Bawaslu Tangani Sengketa Pilkada
JAKARTA, BE – Bawaslu Provinsi maupun Panwaslu Kabupaten/Kota diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pemilihan pada Pilkada serentak yang digelar pada akhir tahun 2015 ini. Baik sengketa antar peserta pemilihan, maupun sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Pemilhan Gubernur menyatakan bahwa keputusan sengketa pemilihan oleh Bawaslu dan Panwaslu itu bersifat final dan mengikat. “Keputusan Bawaslu Provinsi dan Keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa Pemilihan merupakan keputusan terakhir dan mengikat,” bunyi Pasal 144 ayat 1 Perppu No 1 tahun 2014 itu. Kewenangan yang lebih besar dimiliki Bawaslu dan Pawaslu juga disampaikan oleh Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Nur Hidayat Sardini. “Panwaslu diibaratkan sekedar hakim garis sepak bola, tapi peranannya dihiraukan oleh penyelenggara Pemilu. Kewenangan yang dimiliki Panwas saat ini tidak dimiliki oleh Panwas-Panwas sebelumnya,” kata Nur Hidayat Sardini. Direktur Lembaga Kajian Institute Indonesia Baru, R Daniel Putra mengatakan sesuai Perppu pengambilan keputusan Bawaslu Provinsi dan Keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota wajib dilakukan melalui proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. “Nanti untuk teknis akan diatur Bawaslu. Karena ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa diatur dengan Peraturan Bawaslu. Kita akan tunggu apakah DPR akan menyetujui atau tidak Perppu No 1 tahun 2014 ini,” katanya. Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota bila Perppu No 1 tahun 2014 tersebut disetujui maka dapat memeriksa dan memutus sengketa Pemilihan paling lama 12 hari sejak diterimanya laporan atau temuan. Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan penyelesaian sengketa melalui tahapan menerima dan mengkaji laporan atau temuan. “Serta mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat. Jadi persoalan apakah kedua belah pihak mau bertemu. Biasanya lebih suka pengadilan sengketa perolehan suara yang kalau dulu di Mahkamah Konstitusi, sekarang di Mahkamah Agung,” pungkasnya. (wmc)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: