Pengadaan Mesin Tetas Disorot
TUBEI,BE - Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskanak) Kabupaten Lebong pada tahun 2013 lalu mendapatkan proyek pengadaan mesin tetas dengan dana sebesar Rp 149 juta. Proyek ini pun mendapatkan sorotan tajam. Karena diduga telah menimbulkan kerugian keuangan Daerah sebesar Rp 32 juta rupiah. Berdasarkan data yang berhasil diperoleh dilapangan, dari pengadaan mesin tetas yang dikerjakan oleh CV AT harga pembelian mesin tersebut kemahalan. \'\'Diduga proyek ini menimbulkan kerugian yang mencapai Rp 32 juta lebih. Diduga, hal ini disebabkan karena Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga tidak melaksanakan survey harga pengadaan mesin tetas secara memadai sebagai dasar penyusunan HPS,\" ungkap sumber BE yang enggan disebutkan namanya. Dari perhitungan kemahalan harga pengadaan mesin tetas ini diketahui mesin tetas kapasitas 164 sampai 200 butir sebanyak 25 unit dari Harga Perkirasaan Sendiri (HPS) Diskanak adalah Rp 122, 5 juta. Sedangkan dari Surat Perintah Kerja (SPK) adalah Rp 122 juta. Sementara harga wajar dari 25 unit mesin tetas ini hanya sebesar Rp 92, 57 juta. Artinya terdapat selisih SPK dan harga wajar sebesar Rp 29,42 jura. Selanjutnya pada mesin tetas kapasitas 500 butir sebanyak 1 unit HPS Rp 10,29 juta, kemudian SPK sebesar Rp 10,27 juta. Sementara harga wajar Rp 8.602.000, diduga telah terjadi selisih antara SPK dan harga wajar sebesar Rp 1,66 juta. Untuk pengadaan teropong telur sebanyak 26 unit HPS sebesar Rp Rp 3,185 juta, sedangkan harga wajar adalah Rp 1.928.550. Pada item ini juga diduga terjadi selisih antara SPK dan harga wajar sebesar Rp 1,25 juta. \"Dari tiga item proyek tersebut setelah dipotong PPN 10 %, daerah disinyalir mengalami kerugian mencapai Rp 32 juta lebih. Diduga, hal ini disebabkan karena Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga tidak melaksanakan survey harga pengadaan mesin tetas secara memadai sebagai dasar penyusunan HPS,\" ungkap sumber BE yang enggan disebutkan namanya. Terpisah, Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Lebong, Sumiati SP saat ditemui BE mengakui terjadinya kemahalan harga dalam pengadaan mesin tetas tersebut. Bahkan dikatakannya, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pengadaan mesin tetas tersebut ada terjadi kemahalan harga yang mencapai Rp 32 juta lebih. Hal tersebut dijelaskan Sumiati, dikarenakan adanya selisih harga saat dilakukan pengecekan harga ke Pabrik atau distributornya, karena pengadaan ini dilakukan oleh rekanan yang tentunya mereka mengambil keuntungan dari pengadaan mesin tersebut. \"Iya, memang berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ada selisih harga dalam pengadaan mesin tetas tersebut. Tapi itu sudah kita selesaikan dan kelebihan harga tersebut sudah kita kembalikan ke KAS Daerah pada tanggal 24 Desember 2013 lalu,\'\' katanya. Diakui memang ada selisih harga antara membeli mesin ke distributor dengan agennya. Seperti contoh kita membeli pupuk di pabrik dengan pengecer tentunya beda, nah hal ini yang terjadi dalam pengadaan barang tersebut. Saat BPK melakukan pengecekan harga barang tersebut, pihak rekanan tidak bisa menunjukan cap resmi dari pihak distributor, sehingga timbullah kelebihan pembayaran. Sekarang itu sudah selesai kok,\" ungkap Sumiati yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan alat tetas tersebut. Sementara pihak rekanan yang melaksanakan proyek pengadaan mesin tetas ini belum berhasil dikonfirmasi. (777)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: