

KLHK mencatat luas areal karhutla menurun signifikan dalam enam tahun sejak Indonesia secara simultan memperbaiki sistem penanggulangan.

Kategori :

Terkait