Jaksa Kasus Bansos Diancam!

Jaksa Kasus Bansos Diancam!

JAKARTA, BE - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bengkulu, Wito SH MHum, mengaku mereka menerima ancaman, pasca penetapan 7 tersangka dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos). Menurut Kajari, ancaman itu berupa telepon maupun pesan singkat (SMS) yang intinya mengancam keselamatan jiwa jaksa yang terlibat dalam penyidikan kasus tersebut. Hal ini disampaikan Kajari Bengkulu, Wito kepada wartawan, saat mengunjungi Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis kemarin (19/3). Untuk mencegah hal tersebut kata Wito, polisi sudah dikerahkan untuk menjaga kediaman dinas Kajari Bengkulu dan kantor Kejari Bengkulu. Wito datang ke Jakarta untuk berkoordinasi dengan tim penyidik Kejagung. Dia mengaku belum melakukan pencegahan bepergian keluar negeri terhadap ketujuh tersangka baru tersebut. Namun, hal tersebut sedang dipersiapkan. ?\"Dengan seizin Pak Kapuspenkum, kami datang ke Jakarta untuk berkoordinasi terkait langkah selanjutnya. Yang penting proses hukumnya harus cepat,\" jelas Wito.

Pertimbangkan Penahanan Ditanya soal penahanan terhadap 7 tersangka baru dana Bansos APBD tahun 2012 dan 2013 senilai Rp 11,4 miliar ini, Kajari mengatakan, \"Kenapa tidak. Semua tentu akan dipertimbangkan untuk ditahan. Namun semua tergantung tim penyidik. Untuk penahanan ada alasan subjektif dan objektif. Kita lihat dulu koperatif atau tidak,\" katanya. Saat didesak kapan waktu penahanan para tersangka, Wito menegaskan sedang dikoordinasikan. Sebab untuk menahan tersangka yang diantaranya adalah Walikota dan Wakil Walikota, berdasar Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD pasal 90 harus mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri. \"Prosedurnya dari Kejari Bengkulu, lalu Kejati Bengkulu, Kejagung dan diteruskan ke Mendagri. Tentunya dengan segala pertimbangan aspek lain demi penegakan hukum,\" tukasnya. Sebagai nomor satu di Kota Bengkulu, Helmi diduga berperan ?mengambil kebijakan yang menyimpang dan melanggar aturan hukum terkait kasus Bansos ini. ?\"Mengambil suatu kebijakan yang menyimpang. Prinsip kebijakan ada standar hukum, tolak ukur, tidak boleh kebijakan yang menyimpang dari UU. Kalau semua memberikan kebijakan tidak ada tolak ukur, berarti tidak ada alasan lain,\" ungkapnya. Dalam UU 17 2003 pasal 34, lanjut Wito, disebutkan bahwa apabila terbukti lakukan kebijakan yang menyimpang dalam menetapkan APBN dan APBD maka hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dan bisa dijerat pidana. Sementara disinggung saol kerugian negara, Wito mengatakan kerugian negara tengah dalam proses penghitungan. ?\"Sekarang sedang dihitung. Yang jelas kerugian negara kemungkinan besar bisa total lost. Karena di dalam prinsip penganggaran maupun pelaksanaan anggaran tak sesuai pasal 3 UU 17 2003 prinsipnya hemat, efisien, transparan, berkeadilan dan kepatutan. Begitu juga dalam Permendagri 13 2006 pasal 122 butir 10 intinya tidak boleh APBD diberikan kepada seseorang yang tidak sesuai peruntukannya,\" pungkasnya. Kasus ini berawal dari penyaluran dana Bansos oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) yang harusnya dikucurkan para penerima, tapi senyatanya dana Bansos yang diperuntukkan bagi ke beberapa pihak yang tidak seharusnya. Dalam kasus ini penyidik Kejari Bengkulu telah menetapkan 15 orang tersangka. Dari 15 tersangka baru 8 tersangka yang telah dilakukan penahanan yakni ?Suryawan Halusi Mantan Kabag Kesra, Almizan Kabag Kesra, Novrianti Bendahara DPPKA Kota, Adrianto Himawan Aspri Walikota, Edo Swasta, M Yadi Mantan Sekda, Syaferi Syarif Kepala DPPKAD dan Satria Budi Bendahara Bansos?. Sedangkan yang belum ditahan yakni Walikota Bengkulu H Helmi Hasan, Wakil Walikota Patriana Sosia Linda, mantan Walikota H Ahmad Kanedi yang kini menjadi anggota DPD RI asal Bengkulu, mantan Ketua DPRD Kota Sawaludin Simbolon, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Irman Sawiran, Sandi Bernando dan Dirut PD RAN Dian Putra. (wsm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: