Proyek Pertama Dirikan Pangkalan Ojek Pintar

Proyek Pertama Dirikan Pangkalan Ojek Pintar

Aksi Komunitas Kebukit Tumbuhkan Minat Baca Masyarakat Pinggiran \"6083_4721_Oke-Foto-Boks-Kebukit-1\" Berawal dari hobi membaca, beberapa anak muda di Bandung mendirikan perpustakaan mandiri di kampung-kampung. Kegiatan yang bertujuan menumbuhkan kebiasaan membaca itu kini telah menyebar ke beberapa daerah terpencil di Indonesia. *** Sebuah pangkalan ojek di Jalan Cikutra, Bandung, sepintas tak berbeda dengan pangkalan di tempat lain. Beberapa motor parkir berjejer, sedangkan pemiliknya terlibat pembicaraan santai sembari menunggu penumpang. Tapi, sebagian yang lain tampak asyik sedang membaca buku. Ya, di pangkalan ojek itu terdapat rak buku berukuran 1 x 1,5 meter yang berisi puluhan buku aneka macam. Ada buku motivasi, pengetahuan agama, sosial, dan novel. Itulah Pangkalan Ojek Pintar Cikutra. Oleh komunitas Kelola Buku Kita (Kebukit), pangkalan itu disulap menjadi perpustakaan publik. Komunitas yang berdiri pada 2007 tersebut digawangi Nuriska Fahmiany, pegawai sebuah perusahaan asuransi. Nuriska mendirikan Kebukit karena hobi membaca. Bersama orang-orang yang suka membaca pula, dia lalu beraktivitas. Di antaranya, bertukar buku. ’’Awalnya memang kami saling tukar buku. Buku yang sudah selesai dibaca diputar ke teman. Sedangkan buku teman ganti kita baca,’’ jelas Nuriska ketika ditemui di sekretariat Kebukit Jumat (15/8). Hobi itu terus dikembangkan dalam kegiatan sosial. Tapi, tetap terkait dengan perbukuan. Yakni, memfasilitasi masyarakat untuk saling tukar buku. Caranya, menyediakan boks untuk menampung buku-buku yang dikumpulkan dari anggota komunitas maupun para penyumbang. ’’Dengan cara begitu, makin banyak orang yang ikut meminjam atau meminjamkan buku pribadinya,’’ kisah Nuri, sapaan akrab Nuriska. Tak diduga, respons masyarakat sangat bagus. Maka, para aktivis komunitas itu bersepakat untuk menyewa garasi rumah guna menampung buku-buku yang semakin banyak. Juga, untuk ruang baca semacam taman baca. Tidak hanya meminjamkan buku, komunitas tersebut membuat sejumlah kegiatan kreatif untuk menggiatkan budaya baca masyarakat. ’’Yang paling sering, kami mengadakan diskusi buku,’’ terangnya. Pangkalan Ojek Pintar Cikutra hanya salah satu di antara program Kebukit. Selain di Cikutra, komunitas itu mendirikan taman baca yang sama di Sukasari, Bandung. ’’Kami sedang mempersiapkan Pangkalan Ojek Pintar di tempat lain. Juga, di kota lain seperti Jakarta dan Pontianak,’’ katanya. Ide mendirikan ”Pangkalan Ojek Pinter” itu adalah memberikan kesempatan kepada para tukang ojek agar terdorong belajar hal baru. Menurut Nuri, para tukang ojek perlu didorong untuk mau membaca karena relatif memiliki banyak waktu luang saat menunggu penumpang. ’’Dalam pengamatan kami, ketika tukang ojek menganggur, banyak waktunya yang hilang percuma. Ada yang main catur, sekadar ngobrol, atau bahkan tidur. Kan sayang,’’ ujarnya. Dengan adanya buku di pangkalan ojek, diharapkan para tukang ojek terdorong untuk mau membaca dan menggali ilmu pengetahuan dari buku-buku yang dibacanya. Karena itu, buku-buku yang ditempatkan di pangkalan ojek lebih banyak bertema motivasi, entrepreneur, dan agama. ’’Tapi, kami juga menempatkan buku-buku novel untuk hiburan,’’ ungkap Nuri. Pangkalan Ojek Pintar itu termasuk program ruang baca kota. Selain pangkalan ojek, dalam program untuk perkotaan, mereka menggarap perpustakaan mobile di kampung-kampung padat penduduk. ’’Untuk yang ini sudah kami kerjakan di Cibangkong, Bandung. Kami juga akan mengadakan perpustakaan mobile yang akan keliling di lapas anak di Jawa Barat,’’ jelasnya. Selain perkotaan, sasaran komunitas tersebut adalah masyarakat di pedalaman. Beberapa anggota Kebukit sampai rela blusukan ke desa-desa terpencil di Jawa Barat. Anggota aktif Kebukit yang berjumlah tujuh orang itu juga terlibat dalam tim Ekspedisi Bhakesra (Bhakti Kesejahteraan Rakyat) Nusantara. Melalui tim itu, mereka nunut mengampanyekan budaya membaca kepada masyarakat di pedalaman di luar Jawa. Beberapa tempat telah mereka jelajahi, antara lain, Kepulauan Nias, Mentawai, Pulau Alor, Sumba, Kayuadi, Sabu, Maumere (Kepulauan Flores), Lembata NTT, Pulau Buton di Sulawesi, Pulau Waissei di Raja Ampat, dan yang terbaru Pulau Obi di Halmahera. ’’Di daerah-daerah itu kami terlibat dalam pendistribusian buku. Di sana kami juga membangun komunitas baca,’’ katanya. Saat di pedalaman itu, komunitas ini juga mengadakan training movitasi yang bertema Hobiku, Masa Depanku. ’’Dalam training itu, kami memberikan semangat kepada anak-anak pedalaman bahwa hobi membaca mereka bisa menjadi bekal masa depan,’’ ujarnya. Upaya membangun minat baca di masyarakat tersebut bukan tanpa kendala. Yang kerap mereka dapat adalah sikap apatis dari masyarakat ketika kali pertama ditemui. ’’Banyak yang awalnya mengira komunitas ini merupakan bagian dari parpol, padahal tidak seperti itu,’’ katanya. Itu juga yang terjadi saat mereka berusaha masuk ke komunitas tukang ojek. ’’Awalnya tukang ojek mengira kami sayap parpol. Tapi, kami bantah dan kami jelaskan dengn gamblang. Akhirnya mereka mau mengerti,’’ cerita Nuri. Selain membuka titik baru untuk perpustakaan, komunitas tersebut tengah membina para pengelola perpustakaan. Tujuannya, perpustakaan yang telah berdiri bisa terus berjalan dan berkembang. ’’Saat ini kami juga sedang mendirikan kids learning center di Kepulauan Gili, Lombok,’’ tutur Nuri. (*/c10/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: