Dalam dialog tersebut, hadir mewakili Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Endang Supriyani yang juga menjabat sebagai Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan di Kemendes PDTT.
Dalam pembukaannya, Endang menyampaikan beberapa hal umumnya yang ada di benak masyarakat jika berbicara terkait wilayah perbatasan.
“Kalau ngomong perbatasan pada umumnya dipandang sebagai wilayah yang paling ada di pinggiran, sulit dijangkau, transportasi susah, tidak ada sinyal handphone, tertinggal, dan terbelakang”. Namun menurutnya, saat ini semua sedang diubah. “Kita lakukan perubahan paradigma dalam memandang perbatasan,\" tambah Endang.
Sesuai dengan nawacita ketiga, saat ini Pemerintah tetap berupaya membangun semua wilayah Indonesia, khususnya yang berada di wilayah terdepan.
“Kita lakukan melalui tiga strategi besar, pendekatan keamanan, pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan ekonomi agar lebih memiliki daya saing,” tegas Endang.
Untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi, sejak tahun 2015, Pemerintah sudah mengucurkan dana desa yang setiap tahunnya meningkat. Jika berkaca pada 2017 lalu, setiap desa menerima sekitar Rp 800 juta untuk bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desanya.
“Jika kita hitung-hitung sederhana, ada 1.700-an desa yang terletak di 187 lokasi prioritas (basis kecamatan) wilayah perbatasan, maka tahun lalu saja ada sekitar Rp 1,3 triliun dana yang digelontorkan pusat untuk desa-desa tersebut,\" ungkap Endang. Endang juga menambahkan, tidak hanya melalui instrumen dana desa, Kementerian Lembaga juga turut membangun infrastruktur dasar maupun pendukung di wilayah perbatasan. Untuk direktoratnya (Dit Perbatasan, Ditjen PDTu), pada tahun 2018 ini akan membangun jalan penghubung sepanjang 50 km, penyediaan elektrifikasi, penyediaan air bersih, serta peningkatan produk pertanian dengan penyediaan embung dan alat pengolah pasca panen untuk masyarakat perbatasan. “Bicara propinsi Kalimantan Utara, untuk Kabupaten Nunukan, pada 2015 sampai 2018 ini kita sudah gelontorkan lebih kurang Rp 39 miliar. Dan untuk Malinau lebih kurang Rp 16 miliar yang bersumber dari DIPA Ditjen PDTu. Serta DAK afirmasi transportasi dalam bentuk infrastruktur transportasi, air bersih, elektrifikasi, dan penyediaan sarana pendidikan,” terang Endang.
Pada penghujung dialog, Ia kembali mengingatkan para mahasiswa sejatinya menjadi agen pembaharuan dan ujung tombak dalam membangun daerah perbatasan. Diharapkan Universitas Borneo dapat melakukan KKN tematik di daerah-daerah perbatasan untuk melakukan pemetaan potensi. Menyusun program dan kegiatan desa dan menjadi motor penggerak untuk inovasi dan pemberdayaan masyarakat.
“Kalian menjadi generasi pemimpin masa depan yang berasal dari tanah asli warga perbatasan. Jadikan wilayah berkembang dan menjadi etalase yang cantik untuk dikunjungi,\" tutupnya. Dialog menghadirkan Tenaga Pengajar dan Mahasiwa Universitas Borneo Tarakan. Kegiatan sendiri dilaksanakan oleh LPPN Universitas Borneo Tarakan di Universitas Borneo Tarakan. (Rls)