Cabut IUP 19 Tambang Nganggur
CSR Juga Tak Jelas BENGKULU, BE - 19 perusahaan tambang batu bara tidak melakukan operasi, alias nganggur meski sudah memiliki izin melakukan operasi produksi. Hal ini menuai tanggapan serius dari berbagai kalangan. Anggota Komisi III DPRD Provinsi, Budy Darmawansyah, yang juga Ketua Badan Legislasi (Baleg) meminta pihak terkait, yaitu pemerintah daerah meninjau lagi izin yang diberikan kepada 19 perusahaan tersebut. \"Pemerintah daerah harus meninjau lagi. Jika memang tidak beroperasi, sebaiknya dicabut izinnya, dan kembalikan kepada masyarakat,\" ujarnya, saat ditemui di kantor, kemarin. Memang banyak alasannya sebuah perusahaan tambang batu bara tidak melakukan operasi. Bisa saja karena faktor ekonomis atau harga batu bara yang tidak bagus. Bisa juga karena kurangnya modal sebuah perusahaan tambang batu bara. \"Namun, apapun alasannya jika tidak operasi ya, cabut saja izin usaha pertambangannya. Apalagi, jika dilihat, reboisasi dan reklamasi lahannya tidak dilaksanakan, kepala daerah berhak mencabut izin perusahaan batu bara,\" tegas Budi. Budi mengatakan, harusnya saat sebelum perusahaan mendapatkan izin operasi produksi, telah melakukan penelitian dan kajian pertambangan yang dilakukan. \"Yang menjadi pertanyaan sekarang, penelitian, kajian sebagai syarat mendapatkan izin operasi produksi itu, apa palsu,\" tanyanya. Mantan Ketua Pansus Raperda Batu bara, Ir Firdaus Djailani mengatakan lebih baik perusahaan batu bara tersebut tidak beroperasi. Dia menegaskan, lebih baik perusahaan batu bara tersebur nganggur, dari pada beroperasi namun tidak jelas penyaluran CSR kepada masyarakat, tidak melakukan reklame dengan benar, dan tidak mematuhi tonase angkutan batu bara sesuai dengan kelas jalan. \"Jika perusahaan batu bara itu tidak operasi, itu sebuah anugerah bagi masyarakat Bengkulu,\" katanya. Firdaus mengatakan pansus raperda batu bara sudah merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk mencabut izin usaha pertambangan yang tidak beroperasi. Didalam perda yang sudah disahkan oleh DPRD Provinsi, juga mengatur pencabutan izin perusahaan batu bara yang tidak operasi. \"Dalam waktu dekat ini, kita juga akan mendatangi Mendagri, untuk mengecek Perda yang sedang diverifikasi. Kenapa tidak turun, padahal yang lainnya sudah,\" ujarnya. Dia akan mendatangi Kemendagri, mempertanyakan alasan belum turunnya verifikasi Perda batu bara. Dia mencurigai ada pihak yang sengaja menghadang agar Perda tersebut tidak turun, atau tidak lolos verifikasi. \"Dikhawatirkan ada oknum yang menghalangi,\" tegasnya. Terkait dengan penyaluran CSR, dia juga sangat menyayangkan penyaluran CSR batu bara yang tidak jelas. Selama ini hanya membuat auning di Pantai Panjang, namun tidak sebanding dengan kekayaan alam yang telah dieksploitasi. \"CSR tidak sebanding untuk masyarakat. Tidak ada Puskesmas lengkap dengan dokternya. Apakah membiayai anak sekolah yang tidak mampu. Banyak program kalau mau berbuat untuk masyarakat,\" jelasnya. Sementara itu, salah seorang anggota Asosiasi Pengusaha Batu Bara (APBB) yang tidak mau disebutkan namanya, mengungkapkan jika penyaluran CSR selama ini tidak jelas. Bahkan, berapa besaran CSR semua perusahaan tambang batu bara selama ini juga tidak jelas. Meski, pihak APBB yang selama ini dinggap sebagai pihak yang mengelola CSR tambang batu bara, namun, dia sebagai anggota tidak mengetahui proses penyaluran CSR itu. \"Yang tahu hanya Ketua dan Bendahara APBB,\" tegasnya. Seharunya menurut dia, CSR tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat langsung setiap tahunya. Kenyataannya selama ini tidak pernah dilakukan. Sehingga, menurutnya sangat wajar jika selama ini masyarakat marah terehadap perusahaan pertambangan batu bara. \"Karena memang menyaluran CSR tidak jelas. Laporan pertanggungjawaban pihak pengelola juga tidak jelas. Jangan sampai, CSR yang harusnya diperuntukan atau hak masyarakat ini dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, tanpa ada pertanggung jawaban sama sekali,\" ujarnya, mewanti-wanti tidak sebutkan namanya. (100)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: