Turunkan BBM, Jokowi Plin-Plan
BENGKULU, BE - Kebijakan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai tidak produktif untuk masa depan Indonesia. Sebab, penurunan harga BBM ini tidak diikuti dengan penurunan inflasi, selain itu turunnya harga minyak dunia diprediksi tidak akan bertahan lama. \"Setiap kenaikan BBM inflasi naik, masalahnya setiap penurunan harga BBM inflasi tidak turun. Harga di pasaran cenderung tidak ikut turun, karena ada \'kekakuan\' ekonomi,\" kata Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr Wahyudi Kumorotomo, saat mengisi seminar nasional \"Politik Anggaran; Kenaikan Harga BBM dan Kebijakan Pengalihan Subsidi\", Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Fisip, Universitas Bengkulu, pukul 14.00 WIB, Jum\'at (16/1). Persoalan lain, tegas dia, Indonesia bukan sebagai negara pengekspor minyak, sehingga jika harga minyak dunia mengalami kenaikan, menyebabkan pemerintah akan mengikuti dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah dinilai tidak bijak jika menyerahkan harga minyak pada mekanisme pasar. \"Naik turunnya harga BBM sangat tidak tepat, pemerintah bisa saja disebut plin-plan,\" ucapnya. Sebaiknya pemerintah memprediksi harga minyak dunia jangka panjang. Sehingga tidak mengikuti mekanisme pasar yang menyebkan harga BBM naik turun. \"Bukan langkah yang bijak, jika (harga BBM) terus berubah-ubah, apalagi salah hitungan,\" ucap Wahyudi, di hadapan ratusan mahasiswa pascasarjana. Sebagaimana diketahui, di halaman Istana, Jumat (16/1/2015), Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengumumkan harga BBM premium dan solar turun. Kali ini harga harga BBM premium turun menjadi Rp 6.600 per liter dan solar Rp 6.400 per liter. Artinya, harga BBM premium turun sebesar Rp 1.000 per liter, dan solar turun Rp 850 per liter yang mulai berlaku Minggu malam (18/1/2014) jam 24.00 WIB atau Senin pukul 00.00 WIB. Tak hanya BBM, harga LPG dan semen juga ikut turun. Adapun harga elpiji, turun menjadi Rp 129.000, dan harga semen yang diproduksi badan usaha milik negara (BUMN) turun sebesar Rp 3.000 per sak. Sebagaimana diketahui, harga BBM jenis Premium maupun Solar yang pada 18 November 2014 lalu sempat dinaikkan oleh Presiden Jokowi menjadi Rp 8.500 per liter, pada 1 Januari 2015 lalu telah turun menjadi masing-masing Premium Rp 7.600 per liter, dan Solar Rp 7.250 per liter. Adapun harga Elpiji tabung 12 Kilogram saat ini adalah Rp 134.700/tabung, sementara harga semen BUMN per sak bervariasi sekitar Rp 66.000/zak. Penyesuaian harga BBM ini mengekor harga minyak mentah dunia yang sedang susut. Harga minyak dunia merupakan salah satu indikator perhitungan harga jual BBM, selain rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dalam seminar nasional dilaksanakan di Aula Rektorat Unib, Wahyudi menganggap, kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo, mengurangi subisi BBM pada 18 November 2014 lalu, dinilai sudah tepat. Karena tingkat konsumsi BBM yang boros, dan untuk memberikan ruang fiskal pembangunan. \"Indonesia bukan lagi negara pengekspor minyak. Tidak mungkin memberikan subsidi terlalu besar, karena impor minyak sangat besar. Jokowi relatif berani menaikan harga BBM,\" katanya. Kebijakan tersebut mendapat tentangan dari sebagian pihak, dengan adanya demontrasi dimana-mana. Dia menilai, masyarakat sudah terlanjur terbiasa dengan harga BBM yang murah karena disubsidi. Padahal, situasi ekonomi sudah jauh berbeda. \"Dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi hingga kenaikan Rp 2.000 per liter, pemerintahan Jokowi diuntungkan dengan adanya cadangan ruang fiskal,\" ujarnya. (100)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: