BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Pasca libur hari raya Idul Fitri 1440 Hijriah, harga kopi belum menunjukkan kenaikan. Bahkan, harganya di pasaran hingga saat ini masih anjlok Rp 17 ribu sampai Rp 18 ribu per kilogram (kg). Harga tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan dari harga sebelumnya mencapai Rp 21 ribu per kg. Pemasok Kopi di Jalan Sentiong Kota Bengkulu, H Abdullah menyebut, turunnya harga kopi telah terjadi sejak sebelum lebaran Idul Fitri lalu.
Hal tersebut disebabkan oleh harga kopi di pasaran dunia yang juga mengalami penurunan. \"Turunnya harga kopi disebabkan harga kopi dunia yang turun,\" kata Abdullah, kemarin (11/6).Berdasarkan laporan bulanan Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization/ICO), pada Mei 2019, harga kopi dunia jenis robusta tertinggi mencapai US$ 76,94 sen per 0,5 kilogram. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Januari 2019 yang tercatat masih berada diangka US$ 79,56 sen per 0,5 kilogram.
\"Harga kopi kita jenis robusta masih anjlok, belum ada peningkatan signifikan sejak awal tahun lalu,\" ujar Abdullah.
Sementara untuk jenis Arabika harganya saat ini bisa mencapai Rp 90 ribu per kg. Hal ini disebabkan karena tanaman kopi jenis ini memerlukan perawatan yang lebih baik karena lebih rentan terkena penyakit karat daun terutama bila ditanam di dataran rendah. Selain itu, jumlah biji kopi dalam setiap panen juga tidak sebanyak kopi Robusta.
\"Kelebihan lainnya, kopi Arabica memiliki aroma yang wangi seperti buah-buahan atau bunga-bungaan dan rasanya pun lebih halus serta penuh. Makanya harganya juga jauh lebih mahal dibanding jenis kopi Robusta,\" kata Abdullah.
Sementara itu, Ketua AEKI Provinsi Bengkulu, Beby Hussie mengaku akan mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas tanaman kopi di Bengkulu. Dengan produktivitasnya meningkat maka keuntungan yang diperoleh petani juga akan banyak.\"Kalau produktivitasnya tinggi maka kalau harganya anjlok sedikit, petani tidak rugi, penyebabnya sekarang produktifitas tanamannya kan jelek jadi hasilnya tidak maksimal, sementara harganya murah jadi petani rugi,\" tutur Beby.
Ia menambahkan, salah satu cara yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan produktivitas tanaman kopi yaitu menerapkan pola peremajaan dengan sistem sambung. Cara ini dirasa cukup efektif seperti yang dilakukan petani kopi di Kepahiang, dalam setahun mampu menghasilkan dua ton per hektare. \"Kami berharap banyak petani bisa menggunakan teknik semacam ini, sehingga hasil kebun kopinya menjadi tinggi,\" tutupnya.(999)