Tim Jokowi dan Prabowo Saling Lapor

Tim Jokowi dan Prabowo Saling Lapor

JAKARTA, BE - Persaingan antar-dua pasangan capres-cawapres mulai menyentuh ranah hukum. Kemarin, lewat saluran berbeda, dua kubu sama-sama mengajukan laporan. Kubu Prabowo-Hatta mengirim laporan ke Bawaslu atas kasus dugaan curi start kampanye, sedangkan kubu Jokowi-Jusuf Kalla mengirim laporan ke Mabes Polri. Yang dilaporkan ke Mabes Polri adalah Ketua Tunas Indonesia Raya (Tidar) Jakarta Selatan Edgar Jonathan. Pimpinan salah satu organisasi sayap Partai Gerindra tersebut dilaporkan tim kuasa hukum atas kasus dugaan mengedarkan surat palsu mengatasnamakan Jokowi seputar permohonan penangguhan pemanggilan oleh Kejagung. Melalui Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Panjaitan, Jokowi melaporkan pembuat surat palsu tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. \"Kami akan melaporkan orang yang kami duga membuat surat palsu soal keinginan Pak Jokowi untuk menunda proses pemeriksaan dari Kejagung,\" kata Trimedya di Bareskrim Mabes Polri kemarin. Trimedya mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui siapa orang yang membuat surat palsu tersebut. \"Sudah. Kalau kita ikutin di sosmed hasil komunikasi mereka, bisa dilihat nama EJS. Dia adalah ketua Tidar Jaksel,\" ungkap Trimedya. Dia juga menyatakan bahwa pihaknya telah mengumpulkan sejumlah saksi yang memperkuat tuduhan kepada ketua organisasi sayap Partai Gerindra tersebut. Menurut dia, surat palsu tersebut bertujuan men-downgrade popularitas pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) sebagai capres dan cawapres. \"Bukan watak Jokowi untuk menghalangi proses penegakan hukum.\"Seandainya ada panggilan dari Kejaksaan, tentu beliau akan hadir. Ini kan problemnya tidak ada surat, tapi seakan-akan Jokowi yang membuat itu,\" ucapnya. Anggota tim hukum Jokowi-JK Junimart Girsang menambahkan, pemalsuan itu masuk pasal 263 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yaitu, terkait dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dengan media sosial, media cetak, dan/atau elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 jo 311 KUHP, pasal 27, pasal 36, pasal 45, dan pasal 51 UU Nomor 11 Tahun 2008. Dia melanjutkan, hasil pertemuan tim dengan Kabareskrim, Wakabareskrim, direktur pidana umum, wakil direktur pidana umum, dan tim cyber Mabes Polri, Polri akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. \"Pak Kabareskrim berjanji secepat mungkin menyikapi laporan pengaduan kami,\" katanya. Terhadap laporan tersebut, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi meminta semua pihak untuk saling menghargai dan tidak saling menyudutkan. Tudingan terhadap aktivis Tidar juga masih harus dilihat secara objektif. \"Saya belum bisa berkomentar banyak. Tapi, menurut saya, semua harus dilihat dulu secara benar, jangan terburu-buru menuduh,\" kata Suhardi. Di tempat terpisah, tim hukum Prabowo-Hatta mengirim laporan ke Bawaslu karena pelanggaran kampanye. Tepatnya, saat berpidato ketika pengambilan nomor urut. Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Tjatur Sapto Edy juga menyatakan, pelaporan yang dilayangkan pihaknya juga didasari upaya mendorong pembelajaran positif bagi para capres. \"Kalau Pak Prabowo kan hanya mengucapkan terima kasih ke KPU, Polri, TNI yang semuanya telah bekerja keras,\" tutur Tjatur. Minggu lalu (1/6) dua pasangan capres-cawapres mengambil nomor urut. Setelah pengambilan tersebut, dalam pidatonya, Jokowi mencuri start kampanye dengan mengungkapkan ajakan untuk memilih nomor dua yang merupakan nomor urut dirinya dan Jusuf Kalla sebagai pasangan capres-cawapres. Ada Pati Diajak Parpol Netralitas TNI/Polri menjelang pilpres 2014, kembali disoal. Pasca penetapan nomor urut pasangan Capres-Cawapres, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku mendapat informasi bahwa ada pihak yang berupaya menarik sejumlah perwira tinggi (pati), untuk mendukung calon tertentu. Informasi tersebut cukup mengusik orang nomor satu di Indonesia itu. \"Informasi yang telah dikonfirmasikan, bukan info yang tidak ada nilainya mengatakan ada pihak-pihak yang menarik sejumlah perwira tinggi untuk berpihak kepada yang didukungnya,\"tegas SBY saat memberikan pembekalan dan arahan jelang Pilpres di hadapan 282 perwira tinggi di Kemenhan, kemarin (2/6). SBY kian meradang saat mendengar bahwa dirinya disebut sebagai kapal karam. Untuk itu, instruksi atau permintaannya tidak perlu dihiraukan karena tidak lama lagi bakal lengser. \"Bahkan ditambahkan, tidak perlu mendengar presiden. Itu kapal karam, kapal yang sudah mau tenggelam. Lebih baik mencari kapal baru yang tengah berlayar dan mataharinya masih bersinar. Saya tahu, saya mendengar,\"papar SBY yang kemudian sempat terdiam. SBY menegaskan ajakan-ajakan tersebut hanya sebuah godaan politik. Karena itu, dia menginstruksikan kepada para perwira tinggi untuk tidak mengindahkan ajakan-ajakan semacam itu. Karena hal tersebut, melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku. Dia juga menekankan, ajakan-ajakan tersebut sama dengan mengajari para prajurit/tamtama/dan perwira TNI-Polri untuk meninggalkan sumpah prajurit, yaitu Sapta Marga. \"Berhati-hatilah. Jangan tergoda. Saya khawatir, niat dan tujuannya tidak baik. Tidak baik bagi para perwira yang diajak bicara seperti itu, tidak baik bagi lembaga TNI dan Polri dan tidak baik bagi negara,\"tegas dia. SBY menekankan, para komandan utama di lingkungan TNI-Polri adalah perwira terbaik. Karena itu, almamater mereka di TNI, pasti tidak rela jika yang bersangkutan mau ditarik-tarik ke politik. Dia sendiri sebagai pemimpin TNI-Polri, juga menyatakan tidak rela. \"Kami mencintai anda semua untuk menuju kejayaan di negeri ini,\"katanya. Meski begitu, SBY menuturkan, para perwira tinggi bukan tidak boleh menjadi pemimpin politik atau mengisi jabatan-jabatan politik. Namun, hal tersebut memiliki aturan dan etika \"yang harus dipatuhi. Yakni harus mundur dulu dari jabatan TNI dan Polri. Presiden 64 tahun itu pun mempersilahkan, jika ada diantara perwira TNI-Polri ingin menjadi pemimpin politik atau berkarier di jabatan politik. \"Ajukan pengunduran diri sekarang juga, hampir pasti akan dikabulkan. Saya akan lepas baik-baik, dan saya akan doakan semoga sukses. Era Dwi Fungsi TNI-Polri sudah berakhir, era kekaryaan sudah selesai. Karena itu, kalau itu terjadi (berebut jabatan politik), perwira di bawah dan prajurit akan bingung,\"urainya. SBY pun mengajak para pimpinan TNI-Polri yang ingin berkarier di jabatan politik untuk mengikuti apa yang dilakukan para mantan pimpinan TNI-Polri yang kini memimpin partai politik. Diantaranya, Jendral (Purn) Edi Sudrajat, Jendral (Purn) Wiranto), Letjen (Purn) Prabowo Subianto, termasuk dirinya sendiri, yang memilih jalan mewujudkan cita-citanya menjadi pemimpin politik, dengan mendirikan partai politik, melalui jalur yang benar. Karena itu, lanjut SBY, pembekalan dan arahan terkait Pilpres 2014 nanti, cukup penting. Dia menuturkan beberapa kali dirinya memberikan instruksi dan pengarahan dengan tema yang sama berkaitan dengan sikap dan tindakan TNI-Polri dalam menghadapi Pemilu. Diantaranya saat menghadapi Pemilu lima tahun lalu, dan juga pada pada awal tahun ini dalam Rapim TNI, pada 9 Januari, terkait dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg). Intinya, kata SBY, ada dua hal yang harus dipegang teguh para prajurit TNI-Polri. Yakni, yang pertama, Polri dibantu TNI bertugas untuk memastikan agar Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden berjalan secara aman, tertib, dan lancar sesuai amanah Undang-Undang. Kemudian yang kedua, TNI dan Polri netral, baik selaku institusi maupun selaku anggota TNI-Polri. \"Penilaian saya, TNI dan Polri telah dapat melaksanakan dua tugas dan sasaran itu, apapun hasilnya Pileg dan Pilpres 2009, dan Pileg 2014 lalu. TNI dan Polri telah bertindak netral. Harapan saya, netralitas TNI dan Polri itu pada Pilpres 9 Juli tetap dilaksanakan. Jangan mundur, jangan dirusak, jangan dikacaukan Reformasi TNI-Polri yang kita laksanakan sejak 16 tahun lalu itu,\"paparnya. Menkopolhu kam Djoko Suyanto mengamini pernyataan SBY, terkait adanya upaya melibatkan pati aktif dalam politik. Djoko menegaskan bahwa pati tersebut tidak menawarkan diri, melainkan diajak bergabung. \"Bukan TNI yang menawarkan diri, tapi ada upaya menarik perwira-perwira aktif untuk berkiprah di jajaran perpolitikan. Padahal mereka masih aktif,\"ujarnya di Kemenhan, kemarin. (Ken)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: