UMP 2020 Naik 8,51 Persen

Senin 21-10-2019,13:00 WIB
Reporter : Redaksi Terkini
Editor : Redaksi Terkini

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen. Kenaikan tersebut diperkirakan akan membuat UMP Bengkulu menjadi Rp 2.213.604 atau 8,51 persen lebih tinggi dibandingkan UMP 2018 yang terealisasi sebesar Rp 2.040.000.

Meski begitu, kenaikan UMP tersebut dinilai belum berubah atau masih sama dengan kenaikan pada 2018 lalu sebesar 8,03 persen sehingga dikhawatirkan belum mampu mensejahterakan buruh atau pekerja yang ada di Bengkulu.

Kepala Dinas Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu, Ir Sudoto mengatakan, berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 disebutkan sejumlah hal, antara lain, pertama, Gubernur wajib menetapkan UMP Tahun 2020. Serta menetapkan UMP berdasarkan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah. \"Kemnaker RI menetapkan kenaikan UMP pada tahun 2020 sebesar 8,51 persen. Kenaikan ini berdasarkan data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional 2019,\" kata Sudoto, kemarin (17/10).

UMP Tahun 2020 ini akan ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing Gubernur secara serentak pada 1 November 2019. Sementara itu untuk UMK Tahun 2020 ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada 21 November 2019. \"UMP dan UMK yang telah ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana tersebut di atas berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari 2020,\" tutupnya.

Sementara itu, Ketua Apindo Provinsi Bengkulu, M Basri Muhammad mengatakan, besaran UMP 2020 tersebut masih mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Dimana sesuai dengan PP Nomor 78 tahun 2015 penetapan UMP akan dilakukan setiap tahun. \"Itu sudah kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja, jadi untuk 2020 tetap mengacu pada formula itu dulu,\" kata Basri.

Menurutnya, apabila ada revisi peraturan maka pihaknya akan mencermati kembali struktur pengupahan tersebut. Meski begitu, terkait kenaikan UMP, pihaknya menilai bukan merupakan hal yang mudah bagi pengusaha apalagi dengan kondisi ekonomi saat ini yang melesu. \"Walau belum resesi tapi kami mesti siap-siap itu. Kenaikan ini bukan hal mudah dan dari pekerja juga melihat itu, bukan hal mudah buat pengusaha tapi kami harus menghargai apa yang kami sepakati,\" ujarnya.

Ia mendorong ada kesepakatan bilateral antara pemberi pekerja tertentu dengan pekerja apabila ada permasalahan. Dimana kenaikan UMP harus menggunakan formula persentase angka pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi. Jika kondisi itu sama diberlakukan pada 2020, Basri mengaku kenaikan akan memberatkan pengusaha karena situasi ekonomi global yang melambat. \"Akan sangat keberatan tapi bagaimana pun harus ada dasar perhitungan. Makanya saya bilang, bagi perusahaan yang punya masalah ya dia harus bilateral dengan pekerjanya,\" tutupnya.

Sementara itu, Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Bengkulu, Panca Darmawan mengatakan, pada Oktober 2018 silam, Kemnaker telah menetapkan kenaikan UMP untuk 2019 sebesar 8,03 persen. Rumus yang dipakai berlaku sama untuk setiap tahunnya yaitu tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan hitungan Badan Pusat Statistik (BPS).

Tapi, pada tahun itu juga, besaran UMP yang diketok pemerintah selalu diprotes serikat buruh. Mereka beralasan penyusunan UMP yang mengacu pada PP 78/2015 mengakibatkan rezim upah murah. PP itu juga telah membuat hak berunding serikat buruh untuk menentukan upah minimum menjadi hilang. \"Kalau masih pakai aturan yang lama, maka yang rugi juga buruh, harusnya besaran kenaikan upah adalah pada kisaran 20 persen hingga 25 persen. Selain itu, UMP juga harus sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003, ini semua agar pekerja dan buruh sejahtera,\" tutupnya.(999)

Tags :
Kategori :

Terkait