BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Bank Indonesia (BI) membebaskan uang muka (Down Payment/DP) untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pertama kepada perbankan. Namun demikian, bukan berarti semua bank umum boleh memberikan fasilitas KPR dengan DP nol rupiah tersebut. Kepala Perwakilan BI Provinsi Bengkulu, Endang Kurnia Saputra mengatakan, pembebasan DP untuk fasilitas KPR tergantung masing-masing kinerja bank, baik kreditnya maupun perhitungan risikonya.
\"Kami beri pelonggaran untuk pembeli pertama. Itu kami tidak atur, sehingga bukan DP nol persen. Tapi, kami serahkan kepada manajemen risiko yang ada di bank, karena aturan kami sudah cukup ketat,\" ujar Endang, kemarin (5/7).
la menjelaskan pemanfaatan kebijakan KPR tanpa DP hanya berlaku dengan kondisi kecukupan likuiditas bank. Selain itu, BI juga mensyaratkan rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) net di bawah 5 persen atau NPL gross sektor properti 5 persen. \"Ini menunjukkan bahwa aspek prudential (kehati-hatian) masih ada. Karena kami ingin kebijakan ini tetap menjamin kehati-hatian dan perlindungan terhadap konsumen,\" jelasnya.
Kebijakan ini sengaja dilakukan ketika penjualan rumah tidak begitu tinggi seperti saat ini. Namun, ke depan, bila penjualan rumah sudah meningkat dan cenderung terlalu tinggi (booming), bukan tidak mungkin bank sentral nasional akan mengubah aturan ini lagi. \"Kebijakan makroprudensial itu bersifat countercyclical. Saat suatu hal sedang booming, kami ketatkan aturannya. Tapi ketika soft (lunak), itu kami rendahkan,\" imbuh Endang.
BI memberlakukan pembebasan rasio pinjaman terhadap nilai agunan (Loan to Value/LTV) untuk pembelian rumah pertama. Namun, untuk pembelian rumah kedua dan ketiga tetap diterapkan ketentuan DP sebesar 10-20 persen, kecuali untuk tipe rumah berukuran 21 meter persegi (m2).
\"Selain itu, BI juga memberi pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden. Pelonggaran ini dimungkinkan hingga maksimal lima fasilitas kredit tanpa melihat urutan,\" tukas Endang.
Sementara itu, Ketua DPD REI Provinsi Bengkulu, Taman SE mengatakan, selama ini peningkatan sektor properti terjadi pada rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). \"Peningkatan rumah MBR dua kali lipat, tapi yang menengah ke atas justru turun,\" ujar Taman.
Ia menjelaskan, pertumbuhan properti sebesar 6 persen tahun lalu sebagian besar disumbang oleh kredit rumah (KPR) untuk MBR. Maka REI berharap, properti segmen menengah ke atas di 2018 bisa tumbuh sampai 10 persen. \"Kalau pertumbuhannya sampai 10 persen di luar rumah MBR, maka rumah MBR tetap bisa tumbuh dan tidak pengaruhi krisis ekonomi,\" papar Taman.
Diketahui, aturan pelonggaran LTV kali ini di antaranya membebaskan perbankan untuk memberikan besaran maksimum nilai kredit LTV pembelian rumah pertama. Dengan begitu, bank bisa mensyaratkan jumlah pembayaran uang muka, bahkan berkemungkinan menyaratkan uang muka nol persen.
\"Uang muka nol persen mungkin saja, tapi hak uang muka akan dilihat dari kelayakan debitur. Kalau debitur punya pekerjaan tetap, ya bank berani kasih Kredit Pemilikan Rumah (KPR), tapi kalau pekerjaan debitur tidak jelas, ya bank takut duluan,\" tukas Taman.(999)