Irjen Kemenag: Pungli di KUA Tembus Rp 1,2 Triliun

Irjen Kemenag: Pungli di KUA Tembus Rp 1,2 Triliun

JAKARTA - Praktik kotor pungutan liar (pungli) masih belum hilang dari lembaga pemerintah. Bahkan di instansi dalam naungan Kementerian Agama (Kemenag) sekalipun. Seperti yang terjadi di Kantor Urusan Agama (KUA). Irjen Kemenag Muhammad Jasin mengungkapkan, jumlah pungli di seluruh KUA di Indonesia mencapai angka fantastis, yakni Rp 1,2 triliun. \"Jumlahnya memang besar karena punglinya tidak main-main,\"papar Jasin di Jakarta, kemarin (26/12). Jasin memaparkan, pungutan liar tersebut terjadi ketika ada pasangan yang mendaftar ke KUA untuk menikah. Dari proses pendaftaran tersebut, biasanya para penghulu minta jatah atau ongkos. Biaya sebenarnya hanya Rp 30 ribu. Tapi, para penghulu nakal itu mematok tariff Rp 500 ribu. \"Kalau kita akumulasikan dalam setahun ada sekitar 2,5 juta pasangan menikah. Kalau dikalikan Rp 500 ribu, hasilnya ya mencapai Rp 1,2 triliun,\" kata Jasin. Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu  mengakui sulit meredam praktik pungli di  KUA. Apalagi tidak sedikit KUA yang justru menargetkan para penghulunya untuk menarik pungli. \"Jadi sudah dijatah, kamu sekian, kamu segini. Jumlahnya tidak main-main, sampai ratusan ribu, bahkan sampai jutaan,\" ujarnya. Praktik pungli makin marak karena belum adanya aturan yang jelas yang mengatur hal tersebut. Di samping itu, ada beberapa faktor yang mengakibatkan praktik pungli sulit dihentikan. Salah satunya terkait dengan budaya. \"Sudah menjadi hal biasa kalau memberikan ongkos bagi penghulu, meski jumlahnya tidak lazim,\" kata Jasin. Faktor lainnya adalah kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam. Banyak daerah pedalaman yang tidak bisa dijangkau dengan mudah. Tidak jarang, para penghulu tersebut terpaksa menggunakan perahu untuk menyeberang dari satu daerah ke daerah lain. Ada juga yang sampai harus naik turun gunung. Karena itu pula, ongkos yang dikenakan pada pasangan yang menikah cukup tinggi. \"Itu dari mana duitnya? Kan tidak dibiayai negara. Makanya mereka akhirnya minta ongkos,\" terangnya. Jasin menegaskan, saat ini pihaknya menyusun formulasi sebagai bahan pertimbangan kepada Menag. Jika disetujui, Menag akan meneruskan bahan formulasi tersebut kepada Presiden. Pihaknya menyarankan agar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) KUA dapat dialokasikan sebagai real cost bagi penghulu. \"Dengan begitu diharapkan bisa menghindari terjadinya suap dan gratifikasi seperti praktik pungli yang ada sekarang ini,\" kata Jasin. (ken/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: