Peneliti Temukan Obat Jet Lag
Bepergian ke luar negeri tidak lagi mengasyikkan jika dihantui jet lag. Peneliti kini sudah menemukan obat yang akan menjadikan sesorang mudah beradaptasi dengan perbedaan siklus siang dan malam akibat zona waktu yang berbeda.
Sebuah studi baru yang dipublikasikan dalam jurnal Cell belakangan ini berhasil menemukan adanya sebuah gen yang bertanggung jawab menyebabkan munculnya jet lag. Diharapkan ini akan jadi cikal bakal untuk memproduksi obat yang dapat membantu tubuh untuk menyesuaikan diri lebih cepat ketika berada di zona waktu yang berbeda.
\"Masalahnya jam biologis seseorang hanya bisa menyesuaikan diri dengan perbedaan waktu sebanyak satu jam saja setiap harinya,\" kata peneliti Dr. Stuart Peirson dari University of Oxford seperti dilansir laman Fox News, Senin (25/11).
\"Itulah mengapa ketika seseorang menginjak suatu tempat yang perbedaan waktu dengan daerah asalnya mencapai enam jam, bisa jadi ia butuh waktu sampai enam hari untuk memastikan gejala capek, pening dan mudah marahnya (akibat jet lag) benar-benar hilang,\" katanya lebih lanjut.
Untuk mencari solusi masalah para traveler itu, Peirson dan rekan-rekannya menganalisis pola ekspresi sejumlah gen yang ada dalam otak tikus. Tikus-tikus ini dipapari cahaya selama berjam-jam ketika ruangan tempatnya berada dibuat menjadi gelap. Teknik ini dimaksudkan untuk meniru efek perubahan zona waktu.
Dari situ peneliti berhasil mengidentifikasi sebuah gen yang mereka sebut dengan SIK1. Tampaknya gen inilah yang bertindak sebagai regulator atau pengatur gen jam (clock gene) tubuh. Ketika diaktifkan, ini akan mencegah clock gene tubuh tersebut agar dapat menyesuaikan diri secara otomatis terhadap perubahan paparan cahaya atau perbedaan zona waktu.
\"Saat diaktifkan oleh paparan cahaya, level ekspresinya (pada seluruh clock gene akan naik. Tapi ketika SIK1 yang diaktifkan, maka level ekspresinya akan kembali turun,\" kata Peirson.
Bahkan peneliti dapat menyimpulkan jika gen SIK1 inilah satu-satunya faktor biologis yang menghambat banyak orang agar bisa menyesuaikan dirinya terhadap perubahan zona waktu dengan mudah.
Sebab ketika Peirson dan rekan-rekan menonaktifkan gen ini pada tikus, kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan paparan cahaya yang terang menjadi berubah secara dramatis.
Peneliti pun berharap temuan ini bisa menjadi cikal bakal obat yang dapat mematikan gen SIK1 dalam tubuh manusia, sehingga kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan waktu bisa meningkat. Termasuk mengurangi efek samping jet lag, selain keinginan tidur siang yang begitu tinggi.
\"Jet lag sendiri memang dapat menyebabkan sejumlah efek samping, mulai dari gangguan gastrointestinal hingga masalah pada mood. Begitu juga dengan peningkatan risiko gangguan metabolik, penyakit kardiovaskular hingga kanker, terutama karena gangguan sirkadian jangka panjang akibat jet lag terus-menerus,\" pungkas Peirson.(fny/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: