JAKARTA – Masyarakat bakal kebingungan untuk urusan jaminan produk halal. Pasalnya, semakin banyak lembaga yang bergerak di bidang sertifikasi produk halal. Jika dulu hanya Majelis Ulama Indonesia (MUI) saja, sekarang muncul Badan Halal Nahdlatul Ulama (BHNU) dan sebentar lagi pemerintah juga membuat badan halal sejenis.
Kegelisahan ini muncul dalam diskusi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan di kantor MUI, Sabtu (16/2). ’’Sejatinya hingga sekarang ini, yang memiliki landasan hukum untuk sertifikasi produk halal hanya MUI,’’ ujar Ketua Bidang Fatwa MUI Ma’ruf Amin.
Dia mengatakan, dari pertemuan kemarin seluruh ormas keagamaan kompak tidak akan membuat lembaga sertifikasi halal. Ma’ruf mengatakan, pernyataan sikap terbaru telah dikeluarkan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang intinya tidak akan membuat badan sertifikasi halal. ’’Kalau yang sudah terlanjur mendirikan BH (badan halal NU, red) kita tidak mencampurinya. Yang penting ormas lain telah sepakat tidak membuat lembaga sertifikasi halal,’’ ujar dia.
Ma’ruf mengatakan jika selama ini MUI tidak memonopoli urusan sertifikasi halal. Dia menuturkan jika MUI itu adalah lembaga yang berisi dari ormas-ormas keagamaan. Jadi di dalamnya sudah ada unsur NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya.
Dengan munculnya dua lembaga berbeda yang menjalankan sertifikasi halal, Ma’ruf menuturkan masyarakat bakal menjadi bingung. Sebab nantinya tidak menutup kemungkinan ada produk berlabel halal dari MUI dan BHNU. Tetapi dengan jam terbang MUI untuk urusan sertifikasi halal ini sudah panjang, masyarakat tetap mempercayakan sertifikasi halal kepada MUI.
Dalam diskusi ini juga muncul kecenderungan sejumlah ormas Islam mulai tertarik mendirikan lembaga sertifikasi halal. ’’Urusan sertifikasi halal ini mungkin dulu dianggap tidak menarik. Tetapi sekarang dianggap manis, jadi banyak yang mau membikin,’’ ujar salah satu peserta pertemuan.
Ma’ruf lantas mengatakan, urusan lembaga sertifikasi halal di Indonesia bakal semakin pelik dengan adanya Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Dalam draf RUU inisiatif DPR itu, tertuang jika urusan sertifikasi produk halal akan diambil alih pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag).
’’Menurut saya, semakin menghawatirkan lagi jika urusan sertifikasi halal ini ditangani pemerintah. Saudara tahu sendiri bagaimana budaya birokrasi pemerintah (termasuk Kemenag, red),’’ katanya. Ma’ruf mengusulkan pemerintah hanya berperan sebagai pengawas dan penegak aturan sertifikasi halal saja. Ketimbang ikut urusan teknis sertifikasi halal, pemerintah dianjurkan untuk menertibkan produsen makanan dan obat-obatan yang belum mengajukan sertifikat halal.
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat Obatan dan Kosmetika (LP POM) MUI Lukmanul Hakim mengatakan, berbahaya sekali jika urusan sertifikasi halal ini diambil alih pemerintah. ’’Kadar halalnya bisa berkurang. Apalagi pemerintah memiliki politik perdagangan luar negeri dan lain-lainnya,’’ katanya.
Menurut Lukmanul Hakim, kasus itu erbeda dengan MUI, karena dia menjamin selama ini mereka telah bekerja secara independen. Selain itu, standar proses sertifikasi halal di MUI dipatok 40 hari.
Lukmanul Hakim menjelaskan, urusan sertifikasi halal ini tidak melulu diisi oleh para kiai yang paham urusan dalil Alquran dan Hadist. ’’Tetapi harus banyak diisi oleh scientist, seperti saya ahli kimia,’’ tuturnya. Posisi para ulama itu adalah ketika menetapkan sebuah produk itu halal atau tidak, setelah mendapatkan hasil laboratorium oleh para ilmuan. (wan)
Lembaga Penjamin Label Halal Bertambah Banyak
Minggu 17-02-2013,19:00 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :