Tak Fair Serang Jokowi dengan Kasus Banjir

Tak Fair Serang Jokowi dengan Kasus Banjir

JAKARTA - Banjir yang dua hari ini menggenangi wilayah Jakarta memicu kritik dan serangan secara politik ke Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi. Sebab, Jokowi yang selalu ditempatkan sebagai figur dengan elektabilitas tertinggi di survei kandidat calon presiden itu dianggap tidak mampu memberesi persoalan di ibu kota sebagaimana janji kampanyenya saat Pilkada DKI Jakarta 2012 silam.

Namun, pengamat politik dari Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), AA Ari Dwipayana mengatakan, tidak fair jika menimpakan persoalan banjir dan macet di DKI Jakarta hanya pada sosok Jokowi yang baru setahun memimpin. Menurut Ari, Jokowi justru sudah menunjukkan kesungguhannya menghadapi banjir dengan langsung turun ke lapangan, bukan hanya dengan rapat di kantor yang nyaman.

Karenanya Ari justru menyebut ada pihak yang hendak mengail di air keruh dengan menyudutkan Jokowi saat Jakarta Kebanjiran. \"Termasuk pemerintah pusat dan elit partai jadi penonton dan terkesan mengail di air keruh dari banjir dengan membuat noises (bising, red) di kala rakyat bekerjasama menangani banjir,\" kata Ari melalui layanan BlackBerry Messenger, Senin (13/1) malam.

Ditegaskannya, Jokowi sebenarnya sudah terlihat sungguh-sungguh dalam mencegah banjir melalui koordinasi dengan pemerintah pusat dan Provinsi Jawa Barat. Bahkan, lanjut Ari, blusukan yang biasa dilakukan Jokowi juga bagian dari upaya mencari solusi karena dibarengi dengan revitalisasi waduk, pembersihan sungai, dan memperbanyak ruang terbuka hijau.

Ari menambahkan, serangan ke Jokowi makin kencang karena terus menguatnya arus publik yang ingin mencalonkan mantan Wali Kota Surakarta itu pada Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang. Padahal, kata Ari, Jokowi justru tetap konsisten fokus pada persoalan-persoalan di DKI, termasuk memainkan politik anggaran di APBD untuk penanganan banjir dan macet.

\"Jadi dorongan nyapres justru muncul dari publik yang sudah melihat gaya kepemimpinan Jokowi yang bekerja. Tipe kepemimpinan ini justru diharapkan jadi antithesa kepemimpinan pencitraan, karena (Jokowi, red) melakukan langkah kongkret yang sulit dilakukan oleh gubernur pendahulunya,\" ulas Ari.(ara/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: