Kejari Siapkan 17 Jaksa Usut BLUD
BENGKULU, BE - Pasca konsultasi dari Kejagung RI, Kejari Bengkulu berjanji akan segera menuntaskan pengusutan dugaan korupsi di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus segera. Meskipun banyak pihak yang meragukan hal tersebut, Kejari akan tetap ngotot untuk menuntaskan kasus yang bermula dari SK yang ditandatangani oleh Gubernur Bengkulu tersebut. \"Kejaksaan Negeri Bengkulu tidak melempem. Kejaksaan harus eksis untuk mengusut kasus-kasus korupsi selama itu menjadi kewenangannya,\" demikian disampaikan Kajari Bengkulu, Wito SH MHum, ditemui BE di ruangannya, kemarin. Ditambahkan pria berdarah Jawa Timur ini, Kejari Bengkulu akan \'all out\' dan bekerja 24 jam per hari untuk menuntaskan tindak pidana korupsi (Tipikor). Bahkan, Kejari sudah menyiapkan 17 tim penuntut untuk menangani tipikor yang dilaporkan. Tim tersebut, lanjut Wito, dipimpin langsung oleh dirinya. \"Kalau jaksa kurang, kita minta bantuan dari Kejati. Kalau kurang, kita minta lagi sama Kejagung untuk membantu,\" bebernya. Mantan Kajari Jambi ini menegaskan, keseriusan Kejari menuntaskan dugaan penyelewengan dana RSUD M Yunus bukan tanpa alasan dan membabi buta. Di Indonesia, jelasnya, kejaksaan merupakan salah satu institusi yang berhak melakukan penyelidikan dan penyidikan. \"Dan hanya kejaksaan yang punya wewenang penuntutan,\" pungkasnya. Dijelaskan Wito, Kejari Bengkulu juga mendesak para penerima honor tim pembina agar segera mengembalikan kerugian negara. Bahkan, Kejari memberikan tempo 1 bulan agar 103 yang tertera namanya, termasuk Gubernur Bengkulu, mengembalikan uang honor pembina RSUD M Yunus tersebut. \"Kalau tidak dikembalikan sebelum perkara ini kita limpahkan ke pengadilan, seluruh subjek hukum yang terlibat akan kita tindak tegas melalui proses penghukuman,\" jelas Wito. Ditambahkannya, pengembalian bisa langsung ke Kejari, dengan tujuan agar kerugian negara sebesar Rp 5 miliar lebih tersebut bisa segera ditutupi. Selain itu, dia menegaskan tugas penegak hukum dalam menangani kasus tindak pidana korupsi tidak hanya sebatas menghukum, tetapi harus mampu mengembalikan keuangan negara seutuhnya. \"Pasal 18 UU Tipikor mewajibkan penuntut umum dalam menangani perkara mutlak harus ada pengembalian kerugian negara,\" tegasnya. Surati Polres Menanggapi banyaknya anggapan yang melarang Kejari untuk mengusut kasus RSMY karena sudah diusut oleh Polda. Kejari Bengkulu membenarkan jika pengusutan tipikor tidak boleh tumpang tindih antar instansi. Pun demikian, untuk kasus RSMY, dia menegaskan subjek hukum yang akan diperiksa berbeda karena Polda hanya menetapkan 6 tersangka. Sedangkan Kejari beranggapan, tersangka bisa lebih dan ada laporan ke Kejari untuk ikut melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Bengkulu. Karena itu, Kejari berencana akan segera melayangkan surat ke Kapolres Bengkulu. \"Kejari juga berencana akan mengirim surat ke seluruh instansi penegak hukum lainnya yang ada kewenangan penindakan terhadap tipikor,\" tambahnya. Hal itu, lanjutnya, berdasarkan Inpres nomor 5/2004 tentang percepatan perkara korupsi dengan menandasari kesepakatan bersama antara Kapolri, Kejagung dan KPK, yang mana oleh pemerintah berdasarkan UU Kejaksaan, UU Kepolisian dan UU KPK. \"Tujuannya adalah untuk menghindari adanya tumpang tindih yang dimaksud dan ada koordinasi,\" imbuhnya. Dalam surat tersebut, lanjut Wito, berisikan penyidik yang berwenang supaya melakukan penyelidikan/penyidikan tipikor untuk saling memberi tembusan antara instansi penegak hukum. Di dalam resume hasil penyidikan, sambungnya, penyidikan harus dicantumkan apakah ada perkara lain yang ditindaklanjuti/disisik. \"Terakhir, sesuai dengan Pasal 41 UU Tipikor harus disampaikan perkembangan penyelidikan/penyidikan kepada pelapor. Supaya ada kepastian hukum dan keadilan pada pihak yang dirugikan,\" demikian Wito. Sebenarnya Polda Bengkulu sudah menetapkan 6 tersangka dalam kasus ini. Pun demikian, baru 3 tersangka yakni Zulman Zuhri (mantan Direktur RSMY), Darmawi (mantan Staf Keuangan), dan Hisar Sihotang (mantan Bendahara Pengeluaran) yang sudah dilimpahkan ke Kejari dan saat ini ditahan di Lapas Malabero. Seperti yang dilansir sebelum, Kejari sudah memetakan pihak lain yang diduga terlibat selain 6 tersangka yang telah ditetapkan Polda. Pasalnya, Kejari sudah mengantongi nama-nama lain yang turut menikmati jasa honor tim pembina sebesar Rp 5,6 miliar atau 0,75 persen dari pendapatan pelayanan dan perawatan kesehatan RSUD M Yunus tersebut. Nama-nama tersebut tercantum dalam SK Nomor: Z.17.XXXVIII yang ditandangani pada 21 Februari 2011 tersebut. Dalam SK tersebut, gubernur bertindak sebagai penandatangan sekaligus penerima honor sebagai pengarah pada tim pembina. Diusutnya kasus ini sendiri karena ternyata di dalam Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD RSUD tidak dikenal istilah \'Tim Pembina\'. Pun demikian, honor tetap dicairkan dan dianggap merugikan keuangan negara/daerah. (609)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: