Kandungan Klorin di Pembalut Berbahaya? Ini Tanggapan Kemenkes

Kandungan Klorin di Pembalut Berbahaya? Ini Tanggapan Kemenkes

JAKARTA – Kaum perempuan, tampaknya, harus ekstrahati-hati dalam memilih pembalut atau pantyliner. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) baru saja merilis temuan terkait dengan penggunaan bahan berbahaya pada pembalut atau pantyliner.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan, pihaknya melakukan penelitian sejak Januari hingga Maret 2015 mengenai masalah itu. Ada sembilan merek pembalut dan tujuh merek pantyliner yang diuji YLKI di salah satu laboratorium terkemuka.

Hasilnya, ditemukan kandungan klorin pada pembalut dan pantyliner yang banyak beredar di pasaran tersebut. Klorin merupakan zat yang biasa digunakan sebagai bahan pemutih dan disinfektan.

Salah satunya pembalut merek Charm. Ternyata pembalut tersebut mengandung klorin dengan kadar 54,73 part per million (ppm) dan menduduki peringkat nomor satu. Untuk pantyliner, kandungan klorin paling tinggi dimiliki merek V Class, 14,68 ppm.

Menurut Tulus, penggunaan klorin pada pembalut dan pantyliner akan sangat berbahaya bagi kesehatan reproduksi. Selain keputihan, gatal-gatal, dan iritasi, klorin bisa mengakibatkan kanker rahim pada perempuan.

Karena itu, konsumen diminta untuk berhati-hati. Dia pun mengimbau perempuan agar beralih ke pembalut kain. ”Selain aman, tidak mengakibatkan pencemaran. Dalam sebulan saja ada 1,4 miliar sampah pembalut,” tuturnya di Jakarta kemarin (7/7).

Dia melanjutkan, temuan itu telah diteruskan kepada pihak produsen. Tulus berharap produsen memperhatikan produknya agar tidak membahayakan masyarakat. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) didorong untuk memperketat pengawasan.

”Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) memang tidak diatur batasnya. Karena itu, kami dorong agar segera diatur. Ini berbahaya,” tegasnya.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang menyatakan, pihaknya selalu rutin melakukan pengujian. Pengujian tersebut dilaksanakan pada saat pendaftaran awal. Selain itu, dilakukan uji sampling secara berkala.

”Setiap pembalut harus melewati evaluasi pada pendaftaran. Ada uji fluoresensi dan uji serap,” tuturnya.

Dia mengakui, dalam persyaratan internasional, memang tidak ditentukan batas maksimal untuk klorin. Batas itu pun tidak tercantum dalam SNI. Lalu, bagaimana dengan keamanannya? Linda mengatakan, pembalut aman dengan klorin rendah. Namun, dia tidak menyebutkan berapa nominal rendah tersebut.

Dia pun menjawab pertanyaan soal larangan penggunaan klorin pada Permenkes 472 Tahun 1996. Menurut dia, larangan itu berlaku dalam konteks penggunaan untuk dikonsumsi pada bahan makanan atau minuman. ”Kalau dimakan atau diminum, baru berbahaya,” ujarnya.

Meski demikian, Linda menerima masukan dari YLKI. Pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan YLKI untuk membahas masalah itu. (mia/c7/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: