BENGKULU, bengkuluekspress.com - Setelah sukses memproduksi bahan bakar nabati (BBN) dari minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar 30 persen (B30), Pertamina dengan teknologi akan segera memproduksi biodiesel hingga 100 persen (B100) dari bahan baku sawit.
Meski begitu, pihaknya harus terlebih dahulu mengalihkan CPO dari ekspor ke Kilang BBN milik Pertamina. Untuk bisa mengalihkan CPO ke kilang BBN dalam negeri, diperlukan perubahan pandangan dari para pemangku kepentingan. CPO jangan lagi dilihat sebagai komoditas untuk diperdagangkan, melainkan sebagai bahan baku energi nabati di dalam negeri.
\"Jadi kalau mau mengubah CPO menjadi B100, jangan memandang ini sebagai komoditas perdagangan tetapi harus sebagai BBN, kalau komoditas perdagangan nanti harganya mahal,\" tuturnya.
Ia mengaku, sukses B100 sangat tergantung pada permintaan terhadap BBN di dalam negeri. Produsen otomotif, mobil maupun sepeda motor hingga pesawat terbang harus merancang mesin kendaraan yang cocok dengan penggunaan biodiesel. Bila semua pihak mendukung, implementasi B100 tinggal menunggu waktu.
\"Suksesnya B100 itu juga tergantung kesiapan industri otomotif didalam negeri, kalau tidak siap maka hal ini juga tidak akan terwujud,\" ungkap Rifky. Ia mengungkapkan, saat ini Pertamina sedang membangun kilang, baik untuk bahan bakar minyak (BBM) maupun untuk BBN. Dari kapasitas produksi 800 ribu hingga 900 ribu barel per hari (bph), produksi kilang Pertamina akan terus dinaikkan hingga 2 juta bph.
Pada akhir 2026, semua kilang Pertamina sudah terbangun. Bahkan saat itu, Pertamina tak lagi mengimpor BBM, melainkan hanya minyak mentah. \"Saat ini, Pertamina hanya mengimpor sekitar 800 ribu bph minyak mentah karena produksi dalam negeri hanya 775 ribu bph,\" tuturnya. Selain itu, mulai 2027 semua kebutuhan BBM dan BBN di dalam negeri dipenuhi kilang Pertamina. Sedangkan minyak mintah diperoleh dari dalam negeri dan impor.
Sejalan dengan kenaikan permintaan terhadap energi dan minimnya ladang migas baru, impor minyak mentah akan meningkat. \"Situasi akan berbeda jika B100 bisa diwujudkan. Kalaupun konsumsi BBM masih besar dan kebutuhan minyak mentah diimpor, Pertamina akan tetap untung karena kilang BBM yang dibangun akan jauh lebih efisien,\" tutupnya.
Sementara itu, Ketua Gapki Cabang Bengkulu, John Irwansyah Siregar menegaskan, untuk memuluskan program B100 berbasis sawit, Pertamina membutuhkan kebijakan mandatori pasokan dan harga khusus untuk CPO.
Selain itu, dengan dibangunnya unit kilang tersebut, CPO produksi nasional yang ditolak di beberapa negara di Eropa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. \"Intinya, kami mendukung Pertamina. Kalau ada komitmen pasokan, ada harga mandatori, maka kami yakin Pertamina bisa bangun kilang B100,\" tutupnya.(999)