BENGKULU, bengkuluekspress.com - Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu terus membantu memberikan bantuan hukum terhadap kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Bengkulu.
Di tahun 2019 perempuan yang menjadi korban kekerasan tertinggi berada pada rentang usia dewasa atau produktif yakni 25 tahun hingga 40 tahun sebanyak 12 korban.
Direktur Yayasan PUPA Bengkulu, Susi Handayani mengatakan, tingginya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di dalam keluarga dan dilakukan oleh anggota keluarga membuktikan bahwa masih langgengnya budaya rasa kepemilikan pribadi oleh suami atas istri dan anak.
\"Pelaku yang dalam hal ini adalah suami menanggapi istri dan anak berada dalam kekuasaannya penuh. Istri dan anak disamakan dengan properti seperti harta kekayaan lainnya yang dapat diperlakukan sesuai kehendak pemilik,\" terangnya, Senin (24/2).
Menurutnya, anggapan bahwa rumah adalah tempat ternyaman bagi anggota keluarga, tampaknya tidak lagi relevan saat ini, dengan munculnya banyak kasus kekerasan justru terjadi di rumah.
\"Korban KDRT biasanya langsung mengadu atau melaporkan kasusnya ke kepolisian, padahal korban tak jarang membutuhkan beberapa jenis layanan dalam proses penyelesaian kasus dan pemulihan dirinya, seperti konsultasi bahkan kita bisa berika layanan hukum baik pidanan ataupun perdata,\" jelasnya.
Ia menambahkan bukan pidana penjara seberat-beratnya yang diinginkan korban KDRT atas pelaku, bukan pula bercerai dengan laki-laki yang sudah menganiayanya itu.
\"Jadi pelaku KDRT bisa berubah. Tetapi, ia tidak mungkin berubah hanya dengan meminta maaf. Tidak pula hanya dengan menyadari perbuatannya dan keinginan untuk berubah. Penyesalan, kesadaran, dan keinginan berubah perlu diikuti dengan upaya nyata untuk menyembuhkan diri,\" tutupnya. (CW1)